Chapter 7

9.3K 74 9
                                    

Tangan besar menjijikkan milik Pak Ilham kini melingkar di pundaknya. Menarik tubuh Dian agar semakin dekat dengannya. Bisa Dian rasakan hembusan napasnya begitu keras. Senyuman lebar menyeruak dari bibirnya.

Andai saja Bima tidak menolak untuk menjemputnya, dia tidak akan berada di lokasi ini. Saat ini juga Bima adalah orang yang paling dibencinya. Mungkin yang kedua. Yang pertama adalah Pak Ilham.

Dian juga telah mencoba mencari bantuan beberapa warga sekitar. Dia harus berjalan ratusan meter untuk menemui rumah warga terdekat. Namun keberuntungan tidak berpihak padanya. Tidak pernah berpihak padanya.

Waktunya tinggal tersisa tiga puluh menit ketika dia mengambil keputusan menjengkelkan ini. Mana mungkin dia berjalan menuju kantor desa. Hanya Pak Ilham lah yang bisa membantunya.

Tangan kanan Dian kini berada tepat di selangkangan Pak Ilham. Memegang kontol besar miliknya. Ini adalah kali pertama dia memegang kemaluan lelaki lain. Membuat seluruh isi perutnya seakan hendak keluar.

Dian mencoba mengalihkan pandangannya. Tidak ingin menyaksikan tangannya kotor dengan adegan mesum ini. Namun Pak Ilham selalu membenahi arah kepalanya. Membuatnya terus memandangi kontol hitam itu.

Tangan bergerak naik turun. Mengurut batang besar itu. Satu lingkar tangannya tidak mampu menggenggam keseluruhan milik Pak Ilham. Terdapat beberapa sentimeter area yang tidak dapat dia jangkau. Besar sekali milik tua bangka ini.

Dian terus mengocok hingga lebih dari 10 menit. Tangannya terasa pegal. Belum ditambah perasaan mualnya. Matanya sesekali melirik jam didinding. Berharap ini cepat selesai.

"Kenapa Nak Dian? Capek?" Ucap Pak Ilham sambil tersenyum lebar.

"Yang cepat dong keluarnya pak. Saya sudah terlambat ini. Belum lagi waktu di jalan nanti." Jawab Dian kesal.

"Ya itu tergantung kamunya. Kalau enak kocokannya ya pasti cepat keluar. Kamu juga tidak niat saya liat."

"Mana ada laki-laki yang niat melakukan hal seperti ini pak!" Bentak Dian. Tangan Pak ilham yang melingkari bahunya kini menjalar ke rambut panjang Dian. Merampas beberapa helai dan menariknya kuat. Membuat dia mendongak kesakitan.

"Jaga bicaranya ya Nak Dian."

Dian membalasnya dengan tatapan tajam. Menahan kesal, marah dan sakit yang dialaminya saat ini.

Tarikan Pak Ilham tidak mengendur sama sekali. Justru kini makin keras hingga Dian tidak mampu lagi menahan kepalanya yang terus tertarik kebelakang. Air mata kini mulai mengalir membasahi pipinya.

"Maaf pak. Tolong lepaskan. Sakit sekali." Rintih Dian. Menggenggam tangan pak ilham, berusaha melepas tarikannya.

"Saya tidak yakin kamu akan bersikap sopan jika saya lepaskan." Kata Pak Ilham datar.

"Saya janji pak. Saya tidak akan membentak bapak lagi. Aahh. Sakit sekali pak." Mohon Dian di sela-sela tangisnya. Tarikanpun kini mulai mereda. Tangan besar itu kini kembali memeluknya.

"Sekarang kamu lanjutkan tugasmu tadi. Sekarang harus dengan niat yang tulus haha."

Dianpun hanya mengangguk kecil. Menutup kedua matanya dan mengusap air mata yang masih tetap deras mengalir. Tangannya mulai kembali mengocok kemaluan Pak Ilham. Kini dia berusaha menggerakkannya secepat mungkin.

"Nah gitu dong nak. Ahh." Kepalanya mulai mendongak keatas. Bersandar pada sandaran kursi. Bisa dirasakannya pelukan Pak Ilham makin erat.

"Kamu mau saya keluar lebih cepat?" Tanya Pak Ilham. Dijawab dengan anggukan lemah oleh Dian.

"Coba kamu berlutut di depan saya."

Dianpun terkejut. Matanya terbuka lebar. Apa maksudnya ini. Tidak mungkin dia ingin aku melakukan itu kan?

KKN BergairahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang