Tujuh

4 2 0
                                    

















Lea menangis meraung di dalam kamarnya setelah pergi dari hadapan ayahnya. Lea merasakan sakit yang teramat sangat dalam hatinya. Setiap hari ibu kandungnya sendiri menyiksa mentalnya. Ibu yang melahirkannya selalu mencari kesempatan untuk membuatnya merasa tidak berguna hidup di dunia. Begitupula bahu kokoh yang seharusnya menjadi sandaran baginya untuk mengistirahatkan tubuh serta pikirannya tidak pernah ia dapatkan. Papa kandungnya hanya bertanggung jawab dari segi materi saja. Sama sekali tidak pernah memikirkan apakah putrinya bahagia atau sebaliknya.

Kehidupan yang menyakitkan seolah sudah menjadi temannya sehari-hari. Hidup yang bahkan sama sekali tidak berpihak padanya. Ia hanya ingin sedikit saja bahagia sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya.

"BRENGSEK!!! SEMUANYA BRENGSEK" teriak Lea lelah.

Ya Lea lelah. Lelah dengan penyakitnya, lelah dengan keadaan keluarganya, dan lelah dengan takdirnya.

"Kenapa? Kenapa harus gue? Gue cape. Gue pengen ngerasain bahagia seperti anak-anak yang lain. Gue pengen keluarga gue perhatian sama gue walaupun gak bakalan menyatu layaknya keluarga. Gue cape, gue sakit. TUHAN KENAPA HARUS GUE? KENAPA TAKDIR GUE SEPAHIT INI? KENAPA TUHAN? KENAPA?" ujar Lea sakit.

Dada Lea terasa berdenyut nyeri, rasa pening di kepalanya mulai menyerangnya. Pastinya penyakit sialan itu kembali menyerangnya.

Dikala dadanya berdenyut nyeri, tiba-tiba ada notifikasi pesan di ponselnya.

+62813********

|Sayang!|

|Ini aku Zefa😁|

|Sayang kamu tadi kemana?😥|

|Aku nyariin kamu lho. Aku tadinya mau ajak kamu pulang bareng tau😥|

Ternyata itu Zefa, pria keras kepala yang menjebaknya dalam permainan suatu hubungan.

Dada Lea semakin nyeri dan kepalanya seperti mau pecah. Rasa pening di kepala Lea tak tertahankan.

Lea mengeklik nomor ponsel Aldi Sanjaya. Lea berharap Aldi akan mengangkat teleponnya dan memperhatikannya.

PAPA

{Hallo Lea ada apa?}

{Papa, Lea sakit}

{Minum obat kamu aja Lea, Papa lagi sibuk. Lagian kamu pasti cuma sakit demam kan?}

{Papa.....}

Belum selesai Lea berbicara, Aldi sudah mematikan sambungan teleponnya secara sepihak.

Lea sangat terluka dengan semua perlakuan Aldi. Lea hanya ingin, sedikit perhatian dan rasa khawatir dari Aldi. Namun sepertinya itu hanyalah mimpinya yang indah karena pada kenyataannya tak ada siapapun yang dapat mengerti keadaannya.

"Papa, Lea sa..sa..kit. Le..Le..a bukan sakit biasa. Lea sakit parah, ha... hati Lea sakit Pa. Lea cuma butuh Papa" keluh Lea dengan lemah.

Nafas Lea semakin tidak beraturan. Rasa sesaknya semakin menjadi-jadi. Lea juga lupa dia belum menebus obat-obatan yang akan meringankan rasa sakitnya.

Abang Fian🐖

{Hallo Dek, ada apa?}

{Abang sa..sa..kit. Tolong Lea}

TIRAI LUKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang