Cleve mondar-mandir di depan kamar Aarline, menunggu gadis itu selesai berdandan. Seperti janji dengan teman-temannya, Cleve dan Aarline akan pergi ke tempat nongkrong untuk sekedar makan sambil berbincang.
Awalnya, Sissy ingin mengajak mereka ke puncak karena punya villa di daerah sana, namun Aarline menolak. Menurut gadis berparas bule itu, daerah puncak terlalu jauh untuk remaja seusia mereka berkunjung.
"Aigo, Aar. Kamu ini besar di London, tapi pola pikir timur banget ya?" Begitulah tanggapan Sissy saat Aarline mengutarakan alasannya menolak pergi ke puncak.
Sissy tidak tahu bagaimana Raline membesarkan anak-anaknya. Kelima anak tersebut tidak dibiarkan lupa dengan setengah darah yang mengalir di dalam tubuh mereka, yaitu Indonesia. Apalagi wanita paruh baya tersebut benar-benar memegang teguh adat dan budaya Minangkabau, meski hidup belasan tahun di London.
Pada akhirnya keenam remaja tersebut sepakat berkunjung ke beberapa tempat nongkrong yang ada di daerah Jakarta Selatan. Tempat pertama yang akan dikunjungi adalah Shirokuma Café yang ada di Kota Kasablanka. Setelahnya mereka akan pergi ke Mayhaps Coffee & Gelato yang ada di daerah Dharmawangsa. Jauh? Sudah jelas, katanya biar bisa pergi seharian. Ck!
Tak lama kemudian, terdengar pintu kamar terbuka. Aarline keluar dari kamar. Gadis itu tampak cantik mengenakan atasan blus lengan pendek, dipadu dengan rok mengembang panjang sedikit di bawah lutut, bermotif kotak. Rambut pirang madunya yang tebal, diikat setengah di bagian atas, sementara sisanya dibiarkan tergerai ikal hingga ke punggung. Sebuah cardigan berwarna dongker tergantung di tangan kiri.
"Cleve ... pergi," ujar Aarline menyentakkan Cleve yang terkagum-kagum melihat Aarline.
Entah sudah berapa kali Cleve melihat Aarline berdandan, papi masih saja ia terkesima dengan penampilan sepupunya itu.
"Cleve?" panggil Aarline meninggikan suara.
"Eh? Ya? Ayo." Hanya tiga kata itu yang keluar dari bibirnya.
Mereka berdua segera turun ke lantai dasar untuk berpamitan kepada Daffa dan Varischa.
"Mami, Papi. Aku dan Aarline berangkat dulu." Cleve melihat Daffa dan Varischa yang sedang duduk di ruang keluarga.
"Hati-hati di jalan. Jaga Aarline baik-baik," sahut Varischa sembari mengunyah kacang panggang kesukaannya.
"Jangan pulang malam, Cleve. Rawan," tambah Daffa.
"Aman," tanggap Cleve mengacungkan ibu jari ke atas.
Setelahnya, kedua remaja itu bergerak keluar rumah menuju garasi. Seperti biasa, mereka berangkat menggunakan motor yang dulu sangat ditakuti Aarline. Seiring berjalannya waktu, ia telah terbiasa naik kendaraan roda dua dengan bagian belakang tinggi dan cukup membuat pinggang terasa sakit jika berlama-lama ... jika sudah cukup berumur. (Aarline masih mudah woi!!)
Hanya hening yang menemani perjalanan jauh mereka. Bayangkan, motor CBR keluaran terbaru itu harus membelah jalan dari sisi utara menuju sisi selatan kota Jakarta. Beruntung setiap akhir minggu kota Metropolitan itu lengang, hanya beberapa kendaraan yang lalu lalang sehingga Cleve bisa mempercepat laju motor.
Lima belas menit kemudian, motor memasuki area parkir khusus kendaraan roda dua yang terletak tak jauh dari gedung mall. Setelah memarkirnya, kedua remaja itu segera memasuki gedung dan mencari keberadaan restoran yang telah dipilih Sissy.
Begitu tiba di depan restoran, Aarline melihat Sissy dan Ceria sudah duduk di sana sementara Miko dan Jeremy masih belum terlihat. Mereka sudah memesan meja yang cukup untuk enam orang. Kedua gadis itu melambaikan tangan kepada Aarline dan Cleve.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISYARAT [TAMAT]
Teen FictionAarline Brown, seorang gadis keturunan Minang-Inggris divonis tuli sejak lahir. Dia sangat mengagumi sosok Helen Keller, sehingga termotivasi untuk mengenyam pendidikan di sekolah umum non inklusi. Sayang keinginan Aarline tidak bisa terwujud dengan...