Chapter 5

11.1K 61 3
                                    

Suhu udara begitu dingin untuk Dian malam itu. Dia harus menggunakan baju tebal, celana panjang dan jaketnya. Tidak lupa selimut tebal melapisi tubuhnya. Dia belum terbiasa dengan kondisi di Desa Sukaturu ini.

Pak Ilham telah pergi sejak satu jam yang lalu. Berkumpul bersama bapak-bapak yang melakukan ronda. Dia pergi setelah menyuruh Dian untuk menggunakan kamar tidurnya. Tentu saja Dian menolaknya tersebih dahulu. Tidak mungkin dia tidur di kamar tidur Pak Ilham. Namun Pak Ilham bersikeras. Mengatakan Dian tidak akan kuat terhadap dingin jika tidur di ruang keluarga. Dan Dian pun bersyukur menerima anjuran Pak Ilham. Dian dapat merasakan jarinya gemetar ditengah kesibukannya bermain ponsel.

Sembari menunggu Pak Ilham pulang, Dian menyusun pertanyaan yang hendak dia tanyakan. Kelompok KKN nya sepakat untuk melakukan pengkajian langsung kepada kepala dusun dan kepala desa. Mengingat jarak antar dusun yang cukup jauh yang menyulitkan mereka untuk melakukan kunjungan satu persatu. Baru setelah mereka mengetahui permasalahan apa saja yang ada mereka akan mengunjungi dusun secara berkelompok.

Tentu sebagian besar keputusan tersebut adalah hasil buah pikiran Dian sendiri. Anton, Bima, Dika dan Candra tidak banyak membantu. Lebih sering menganggukkan kepala mereka, seakaan mereka mengerti pembicaraan yang mereka lakukan. Padahal Dian tahu, mereka sama sekali tidak mengerti.

Jam pada layar ponselnya sudah menunjukkan pukul 23.00. Namun tidak ada tanda Pak Ilham pulang. Ini telah melebihi waktu tidurnya. Dian hendak memejamkan matanya ketika tiba-tiba pintu kamar Pak Ilham terbuka.

"Maaf Nak Dian. Apa sudah tidur." Kata Pak Ilham mendengokkan kepalanya di ujung pintu.

"Belum pak." Jawab Dian sambil mengambil posisi duduk di atas kasur. Selimut masih menutupi tubuh bagian depannya.

"Boleh bapak ikut tidur di dalam? Diluar dingin sekali." Kata Pak Ilham. Kini dia berjalan memasuki kamar dengan kedua tangannya memeluk tubuhnya sendiri.

"Ohh iya boleh pak. Kan ini kamar bapak. Saya yang diluar aja."

"Eit, ndak usah keluar kita tidur berdua saja disini." Tegas Pak Ilham ketika Dian beranjak dari kasur. "Udah kamu tidur saja dulu. Bapak mau ambil air."

Dian pun menuruti kata Pak Ilham. Dia kembali tidur dan memunggungi pintu masuk. Tangannya dengan cepat membuka catatan pertanyaan yang ada di poselnya. Pintu kembali terbuka. Sepertinya Pak Ilham telah kembali dari mengambil air.

"Pak, saya ada beberapa perta.." Dian menghentikan kata-katanya. Dia tak sanggup melanjutkannya. Betapa tekejutnya dia ketika melihat Pak Ilham sudah ada dalam ruangan dengan hanya menggunakan celana pendek. Tanpa menggunakan baju. Dia kini dalam posisi melepaskan celananya juga. Dian sontak membalikkan tubuhnya dan menutup matanya dengan kedua tangan.

"Kenapa nak? Kamu bicara apa?" Tanya Pak Ilham. Dian bisa merasakan kasur yang dia tiduri kini sedikit bergoyang. Mungkinkah Pak Ilham telah tidur disampingnya? Dian sama sekali tidak berani membalikkan tubuhnya.

"Bapak ngapain buka celana?" Kata Dian terbata.

"Haha, maaf ya. Bapak memang kebiasaan tidur tidak pakai baju nak. Kalau pakai baju terasa susah napasnya."

"Katanya tadi dingin. Kenapa harus buka semua bajunya?" Dian sedikit berteriak. Sangat aneh berada dalam satu ruangan dengan pria paruh baya yang telanjang bulat.

"Kenapa kamu tidak suka?" kata Pak Ilham dengan nada datar dan dingin. "Kalau tidak suka kamu boleh tidur diluar."

"Ehh." Sepertinya Dian telah menyinggung perasaan Pak Ilham. Dian ingat betul nasehat dosen pembimbingnya untuk tidak menyinggung warga local atau mereka akan dapat masalah selama jalannya KKN. Dan saat ini Dian telah menyinggung perasaan Pak Ilham. Ujung tombak kondinasinya di desa ini. "Maaf pak." Bisa dirasakan tangannya digenggam oleh Pak Ilham ketika dia hendak beranjak dari kasur.

"Haha. Saya hanya bercanda Nak Dian. Tidur saja disini."

"Endak pak saya tidur diluar saja."

"Saya bersikeras!" Kini Dian merasakan sedikit kemarahan dalam suara Pak Ilham. Sungguh situasi yang benar-benar tidak dimengertinya. Dia tidak ingin menyinggung perasaan Pak Ilham. Namun dia juga tidak nyaman tidur dalam satu kasur yang sempit bersama pria telanjang. Dian akhirnya menyerah dan kembali merebahkan tubuhnya. Masih memunggungi Pak Ilham.

"Tadi kamu mau ngomong apa nak?" Kata Pak Ilham. Tangannya menyentuh bahu kiri Dian. Membuat Dian sangat takut. Dia bisa merasakan hembusan napas Pak Ilham. Bau sangit rokok.

"Tidak Pak Besok pagi saja saya tanyakan."

"Sekarang saja. Mumpung lagi tidak sibuk kan." Tangan itu mulai menyusuri tangan Dian. Kembali naik ketika telah menyentuh sikunya.

"Lebih baik besok saja pak. Saya sudah mengantuk."

"Ya sudah kalau begitu. Mari kita tidur." Pak Ilham melepaskan tangannya dari bahu Dian. Sedikit demi sedikit dian mulai menggeserkan badannya menjauhi tubuh Pak Ilham. Tembok yang berada disampingnya mencegahnya bergerak lebih jauh.

"Hati-hati ya tidurnya. Jangan sampai salahpegang. Hahaha." Pak Ilham tertawa terbahak-bahak. Tawa yang sangat aneh. Diantahu, dia tidak akan bisa tidur mala mini.

KKN BergairahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang