Kami tiba di rumah Pak Ilaham setelah 30 menit pejalanan. Sebenarnya jarak rumah Pak Ilham tidak terlalu jauh dengan kantor desa. Namun jalan yang rusak dan sedikit memutar membuat waktu yang diperlukan sangat lama.
Aku mulai meregangkan pinggangku dan memegangi pantatku. Besi itu benar-benar membuatku kesakitan.
"Selamat datang ya nak. Maklum kalau rumahnya enggak bagus." Ucapnya sambil menuntunku masuk.
Rumah Pak Ilham memang tidak bisa dikatakan besar. Namun jika dibandingkan dengan rumah-rumah lainnya, ini merupakan rumah paling bagus di dusun ini. Dindingnya telah terbuat dari beton, belum dicat, namun sudah lebih dari cukup jika dibandingkan dengan rumah lainnya.
Pak Ilham mempersilahkanku duduk di kursi yang ada di depan teras rumah. Aku belum bisa duduk, dan memilih untuk tetap berdiri.
Ada beberapa orang yang terlihat berjalan di halaman Pak Ilham. Dua orang petani menurutku. Mereka terlihat membungkuk melihat Pak Ilham. Pak Ilham tertenyum kepada dua orang tersebut.
"Mereka petani disini. Menggarap sawah saya."
"Ohh bapak tidak menggarapnya sendiri?" tanyaku.
"Dulu iya, sekarang sudah tidak bisa sejak jadi kepala desa. Sekarang fokus ke penjualannya saja."
"Jualnya dimana pak?" tanyaku sambil duduk di kursi kayu di samping pak ilham. Pak Ilham menyenderkan tubuhnya pada senderan kursi, sedangkan tubuhku tegak, tidak ingin terlihat lancang di rumah orang.
"Saya jual ke kota. Dibantu istri saya. Biasanya dia bisa seminggu di kota. Kami juga menjualkan hasil pertanian dari petani-petani di dusun lainnya." Katanya sambil sesekali memandangi aku. Dia kemudian beranjak memasuki rumah dan memberikan isyarat padaku untuk mengikutinya.
Rumahnya tidak terlalu besar. Hanya ada dua kamar tidur, ruang keluarga dengan dipan kayu kecil dan sebuah dapur. Tidak ada kamar mandi di dalam rumah. Aku harus keluar rumah jika ingin ke kamar mandi.
Pak Ilham menunjukkan kamarnya padaku. Menurutku aneh kenapa tidak menunjukkan kamarnya yang lain.
"Kamar yang lagi satu lagi berantakan nak, banyak barang-barang pertaian disana. Dulu anak saya yang tidur disana. Sekarang karena dia sudah merantau, saya jadikan gudang."Akupun hanya mengangguk.
"Nah untuk sementara kamu bisa tidur di kamar saya. Istri saya juga belum datang sampai minggu depan." Katanya sambil tersenyum.
"Loh terus bapak nanti tidur dimana? Biar saya diluar saja pak." Kataku tidak enak.
"Tenang saja, nanti saya yang tidur diluar. Disini juga dingin kamu ga bakal kuat tidur diluar." Katanya sambil duduk di tempat tidur. Aku meletakan tas besar yang kugendong dari tadi.
"Saya ga enak pak."
"Ga apa-apa nak. Ya nanti kalau saya tidak kuat kan kita bisa tidur berdua disini." Katanya sambil tebahak. Aku tidak tau harus bilang apa. Suasana menjadi hening.
Pak Ilham beranjak dari tempat tidur. "Kamu rapi-rapi aja dulu. Bajunya bisa disimpat dilemari sana. Masih ada tempat kosong yang bisa kamu pakai." Ditinggalnya aku seorang diri di dalam kamar.
***
Barang bawaan sudah kurapikan. Baju kuletakkan di dalam lemari sesuai perintah Pak Ilham. Perlengkapan lainnya kudiamkan dalam tas mengingat tidak ada tempat untuk meletakkannya.
Aku keluar kamar untuk mencari Pak Ilham. Kucari diseluruh rumah namun aku tidak bisa menemukannya. Kuperiksa hpku untuk mengetahui perkembangan teman-temanku di rumah baru mereka. Semuanya mengeluhkan kondisi rumah di grup kami. Mulai dari rumah yang hanya beralaskan tanah, dinding yang terbuat dari anyaman bambu hingga tempat tidak dari dipan. Sesaat aku bersyukur bisa tinggal di rumah Pak Ilham.
Dua jam lagi waktu untuk kami berkumpul di Balai Desa. Kupikir bisa kugunakan waktu itu untuk beristirahat disini. Aku mulai duduk di dipan hingga tiba-tiba Pak Ilham masuk kedalam rumah. Aku kaget dan sontak berdiri.
Pak Ilham menggunakan baju lusuh dan celana yang telah robek di beberapa bagian. Kepalanya ditutupi topi jerami dan terdapat celurit di belakang badannya.
"Bapak mau ke sawah sebentar. Kamu mau ikut? Mumpung waktu kalian kumpul juga masih lama." Kata Pak Ilham mendekatiku. Aku sebenarnya tidak ingin ikut dengannya. Aku lebih ingin berbaring dan beristirahat. Namun karena aku tidak enak hati akupun mengiyakannya.
"Kayaknya kamu perlu ganti baju. Masa ke sawah pakai baju bagus gitu." Ujarnya sambil berjalan menuju gudang. "Ganti baju gih. Coba cari-cari baju di lemari. Banyak baju bisa kamu pakai."
Kubuka lemari dan mulai menyusuri ruas baju di lemari Pak Ilham. Kucoba satu persatu baju Pak Ilham, namun semua baju Pak Ilham ternyata sangatlah besar. Aku bahkan bisa menurunkan leher bajunya ke salah satu bahuku. Begitu juga dengan celananya. Tidak mungkin aku menggunakan baju dan celana yang begitu besar ini.
Aku kemudian mulai mencari pada tumpukan baju istri Pak Ilham. Memang aku segan pertamanya. Namun tidak ada pilihan lain lagi ketika ku dengar Pak Ilham memintaku untuk bergegas. Kutemukan sebuah baju berwarna kuning. Hanya ini baju yang tidak berwarna merah muda atau putih disini. Jadi aku memutuskan untuk mencobanya.
Bajunya terlihat lebih kecil dari ukurannya. Bagian pinggulnya mengecil. Lengan bajunya juga sangat pendek. Baju ini menempel ketat di tubuhku. Aku hendak mengurungkan niat ketika kudengan pintu kamar terketuk.
"Iya sebentar pak. Saya lagi milih baju. Tidak ada yang pas."
"Iya sudah sejas, badan saya kan besar pasti kamu tidak bisa menggunakan punya saya. Pakai saja punya istri saya." Katanya terbahak dari balik pintu. Wajahku merona, belum juga dia memberiku saran aku sudah melakukannya.
Aku mengambil sebuah celana kain panjang, ukurannya sedikit lebih kecil. Kucoba menggunakannya. Terasa sedikit sempit di bagian pinggang dan sempit di selangkangan. Aku teringan ini adalah celana perempuan. Sudah jelas akan terasa sangat sempit di bagian selangkangannya.
Perasaan aneh kurasakan ketika aku berkaca. Aneh sekali rasanya aku menggunakan pakaian wanita. Tubuhku memang tidak besar, namun aku memiliki sedikit otot dan lekukan tubuh yang kaku. Terlihat seperti seorang banci yang kesehariannya masih seperti lelaki. Wajahku merona. Kurasakan aliran darah deras mengalih ke kemaluanku, mebuatnya terlihat tegang dari balik celana. Dengan cepat aku mengammbil jaket dan mengenakannya. Untung saja jaketku menutupi sedikti bagian kemaluanku.
"Eh beneran ya kamu pakai baju istri saya? Padahal saya cuma bercanda tadi." Kata Pak Ilham dibarengi senyuman lebar. Aku merasa malu dan hanya menundukkan wajahku.
"Ya sudah ayo kita berangkat." Pak Ilham mempersilahkanku keluar terlebih dahulu agar dia bisa mengunci pintu rumah.

KAMU SEDANG MEMBACA
KKN Bergairah
RomansaCerita Dewasa untuk 18+ Menceritakan sekelompok mahasiswa yang melakukan kegiatan KKN disebuah desa terpencil. KKN identik dengan cerita yang untuk dan membekas bagi anggotanya. Bagaimana enam orang mahasiswa ini menjalani keanehan-keanehan yang mer...