Chapter 1

22.2K 114 6
                                    

Langit begitu cerah ketika kami sampai di desa tempat kami akan melakukan KKN untuk 30 hari kedepan. Kami tiba di depan balai Desa Sukaturu setelah menempuh 2 jam perjalanan dari kota. Kulihat beberapa temanku tampak merenggangkan badannya setelah harus berada dalam posisi duduk yang lama. Beberapa lagi langsung menuju warung terdekat untuk membeli kopi atau sekedar menyebat puntung rokok.

Aku sebagai ketua kelompok ditemani satu orang temanku langsung memasuki balai desa untuk menemui perangkat desa. Tampak seorang lelaki berdiri di depan pintu masuk berpakaian seragam coklat sedang tersenyum ke arah kami. Ku tebak dia adalah Pak Herman, kepala desa yang sebelumnya terus kuhubungi sebelum KKN dimulai.

Pak Ilham berdiri agak sedikit bungkuk. Tubuhnya gempal ditambah dengan perutnya yang cukup besar ditahan oleh ikat pinggangnya. Tangannya terbuka, seakan menyambut kami.

"Nak Dian?" tanya beliau ketika kami hanya berjarak dua meter darinya.

"Iya pak, saya Dian dan ini teman saya Gilang." Jawabku sampil mengulurkan tangan. Pak Ilham menyambutnya dengan kedua tangannya, meremas lembut tanganku.

"Saya kira Nak Dian itu perempuan." Katanya sambil tertawa.

"Iya pak nama saya memang seperti perempuan" kataku sambil mengelus bagian belakang leherku sambil tertawa kecil. Mencegah situasi agar tidak canggung.

"Jadi bagaimana perjalanannya?"

"Lumayan jauh pak. Maafkan teman-teman saya tidak langsung berkumpul." Kulihat sejenak teman-temanku yang tengah asik menyeruput kopi dan memainkan asap rokok dari mulut mereka.

"Tenang saya mengerti mereka pasti capai." Kata Pak Ilham sambil menepuk bahuku. "Mari kita bicara di dalam."

Kami diantar menuju sebuah ruangan kecil. Meja berada di tengah ruangan dan penuh dengan tumpukan kertas. Pak Ilham duduk di kursinya dan mempersilahkan kami duduk.

"Jadi bisa Nak Dian jelaskan kembali mengenai kegiatan KKN di desa kami? Kami belum pernah mendapatkan kunjungan dari mahasiswa sebelumnya." Kata Pak Ilham sambil tertawa. Kedua tangannya beristirahat di atas perutnya yang buncit.

"Baik pak, kami jelaskan sedikit. Kami mahasiswa dari fakultas teknik, berjumlah enam orang. Jadi kami akan membuat beberapa program yang bisa membantu desa bapak. Pada minggu pertama kami akan melakukan pengkajian terhadap... desa bapak." Aku sedikit terbata ketika menyadari pandangan Pak Ilham yang cukup aneh. Dia tidak pernah mengalihkan pandangannya padaku. Bibirnya terus tersenyum dan kumis hitam tebalnya sedikit bergerak.

"Kenapa nak, lanjutkan penjelasanmu."

"B.. baik pak.." entah kenapa pandangannya membuatku sedikit gugup. "Pada minggu kedua kami akan memnyusun program dan akan kami eksekusi pada minggu selanjutnya."

"Bagus sekali. Saya sangat mengapresiasi bantuan dari para mahasiswa yang pintar-pintar untuk desa kami."

"Jadi apakah memiliki tempat yang bisa kami gunakan sebagai base camp pak?" kata Gilang secara tiba-tiba. Aku yakin dia juga merasa risih dan ingin percakapan ini segera berakhir. "Bangunan kosong pun tidak apa pak.

Pak Ilham memajukan tubuhnya dan bertumpu pada sisi meja. Pandangannya tak beralih dariku. Dan senyuman anehnya itu pun tidak berubah.

"Kami tidak memiliki bangunan seperti itu nak. Kalian bisa saja menggunakan balai desa ini. Tapi tidak ada tempat tidur dan tidak ada kamar mandinya. Kalian akan kesulitan jika ingin tinggal disini."

"Wah bagaimana dong pak? Apa tidak ada tempat lain? Mungkin di salah satu rumah warga?"

"Ya sebenarnya bisa saja kalian tinggal di rumah warga. Tapi kalian tahu kan ini desa terpencil. Jarang ada rumah warga yang bisa menampung kalian." Pak Ilham kembali bersender pada kursinya. Aku sedikit mengernyitkan alisku ketika kutangkap Pak Ilham mengules selangkangannya perlahan. Aneh sekali orang ini.

"Kecuali kalian mau tinggal terpisah di beberapa rumah warga."

"Sepertinya itu ide yang bagus pak. Kami juga ada program pembinaan warga, jadi kami dituntut untuk mencari keluarga untuk kami ikuti selama KKN ini." Ujarku.

"Wah kebetulan sekali. Kalian juga bisa tinggal di rumah kepala dusun disini. Jadi kalian juga bisa belajar bagaimana mereka memimpin di dusun mereka."

Gilang menatapku dan mengangguk kecil memberikan isyarat dia setuju dengan ide tersebut.

"Saya rasa itu ide yang bagus pak." Timpalku sambil mencoba tersenyum.

"Kebetulan disini ada lima kepala dusun. Kita bisa membagi anggota kelompokmu kepada mereka. Nanti akan saya kenalkan dengan mereka. Untuk Nak Dian sebagai ketua kelompok bisa tinggal di rumah saya. Agar kita bisa gampar kordinasinya. Bagaimana?"

Aku hanya mengangguk. Melihat responku membuat senyuman pak Ilham semakin lebar.

Setelah kami menyetujui semua kesepakatan itu, aku dan Gilang pamit dari ruangan Pak Ilham untuk menjelaskan semuanya pada temanku yang lain. Pak Ilham juga beranjak untuk menghubungi kepala dusun.

Setelah kami menjauh dari Pak Ilham, Gilang berbisik pelan di telingaku. "Kurasa dia sedikit aneh."

Kubalas hanya dengan anggukan kecil agar tidakmenunjukkan kecurigaan. Entah mengapa aku merasa pak Ilham masih memperhatikankudari kejauhan.

KKN BergairahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang