Chapter 13

3.7K 35 3
                                    

Dian berdiri di ambanag pintu. Tubuhnya gemertsr. Rasa marah menguasai hatinya. Sudah 1 jam Dian menunggu Bima, namun anak setan itu tidak kunjung datang menjemputnya. Dian sudah terlambat untuk melakukan persiapan kegiatan mengajar di sekolah SD. Salah satu proker KKN mereka. Teman-temannya mulai mempertanyakan kehadirannya di grup chat. Salah satu temannya mengatakan bahwa Bima sudah berada di lokasi acara. Hanya ada satu cara agar dia bisa datng tepat waktu ke lokasi acara.

Pak Ilhan sedang duduk di ruang tengah dengan kedua kaki terbuka lebar. Bagian bawah tubuhnya hanya ditutupi sarung tipis. Tangan kanannya mengeluh kontolnya yang sudah berdiri tegak. Senyum lebar terlihat saat Pak Ilham menyadari Dian kini berada di depannya.

Diah menelan ludah sejenak. Dan dengan pasrah menumpukan tubuhnya di depan Pak Ilham.

"Ada apa Nak Dian? Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Pak Ilham puas dengan perilaku Dian.

"Tolong saya Pak."

"Tolong apa Nak Dian? Saya pasti bantu kok hahaha." Gelak tawa keluar dari mulut Pak Ilham.

"Tolong antar saya ke SD tempat acara kami pak." Pinta Dian memelas.

"Ooo pasti saya antar." Seru Pak Ilham. "Tapi kan Nak Dian tahu apa yang harus Nak Dian lakukan biar."

Dengan terpaksa Dian mengulurkan tangannya berusaha menggenggak kontol Pak Olham yang masih tertutul sarung. Namun uluran tangannya tiba-tiba dihempas oleh tangan Pak Ilham.

"Apa yang kamu lakukan!" Bentak Pak Ilham. Dian terkejuan dan jatuh terduduk kebelakang.

"Bu.. bukankah bapak menyuruh saya untuk melakukan itu?" Tanya Dian kebingungan.

"Siapa yang mengijinkanmu memegang kontol saya? Kamu harus minta ijin dulu!"

"Maksudnya gimana pak? Kan Pak Iilham yang nyuruh saya melakukan ini."

"Hmmm saya berubah pikiran. " Ucap Pak Ilham ketus sambil beranjak berdiri.

"Tapi pak..." Cegah Dian. Tangannya memegang kaki Pak Ilham mencegahnya untuk pergi.

"Tapi apa? Tapi kamu perlu pergi ke lokasi acaramu?"

Dian hanya bisa menunduk dan menganggukkan kepalanya. Melihat itu Pak Ilham kembali duduk di kursi.

"Kalau begitu cepatlah memohon" kata Pak Ilham menyeringai.

Dian menengadahkan kepalanya dan menatap Pak Ilham. Rasa marah dan memelas terlihat jelas di wajahnya.

"Saya mohon pak, tolong antar saya ke lokasi acara." Pinta Dian.

"Bukan permohonan itu yang saya mau. Mohonlah untuk mengocok kontol saya nak Dian."

Diam. Hanya itu yang bisa Dian lakukan saat ini. Tidak hanya lelaki tua bangka ini ingin Dian mengocok kontol menjijikkan ini. Dia juga membuat Dian memohon untuk itu.

"Sa... Saya mohon pak."

"Mohon apa?" Kata Pak Ilham sambil menyentuh dagu Dian. Membuatnya semakin mendongakkan kepalanya.

"Biarkan saya mengocok kontol bapak." Dian terpaksa mengatakannya.

"Tentu saja. Dengan senang hati saya mengijinkan Nak Dian. Hahaha." Tawa menggelegar mengisi ruang tamu.

Dian mengulurkan tangannya, berusaha membuka sarung milik Pak Ilham. Namun Pak Ilham menghentikannya dengan cara menjambak pelan rambut Dian.

"Masak udh dikasi ngocok enggak bilang terima kasih nak?" Lanjut Pak Ilham terkekeh.

"Terima kasih pak.." Ucap Diab lirih.

"Terima kasih buat apa." 

"Terima kasih sudah mengijinkan saya untuk mengocok kontol bapak." Jawab Dian dengan terpaksa, disertai gelak tawa Pak Ilham.

"Gadis pintar." Kata Pak Ilham sembari melepas sarungnya.

Kontol hitam besar Pak Ilham sudah berdiri tegak. Batangnya kini tengah bergoyang-goyang. Pak Ilham sengaja melakukannya untuk membuat Dian makin merasa risih.

Dian kembali mengulurkan tangannya. Kini tidak ada halangan dari Pak Ilham. Tangan kanannya berada di pangkal batang, sedangkan tangan kiri melingkar diatasnya. Menyisakan kepala kontol berwarna hitam kemerahan yang sedikit mengeluarkan cairan bening. Kemudian digerakkannya kedua tangannya naik dan turun. Pertama secara perlahan lalu ditangkatkannya kecepatan tangannya. Membuat Pak Ilham menyeringai puas.

"Baru beberapa hari melakukan ini kamu sudah makin pintar aja Nak Dian." Puji Pak Ilham sambil mengelus kepala Dian.

Dian tidak menghiraukannya. Dia semakin cepat mengocok hingga kedua tangannya pegas. Sesekali Dian mengistirahatkan tangannya. Dia tidak mau melepaskan kontol itu disela-sela istirahatnya. Takut Pak Ilham kehilangan nafsunya dan membuat Dian harus mengulangi kocokannya dari awal.

Jam sudah mendekati waktu acara dimulai. Hanya tinggal 5 menit saja waktu yang Dian miliki. Namun belum ada tanda-tanda akan segera selesai. Dian tahu Pak Ilham memang sengaja memperlama durasinya agar lebih lama dapat menikmati kocokan ini. Dan dian pun tahu, Pak Ilham tidak akan puas jika dia tidak mejdekatkan wajahnya ke kontol Pak Ilham.

Tanpa pikir panjang Dian mendekatkan waajahnya. Kini hamya berjarak 5 sentimeter dari kepala kontol itu. Bisa diciumnya aroma amis dan asin. Cairan putih bening kini membanjiri tangannya. Pak Ilhampun kin menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi. Pertanda bahwa sebentar lagi dia akan segera ejakulasi.

Gerakan tangannya kini makin cepat. Dihiriaukannya rasa pegal dan jijik yang dia rasakan. Hanya satu keinginannya saat ini. Membuat lelaki tua bangka ini puas. 

"Aaahhh."

Tiba-tiba Pak Ilham mengerang. Kontol besarnya mulai menegang keras. Pinggulnha terdorong kedepan hingga menyentuh bibir Dian yang tertutup rapat. Mengetahui itu Dian berusaha sekuat tenaga untuk menjauhkan kepalanya. Namun terhalang dengan kedua tangan Pak Ilham yang memegangi kepallanya. Menahannya tetap di posisi itu. Dengan kepala kontol berada di lipatan bibirnya.

Sekuat tenaga dicobanya untuk menutup bibirnya. Aga tidak ada satupun cairan sperma yang memasuki rongga mulutnya. Bisa dirasakannya cairan hangat itu membasahi bibi dan dagunya pada hemtakan pertama. Hentakan kedua terarah pada hidung dan matanya. Bertubi tubi cairan itu berusaha membasahi semua bagian wajahnya. Hingga hanya menyisakan beberapa titik yang tidak terjamah pejuh Pak Ilham.

Pak Ilham melepaskan genggaman eratnya pada kepala Dian. Tubuhnya bersender pada kursi. Masih meresapi kenilmatan yang dia rasakan.

Dian terduduk lemas. Kini dia bahkan mengalami penghinaan yang lebih buruk. Bukan lagi terkena sedikit cipratan pejuh, tapi seluruh pejuh Pak Ilham kini bisa dirasakannya melapisi wajahnya.

"Kamu makin pintar nak. Sebentar lagi kamu akan pasti akan memohon untuk saya keluar di dalam mulutnu. Hahaha." Gelak tawa Pak Ilham sembari beranjak dari kursi. "Ayo dibersiihkan dulu wajahnya, masak kayak gitu mau ke acara KKN."

Dian mendengarnya langsung beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya.

KKN BergairahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang