Bab 1

697 84 21
                                        








Tiga setengah tahun kemudian...

Park jihyo meletakan ponsel, mengambil buku catatan kecil, dan mencentang sebuah kotak pada daftar. Hidup sendiri. Kata Mingyu dia memang hidup sendiri. Jihyo meneguk minuman bersoda nya dan mengetukkan jemari pada setir mobil teman sekamar nya.

Pada suatu ketika, skenario macam ini sepertinya konyol. Namun mengingat sejarah kehidupan cintanya, sedikit waspada dan penyelidikan adalah tindakan yang tepat. Setelah peristiwa si pria gay yang terjadi pada Taehyung, kini jihyo harus lebih berhati-hati lagi dalam memilih calon pria yang akan ia kencani.

Gay satu-satunya persoalan. Bangchan, yang jihyo kenal di sebuah pesta, tampaknya begitu menjanjikan, hanya sampai kencan kedua ketika telponnya berdering. "Aku harus menerima telpon ini, dari bandar ku". Ucapnya riang. Ketika jihyo meminta klarifikasi yang pria itu maksud bukan bandar narkoba kan? Namun pria itu menjawab dengan entengnya, tentu saja itu bandar narkoba, memangnya menurut jihyo apa? Bangchan sepertinya bingung saat jihyo pergi dan marah.

Jihyo berusaha berkencan dengan dua pria lain sejak pindah ke Seoul. Yang pertama tidak percaya mandi-- lagi-lagi sesuatu yang diketahuinya lewat menguntit. Dan yang kedua pria yang tidak menghadiri kencan mereka.
Itu sebabnya dia melakukan pengintaian.

Dan sekarang mingyu. pria normal, memiliki pekerjaan , tak punya catatan kriminal, tak pernah ditilang dalam mengemudi dalam keadaan teler, itu spesies lumayan langka di jaman bebas seperti ini. Mata mingyu menyipit, seolah menerima tantangannya. "Nanti kutelpon. Apa Kau bebas akhir pekan ini?"
Hati jihyo berdebar-debar, dia tidak pernah mengalami kencan keempat sejak berumur delapan belas tahun. "Kurasa aku bebas hari jumat" gumamnya.

Mereka berdiri disebuah taman, mingyu mencondongkan tubuh lalu menciumnya, dan jihyo membiarkan. Ciuman yang panas. Sangat kompeten. Hingga akhirnya sebuah taxi datang dan jihyo masuk kedalamnya, mingyu dengan tak rela membiarkan jihyo pergi.
Di dalam taksi, jihyo menarik napas, ini akan jadi kencan keempatnya dan kencan sungguhan akan dimulai, dia harus siap jika harus tidur dengan seseorang selain Taehyung.

Jihyo mengeluarkan ponsel dan menelpon kakaknya.
"Dia lulus". Kata jihyo sebagai ucapan salam.
"Kau punya masalah?" sahut joy. "Buka hatimu dan singkirkan semua omong kosong itu. Soal Taehyung sudah bertahun-tahun berlalu".
"Ini tak ada kaitannya dengan Taehyung eon". Tukas jihyo, mengabaikan dengusan joy. "Tapi aku agak mengkhawatirkan namanya. Mingyu. Singkat sekali. Harusnya dia memakai marga seperti cha mingyu atau park mingyu, tidak menarik".
"Menurutku kedengarannya bagus". Tukas joy.
"yah..kau dan chanyeol".
"Lalu?" sahut joy riang, seolah menggerogoti telinga jihyo.

"Mingyu dan park jihyo, kurasa kurang cocok dan kedengaran jelek".
"Oke, kalau begitu putuskan saja hubungan kalian. Atau ajak pria itu ke pengadilan dan paksa dia mengganti nama. Dengar, aku harus pergi. Sudah waktunya tidur untuk kami orang-orang perkebunan".
"Baiklah, peluk cium untuk para keponakanku eon". Sahut jihyo. "Katakan pada yeonjun aku akan memberinya sepatu yang dia inginkan seperti janjiku. Dan untuk soobin, dia masih tetap kelinci kecilku, meskipun secara teknis dia sudah dewasa".
"Soobin!" teriak joy. "Kata aunty jihyo, kau masih kelinci kecilnya".
"Hore...!" terdengar suara keponakan laki-lakinya.
"Sudah dulu hyo". Ucap joy. "Hei, kau akan pulang kan saat panen?"
"Kurasa begitu. Sementara ini aku tidak punya proyek".

Meskipun jihyo memperoleh penghasilan layak sebagai desainer lanskap, sebagian pekerjaannya di garap oleh komputer. Kehadirannya hanya dibutuhkan dibagian akhir proyek. Lagi pula penen anggur yang melimpah Membuatnya layak untuk mengunjungi kampung halaman.
Jihyo melihat kilasan wajahnya di kaca spion, kebingungan dan kesedihan yang selalu dirasakannya bila teringat Taehyung.
"Brengsek kau, jungkook". Bisiknya. "kenapa kau tidak bisa tetap jaga mulut".

Love choice (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang