BUKAN ANTAGONIS 11

4.4K 575 15
                                    

bisa yu vote sama komennya, Menerima kritik dan saran! Asalkan tanpa menyinggung!-
Typo bertebaran/

Selamat membaca~

❥may

.
.
.

Melihat wajah Zin yang sepertinya terkejut, hampir semua orang dalam satu ruangan itu melihat kearah apa yang ditatap Zin. Mereka yang melihat tangan Zin yang tadi terluka pun ikut terkejut.

"Han apa kau memiliki kekuatan penyembuhan?" Mendapat kembali kesadaran miliknya, Zin segera bersuara.

Hanzel terkejut dengan luka yang berada pada Zin kakaknya, tiba-tiba menghilang bahkan noda darahnya pun ikut tak berbekas, seakan luka tadi tidak pernah terjadi dan hanya ilusi semata.

Yang membuat Hanzel lebih terkejut lagi adalah salah satu tangannya tiba-tiba terasa perih, seperti tertusuk beberapa pecahan kaca. Tak menghiraukan pertanyaan Zin tadi Hanzel refleks mendesah kesakitan.

"Ahg!"

Semua orang yang telah sadar dalam keterkejutannya pun segera berdiri mencoba menggapai Hanzel, mereka menatap khawatir Hanzel yang sepertinya tengah mengalami kesakitan itu. Tak terkecuali Zin yang segera menggenggam tangan Hanzel lembut, jika memang benar kekuatan Hanzel adalah kekuatan penyembuhan, maka sekarang Hanzel tengah terkena efek samping dari kekuatannya itu.

"Han, apa ini sakit?!" Zin bertanya dengan nada khawatir nya.

Hanzel mengangguk menahan perih ditangannya, ia menggigit bibir bawahnya menahan ringisan yang mungkin akan keluar dari mulut mungilnya.

Zin membelai lembut pipi berisi Hanzel. "Han jangan menggigit bibirmu okay? Kau akan terluka nanti." Zin lalu berdiri dari duduknya.

Ia lalu membawa tubuh mungil Hanzel kedalam gendongan ala koalanya, Hanzel tak protes ia dengan patuh segera mengalungkan lengannya di leher milik Zin, Hanzel juga menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Zin, dan sepertinya Zin menggunakan sihir pada Hanzel agar tertidur, karena sekarang Hanzel terlihat telah terlelap tidur menyisakan dengkuran halusnya. Orang-orang yang berada dalam satu ruangan itu merasa tak berguna, sungguh bagaimana bisa mereka mendekati Hanzel jikalau semua hal yang ingin mereka lakukan untuk Hanzel saja selalu Zin ambil, Zin benar-benar tidak lengah dalam memberi perhatian dan kekhawatiran pada Hanzel.

"Kek, aku akan mengantar Han ke kamarnya." Tidak Zin bukannya meminta izin, Zin itu tak perlu izin untuk membawa Hanzel. Apakah itu di izinkan atau tidak itu terserah toh Zin akan melakukan apapun sesukanya, Ini hanya formalitas semata.

Zieun kembali duduk di kursinya, ia menghela nafas panjang. Dalam hatinya begitu khawatir pada Hanzel namun dalam rautnya tak tergambarkan. Ia mengangguk setuju. "Ya. bawa Han, biarkan dia istirahat. Entah besok atau kapanpun itu sampai Hanzel telah kembali lebih baik. Aku akan memanggilnya. Dan nanti aku akan menemuimu Zin." Katanya.

Zin melirik sekilas kakeknya datar. "Hn" tak jelas namun sangat singkat, ia lalu mulai berjalan pergi meninggalkan ruang makan bersama Hanzel yang berada dalam gendongannya.

.
.
.

"Sial" kata-kata umpatan setiap detiknya terus menerus keluar dari mulut putra sulung keluarga Horge itu. Setelah membaringkan adiknya yaitu Hanzel didalam kamarnya sendiri, Zin kini tengah berada diruang belajar miliknya yang berada di kediaman Horge. Tidak fokus akan pekerjaannya yang semakin menumpuk, Zin sekarang dalam suasana hati yang amat sangat gelisah dan tak tenang, entah sudah berapa pena yang telah ia hancurkan dalam genggamannya.

[BL] BUKAN ANTAGONISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang