Chapter 15

1.2K 31 2
                                    

Acara mengajar telah usai. Kini Dian dalam perjalanan pulang menuju rumah Pak Ilham dengan diantar oleh Bima. Tangannya memeluk erat Bima yang sengaja menjalankan sepeda motornya secara ugal ugalan. Jalanan yang terjal dan berbatu, dipenuhi lubang membuatnya semakin takut dan menguatkan rangkulannya.

"Hati-hati Bim!" Bentak Dian sembari menyandarkan kepalanta di punggung Bima.

"Hahaha, lu takut? Cemen banget." Sambung Bima dengan gelak tawa yang menggema.

Dian memilih tidak menyahut. Tidak ingin menambahkan hiburan untuk orang keparat ini. Orang yang membuatnya harus melayani nafsu bejat Pak Ilham tadi pagi.

"Bim tolong Bim aku takut jatuh." Pekik Dian ketika bagian depan motor Bima tiba-tiba terangkat mengikuti tancapan gas yang makin keras.

"Kalo lu takut peluk gue yang erat. Hahahha"

Dian ingin sekali melapaskan pelukannya. Sejujurnya dia tidak sudi memeluknya. Namun dia lebih sayang pada nyawanya dan tidak ingin terjatuh dari motor. Dian bisa mendengar Bima terkekeh melihat responnya.

Tiba-tiba Dian merasakan motor yang mereka kendarai melambat dan berhenti di pinggir jalan. Dian menolehkan pandangannya dan menyadari mereka belum sampai di tujuan. Mereka kini berada di tengah hutan jati yang jaraknya masih sangat jauh dari rumah Pak Ilham. Tidak dilihatnya ada rumah warga maupun gubuk di dekatnya. Yang ada hanyalah barisan pohon jati dan beberapa tumbuhan paku.

Bima melapskan rangkulan tangan Dian yang sejak mereka berhenti masih tetap memeluk pinggang Bima. Dia kemudian turun dari motornya. "Gue mau kencing. Kebelet." Kata Bima sebelum Dian sempat bertanya alasan mereka berhenti di tengah hutan ini.

Langkahnya terlihat sangat santai untuk orang yang sedang kebelet buang air. Bima mendekati salah satu pohon dipinggir jalan. Melihat itu Dian mencoba membuka handphonenya dan membuka grup whatsapp. Melihat apakah ada kabar dari teman-temannya. Tidak terdapat pesan dari temannya. Sepertinya mereka tengah menikmati kehidupan di desa ini. Tidak sepertiku yang sangat tersiksa. Batin Dian.

Cukup lama Dian bermain dengan HP nya dan baru menyadari bahwa Bima tak kunjung kembali dari buang airnya. Dian menoleh dan mendapati Bima tengah merokok membelakanginya. Dian mendekat mencoba untuk bertanya pada Bima.

"Ngapain lama sekali kencingnya. Ayo kita berangkat sebelum mulai gelap." Seru Dian.

"Gue belum kencing." Jawab Bima santai sambil menghisap rokoknya.

"Trus dari tadi kamu ngapain lama sekali." Sahut Dian dengan nada sedikit meninggi.

Bima yang mendengar nada tinggi Dian langsung memelototkan matanya dan mencoba mengintimidasi Dian. Dadanya kini makin membusung dan perlahan mendekat ke arah Dian.

"Emang lu siapa berani bentak gue?" Balas Bima dengan nada yang sangat rendah namun berhasil membuat tubuh Dian bergidik takut. Kepalanya tertunduk, badannya bergerak mundur mencoba menjauh dari bahaya di depannya.

"Maaf Bim aku ga bermaksud membentak." Kata Dian lirih.

"Gimana gue bisa kencing kalo lu diem di atas motor kayak tadi." Lanjut Bima. Dian bingung mendengarnya.

"Hah maksudnya gimana? Tanya Dian.

"Yaa harusnya lu bantuin gue lah kayak di kantor desa kemaren. Buka celana gue trus pegang, baru gue bisa kencing."

Dian seperti disambar petir mendengar apa yang dikatakan oleh Bima. Teman bejatnya ini secara terang-terangan ingin Dian untuk memegang kemaluannya. Disaat Dian belum bersiap-siap menghadapi pelecehan yang akan didapatkannya di rumah Pak Ilham, kini dia dihadapkan dengan pelecehan yang dilakukan oleh temannya sendiri.

KKN BergairahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang