Dua Puluh Empat

12 0 0
                                    

"Nggak... I..in..ini gak.. ini gak mungkin. Lea baik-baik aja. Dia gak mungkin sakit separah itu. Fian kamu bohong kan?" Tanya Chika tak percaya.

Iya, Chika adalah orang yang datang ke kediaman keluarga Sanjaya. Sebenarnya Chika datang untuk mengantarkan ponsel milik Fian yang tertinggal di rumah sakit. Tapi saat ia datang ternyata ia di kejutkan dengan kebenaran yang lain mengenai sang adik.

"Semuanya bener. Karena penyakitnya, Lea mimisan seperti yang Lo liat tadi di rumah sakit" jawab Fian jujur.

Chika masih tidak bisa mempercayai apa yang dikatakan oleh Fian. Selama ini adiknya baik-baik saja. Tak pernah sekalipun Lea mengeluhkan sakit atau apapun itu. Jadi tidak mungkin jika Lea mengidap penyakit mematikan seperti itu.

"Kenapa? Kenapa semuanya jadi gini?" Tanya Chika lirih.

"Kamu lagi bercanda kan sayang?" Tanya Risa yang juga merasa terkejut.

Risa merasa bersalah karena selama ini dirinya membenci gadis tak berdosa. Risa tak tau mengapa kini hatinya tiba-tiba saja meluluh ketika mengetahui kebenaran tentang Lea putri kandung suaminya.

"Semuanya gak bener. Anak Papa gak mungkin menderita penyakit sialan itu. LEA GAK MUNGKIN PUNYA PENYAKIT SIALAN ITU. KENAPA HARUS LEA, TUHAN?" Teriak Aldi frustasi.

"Itu kenyataannya. Tapi untuk saat ini pura-pura aja gak tau menahu soal ini. Lea akan semakin drop kalo tau semua orang tau tentang penyakitnya" ujar Fian meminta agar semua orang berpura-pura tidak tau apapun.

Gagal! Itulah yang kini sedang dirasakan oleh Aldi. Aldi gagal dalam memahami situasi putrinya sendiri. Bukankah seharusnya Aldi adalah orang pertama yang harus mengajarkan tentang apa itu rasa cinta terhadap putrinya? Tapi nyatanya ia gagal melakukannya.

Putri satu-satunya yang bahkan sama sekali tidak pernah sekalipun ia perhatikan dengan tulus kini harus menderita karena penyakit sialan itu. Putri kecilnya yang tak pernah sekalipun ia tanyai bagaimana keadaannya kini hanya memiliki waktu sebentar membersamainya.

"Mama gak tau harus gimana, Mama gak bisa berfikir jernih sekarang" ujar Risa bingung.

"Cukup terima Lea menjadi putri Mama. Kasih sedikit aja kasih sayang Mama untuk dia. Kasih dia kesempatan untuk mengecap sedikit kasih sayang seorang ibu yang gak pernah dia dapatkan dari IBU KANDUNGNYA SENDIRI" jelas Fian dengan menekan kata-kata terakhirnya.

Fian sengaja menekankan kata-kata terakhirnya untuk menyindir Chika. Entah mengapa Fian membenci semua orang yang menyakiti adiknya itu tak terkecuali Ibunya sendiri. Kasih sayangnya pada Lea melebihi kasih sayangnya terhadap keluarganya sendiri.

Chika sama sekali tidak menghiraukan ucapan Fian yang menyindirnya. Mau mengelak seperti apapun itu tetap saja kebenaran adalah kebenaran. Chika sekarang hanya mampu menangis dan menangis. Tak tau apa yang harus di lakukan oleh Chika.

"Papa mau ketemu sama Lea. Sekarang anterin Papa ke rumah Om Anton" pinta Aldi tiba-tiba. Baru saja Aldi akan melangkah tiba-tiba Fian menghentikannya.

"Lea di rumah sakit!" Seru Fian dingin.

"Lagi?" Tanya Aldi tak menyangka. Pasalnya yang ia tau hari ini Lea di izinkan untuk pulang.

"Jadi bener 3 hari terakhir ini Lea di rawat di rumah sakit?" Ucap Chika yang ikut bertanya.

"Iya tiga hari terakhir Lea di rawat di rumah sakit. Dan untuk pertanyaan Papa, Lea kembali ke rumah sakit untuk percobaan bunuh diri" jawab Fian.

"Bunuh diri?" Ulang Risa.

"Iya Ma, ini juga kali ketiga Lea melakukannya" ucap Fian.

Sebenarnya Fian sakit ketika mengingat bagaimana kejadian percobaan bunuh diri yang di lakukan oleh Lea.

Flashback On

"Lea anak haram! Lea anak haram! Lea anak haram!" Ejek teman-teman Lea semasa SMP.

Teman-teman Lea mengejek Lea sebagai anak haram setelah tau kenyataannya bahwa Lea anak yang terlahir dari hubungan yang tidak sah. Entah bagaimana bisa berita itu bisa tersebar tapi yang jelas mereka semua tau tentang asal usul Lea.

"Lea bukan anak haram! Hiks hiks Lea anak Bunda. Lea bukan anak haram hiks hiks! Abang Lea takut hiks hiks!" Tangis Lea sembari berlari keluar dari area sekolahnya.

Lea terus berlari tak tentu arah. Lea sama sekali tidak memikirkan apapun kecuali pergi sejauh mungkin dari sekolah itu. Lea tidak mau mendengar semua caci maki dari teman-temannya.

"Abang Lea bukan anak haram hiks hiks! Abang Lea takut" rintih Lea sembari terus berlari tak tentu arah.

Lea berhenti di suatu tempat yang cukup sepi. Lea merogoh saku rok sekolahnya dan mengambil sebuah pisau lipat yang selalu ia bawa untuk berjaga-jaga. Lea melihat pisau lipat itu dengan mata yang berkaca-kaca karena tangisnya. Lea berpikir bahwa dirinya tak pantas hidup karena hanya akan menjadi beban untuk keluarganya saja.

"Lea pantes mati" ucap Lea. Dan akhirnya....

Jleb

Sebuah pisau tertancap di perut Lea. Peristiwa itu tak luput dari sorotan mata Fian. Sebenarnya Fian ingin menjemput Lea ketika ada salah satu teman Lea mengatakan jika Lea pergi dari sekolah. Tapi saat ia akan sampai di sekolah, Fian mendapati Lea yang sedang berdiri sembari menangis.

Baru saja Fian turun dari mobil dan akan menghampiri Lea, tiba-tiba saja Lea menancapkan sebuah pisau di perutnya. Seketika dunia Fian benar-benar hancur saat melihat sang adik melakukan hal di luar batasannya.

"LEA!!!" Teriak Fian kencang.

Lea memberikan senyuman tipisnya dengan kesadaran yang tersisa. Lea bahagia karena Fian dapat menjumpainya di waktu yang tepat. Karena bagi Lea, Fian-lah satu-satunya orang yang dapat ia percaya di kala itu.

"Dek dengerin gue, Lo harus tetep buka mata Lo. Lo gak boleh tidur. Gue di sini, kita bakalan ke rumah sakit sesegera mungkin. Inget jangan tidur" pinta Fian terus mengajak Lea berbicara.

Fian menggendong Lea sampai ke dalam mobil. Setelah melekatkan Lea pada kursi penumpang, Fian langsung masuk ke dalam mobilnya dan melajukannya ke rumah sakit. Di perjalanan Fian terus mengajak Lea berbicara dan terus menekan luka di perut Lea agar darahnya tidak terus keluar.

Dan kala itu juga Aldi dan David membungkam seluruh mulut yang mengatai Lea dan menutup mulut mereka semua untuk tidak pernah membeberkan fakta mengenai Lea. Ketika itu juga tidak pernah ada lagi yang membahas mengenai Lea hingga saat ini. Tidak pernah ada lagi informasi pribadi Lea yang bocor.

Flashback off.

Aldi semakin merasa gagal menjadi seorang ayah untuk putri bungsunya itu. Aldi sama sekali tidak pernah tau bagaimana sakitnya Lea menghadapi seluruh dunia yang mencacinya? Aldi sungguh merasa sangat gagal. Aldi kira selama ini Lea bahagia dengan seluruh kasih sayang yang di berikan oleh Anton tapi nyatanya Lea tetaplah seorang anak perempuan yang membutuhkan ayah kandungnya sendiri untuk memberikannya kasih sayang.

Semuanya masih merasakan sakitnya masing-masing. Menghadapi rasa kecewa terhadap dirinya sendiri. Kecewa karena tidak bisa menjaga apa yang seharusnya di jaga. Mereka semua tetap sama yaitu memiliki tirai lukanya masing-masing.

TIRAI LUKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang