Chapter 9

8.2K 83 7
                                    

Malam ini sepertinya mimpi buruk Dian akan kembali terulang. Dirinya kini tengah duduk di atas kursi rotan milik Pak Ilham. Duduk merenungi kejadian menjijikkan yang dialaminya hari ini. Masih teringat untuk pertama kali dalam dihupnya Dian memegang alat kelamin laki-laki selain miliknya sendiri. Tidak hanya satu, namun dua sekaligus dalam satu hari.

Memikirkan hal ini membuatnya kembali ingin muntah. Kedutan di bagian kepalanya makin menjadi-jadi. Membuatnya sedikit meringis. Tidak seharusnya laki-laki sepertinya mendapatkan pengalaman seperti itu. Dian menyadari, dirinya bukanlah sosok laki-laki yang kuat atau bahkan perkasa. Dia terlalu pemalu. Dia terlalu takut untuk menghentikan dua orang yang kini paling dibencinya untuk melakukan pelecehan itu. Tapi apakah dia memang pantas mendapatkannya? Apakah dia pantas untuk dilecehkan?

Dian menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Kedua siku bertumpu pada ujung paha bawahnya. Ingin sekali dia pergi dari desa ini. Persetan dengan KKN. Untuk apa mengikuti KKN jika yang kau dapatkan hanya pelecehan dan tekanan batin seperti ini. Namun banyak hal yang membuatnya menyudahi pikiran itu. Dian bukan tipikal mahasiswa yang seenaknya menghidari tugas atau kewajiban yang dimilikinya. Kadang Dian mengutuk sikapnya yang seperti itu.

Pintu depan terbuka. Pak Ilham masuk dengan perlahan sambil memperlihatkan senyuman mesumnya kepada Dian. Pak Ilham hanya menggunakan lilitan handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Tubuh gempal dan perutnya yang besar diperlihatkannya dengan penuh keangkuhan. Membuat seluruh tubuh Dian bergidik. Perutnya seakan hendak mengeluarkan seluruh isinya. Apa dia tidak kedinginan di bertelanjang dada seperti itu? Ohya aku lupa. Orang mesum ini tidak peduli dengan semua itu.

"Kamu tidak tidur Nak Dian?" Kata Pak Ilham melenggang menuju kamarnya. Hal yang paling ditakutkan Dian saat ini. Tidur dalam satu kasur dengan pria tua bangka ini. Bagaimana mungkin dia tidak takut setelah mengalami pelecehan olehnya? Bagaimana mungkin dia bisa tidur dengan orang yang telah menyelimuti wajahnya dengan cairan putih menjijikkan itu?

"E.. Sa.. Saya tidur diluar saja pak." Sahut Dian lemah.

"Kamu yakin? Diluar dinggin sekali loh. Tidak ada selimut lainnya juga." Pak Ilham kembali tersenyum mesum.

"Tidak apa-apa pak. Saya diluar saja."

"Yasudah terserah kamu. Nanti kalo kedinginan masuk saja. Pintunya tidak saya kunci."

Dian bisa merasakan sebuah kesombongan pada kalimat terakhir yang dikatakan Pak Ilham. Seakan tahu bahwa Dian akan tidur dengannya.

Aku tidak boleh lemah. Serunya dalam hati. Berusaha membuat hatinya tetep kuat ditengah udara malam yang dingin ini.

Dian langsung beranjak menuju dipan. Dia tidur dengan posisi meringkuh. Berusaha membuat badannya tetap hangat.

Angin dari luar seakan menembus masuk tembok rumah sialan ini. Kondisi langit-langit membuat suasana makin parah. Kedua tangan Dian gemetar. Ditiupnya kedua tangan untuk memberi sedikit kehangatan.

Dian memeriksa ponselnya. Tidak ada satupun pesan di grup KKNnya. Sepertinya mereka sudah tidur. Tidur dengan lelap tentunya. Beruntung sekali mereka tidak tinggal dengan Pak Ilham.

***

Jam telah menunjukkan pukul sebelas. Namun tidak ada tanda dia akan segera tidur dalam waktu dekat. Suhu yang sangat dingin menurutnya ini mencegahnya. Kini seluruh tubuhnya menggigil.

Apa aku harus tidur di dalam ya? Terbesit hal menakutkan itu di pikirannya.

Akhirnya Dian beranjak dari dipan dan berjalan menuju kamar Pak Ilham. Dibukanya pintu kamar dengan pelan. Ternyata Pak Ilham memang tidak mengunci pintunya. Dalam suasana gelap Dian dapat melihat Pak Ilham tengah tertidur pulat dengan selimut tebal yang menutupi seluruh badannya. Dengkuran kerasnya meyakinkan Dian bahwa pria tua bangka ini sudah tidur.

Mau tidak mau aku harus tidur dengannya. Aku tidak mau mati kedinginan diluar.

Dian mendekati kasur kecil itu perlahan. Mencoba mencari tempat untuknya tidur. Namun Dian baru menyadari bahwa hapir seluruh bagian kasur dipenuhi oleh badan besar Pak Ilham. Dia tidur tepat di tengah-tengah kasur. Kedua tangannya menjadi tumpuan kepalanya. Sialan orang ini. Apa dia sengaja tidak menyisakan tempat untukku tidur?

Dian berusaha membesarkan mentalnya. Pilihannya hanya dua. Tidur dengan pria mesum ini atau mati kedinginan di luar.

Perlahan disingkapnya selimut di sebelah kanan Pak Ilham. Dian mencoba berbaring. Kali ini sedikit ke bawah karena tangan Pak Ilham menghalanginya untuk mengunakan bantal. Dia mencoba tidur sedekat mungkin dengan tembok. Sejauh mungkin dengan Pak Ilham.

Tangannya menyentuh kulit paha Pak Ilham saat hendak memperbaiki posisi tidur. Saat itu Dian menyadari bahwa Pak Ilham kembali tidur tanpa menggunakan sehalai baju pun. Dasar orang mesum.

Menyadari kondisi menjijikkan itu, dia memilih tidur memunggungi Pak Ilham. Tak ingin tangannya tidak sengaja menyentuh paha Pak Ilham. Tak ingin menyentuk kontolnya.

Mata Dian tiba tiba terbelalak. Tangan besar Pak Ilham kini melingkar di pinggulnya. Terasa dada Pak Ilham kini berdepetan dengan punggungnya. Dan hal yang paling menakutkan, kontol Pak Ilham kini berada tepat di daerah pantanya.

Air matanya mulai timbul. Dia tidak ingin dilecehkan lagi. Dian berusaha melepas pelukan Pak Ilham namun tangan itu begitu kuat. Dirasakannya sebuah benda keras beberapa kali menggesek pantatnya. Wajahnya kini mulai basah dengan air mata yang perlahan mengalir.

KKN BergairahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang