kegagalan Jihyo dalam menjalin sebuah hubungan, menjadikan sosok wanita cantik itu menjadi lebih waspada dan nyaris tak mau mengenal sosok pria kembali dalam hidupnya..
hingga suatu hari ia bertemu dengan seorang kepala polisi tampan yang banyak ber...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Dia anjing pintar". Ucap jihyo sambil mengeluarkan tisu dan dokumen-dokumen Bam berbarengan. "Dia bisa berkendara denganku. Anjing pendamping". Dia mengusap mata dan tersenyum lemah pada petugas pemeriksaan di bandara. "Boarding empat puluh menit lagi. Berikutnya". Jihyo duduk, kepala Bam langsung rebah di pangkuannya.
Ah ironis. Dia kembali ke bandara Incheon sekali lagi di campakkan. Air mata itu sepertinya tidak mau berhenti mengalir, tapi dia tetap mengusap-usap telinga Bam. Kedua kalinya pergi ke Jepang, dia melarikan diri dalam keadaan terguncang dan patah hati. Tapi kali ini, hatinya terbuat dari bahan yang lebih kuat. Masalahnya Jeon Jungkook begitu keras hati. Jihyo mencintainya, si bodoh besar. Tak seorangpun bisa melakukan apa yang telah dilakukan jungkook malam itu dengan pergi ke lokasi kecelakaan. Jungkook berkeliaran pada tengah malam buta yang dingin, mengukur ini itu, melakukan seluruh rekonstruksi kecelakaan, lalu mengetuk pintunya pada pukul tiga pagi hanya untuk menjelaskan semuanya pada jihyo.
Dasar pria. Bisa-bisanya mereka melakukan hal seperti ini, tapi benar-benar tidak berkata, kumohon jangan pergi, aku akan sangat kehilangan, aku mencintaimu. Hah? Kenapa?
Dia tidak akan menyia-nyiakan perjalanannya dengan menangisi Jeon Jungkook. Yah, oke. Dia akan menangisinya sepuluh menit lagi. Lalu dia akan benar-benar berhenti. Ada yang duduk di sebelahnya. Jihyo mendongak dan melihat rose. "Park jihyo. Sedang apa kau disini?" Dia memandang berkeliling lalu mengerutkan kening kepada jihyo. "Aku akan ke Jepang selama beberapa minggu". Sahut jihyo sambil mengusap mata. Rose tidak bertanya kenapa dia menangis. "Kau sendiri mau kemana?" "Los angels". "Asiknya..". Kata jihyo. "Cuaca disana cerah ya?". Demi Tuhan apakah dia dikutuk seumur hidup agar berusaha membuat rose menyukainya. "Ada urusan apa kesana?". "Kuliah". Gumamnya. "Program low-residency semacam kuliah jarak jauh". "Wah hebat". Jihyo membuka tisu lagi. "kau belajar apa?". "Pemasaran". Jihyo menatap rose sejenak. "Rose, kenapa sejak dulu kau membenciku?". "Kenapa kau ingin tahu?" Jihyo mengabaikan nada permusuhannya. "Karena pesawat terbang ku baru berangkat satu jam lagi?". Rose mulai tersenyum. Sesaat kemudian dia mengangkat bahu. "Alasan yang biasa. Memakai baju bekasmu ke sekolah, hal seperti itu". "Jadi sah-sah saja kau menindasku saat jam istirahat dan mengolok-olok di belakangku?. Saatnya untuk jujur. "Tidak". Rose menghela napas, membelai Bam lalu menatap jihyo dan mendesah. "Bukan kau satu-satunya yang jatuh cinta pada taehyung, nona superimut". Astaga. "Oh?". Rose memutar bola mata. "Yeah. Tapi kau tahu, jelas dia memilihmu dan bukan orang seperti aku". "Karena kau sangat jahat?". Rose tertawa. "Bukan seperti itu, aku hanya iri".
Jihyo merasakan sengatan simpati. Dia membayangkan jadi rose, melayani taehyung, membayangkan pria itu mencintai orang lain. Harus melayani meja saat pesta gladi bersih, dan kemudian menjadi tamu di upacara pernikahan. "Maafkan aku rose. Kalau aku pernah jadi orang yang menyebalkan". "Sebenarnya sejak dulu kau amat baik, jihyo". Dia menatap jihyo sekilas dan mengangkat bahu. "Kita harus berteman". Usul jihyo. "Kita mencintai pemuda-pemuda yang sama". "Tapi, aku tidak mencintai jungkook". Tukas rose. "Aku heran kau bisa tidak mencintainya". Ucap jihyo, dan hanya berpikir tentang pria itu sudah membuat matanya basah. Rose memandangnya dengan tatapan meremehkan. "Wow, parah juga ternyata". "Aku tahu". Jihyo sesegukan. Rose mulai tertawa. "Aku selalu duduk disebelah orang gila". Katanya. "tentu jihyo, mari kita berteman".