09. Edna

1.4K 163 15
                                    

Diana membuka matanya perlahan, berusaha melihat ke sekitar yang terasa tidak asing.

"Ah..."

"aku disini lagi. Ini tempat yang sama seperti saat pertama kali aku bertemu dengan Diana."

"Disini... gelap." gumamnya sambil menunduk mencengkram erat bahunya sendiri, ia sering melakukannya ketika merasa takut, bingung, stres, dan marah. Diana berusaha tenang dengan mengatur napasnya.

"padahal dulu aku sangat takut dengan kegelapan. Tapi entah mengapa semenjak aku berada di tubuh ini, rasanya kegelapan tidak terlihat menakutkan walaupun sedikit, apakah karena tubuh ini yang sudah terbiasa?" lanjutnya yang sedang mencoba untuk tidak mempererat cengkramannya, ia kemudian memasang posisi tidur terlentang.

Diana tidak bisa melihat apapun, semuanya gelap. Yang bisa ia lihat hanyalah titik titik cahaya terang di atas kepalanya yang terlihat sangat jauh di atas sana. Mereka bersinar sangat terang dan bertaburan di segala tempat, seperti cahaya terang yang menghiasi langit malam. Cantik, kata itulah yang mewakilkan pemandangan yang dilihat oleh Diana saat ini.

Ia melamun, sambil terus memandangi cahaya cahaya terang yang berkelap kelip tersebut sambil terus melontarkan berbagai macam pertanyaan ke dirinya sendiri seperti "apakah aku benar benar sudah mati?"

Pertanyaan itu terus terusan berputar di kepalanya. Saat memikirkan pertanyaan itu, Diana tidak merasakan rasa sedih, marah, maupun penyesalan. Hatinya malah terasa lebih lega.

"aku tidak tau apakah ini dapat dibilang menyenangkan atau menyedihkan? Waktu yang kuhabiskan disini sangat sebentar. Tapi entah mengapa, rasanya seperti sudah bertahun tahun saja waktu yang ku lalui. Entah mengapa, rasanya kehidupan keduaku ini sangat membingungkan... Apa di kehidupan aneh ini, aku mati secepat ini? haha, payah sekali. Aku bahkan tak bisa bertahan dari orang sinting itu" ucapnya sambil menghela napas kasar. Diana berdiri sambil meregangkan otot ototnya yang terasa kaku.

"Yah.. itu perjalanan yang menyenangkan dan menegangkan bukan?" ucap seseorang.

Diana langsung kaku di tempat

Itu bukan suara milik Diana yang asli seperti sebelumnya. Suara itu persis seperti suara dari cahaya cahaya terang yang pernah muncul di mimpinya beberapa hari yang lalu.

Diana bukannya tidak melupakannya karena mimpi itu aneh ataupun menyeramkan. Tapi karena mimpi itu terasa terlalu nyata untuk disebut sebagai mimpi.

Diana langsung membalikkan badannya sambil memasang kuda kuda siaga, walau ragu untuk melihat sosok yang di belakangnya, tapi rasa penasaran Diana mengalahkan rasa takut. Ia penasaran apakah yang ia lihat di dalam mimpi itu sungguhan atau hanya mimpi belaka saja.

Tapi saat melihat ke belakang, sosok yang ia lihat saat ini sangat berbeda dengan yang ada di mimpinya, ia memiliki telinga runcing seperti deskripsi ciri ciri milik Elf, ukuran tubuhnya yang seperti anak berumur 14 tahun, tapi yang membedakan dari elf ia memiliki sayap yang bercahaya sangat terang.

"Siapa kau?" Diana menatapnya tajam.

"Oh saya? Perkenalkan saya Edna, spirit yang diutus oleh yang mulia untuk melindungi anda sementara" jawabnya penuh semangat, sambil membungkuk memberikan salamnya

***

"aku masih tidak dapat memahaminya walau kau mengatakannya berulang kali, kenapa kau menolongku?" Diana memijat pelipisnya sambil memejamkan matanya berusaha untuk mencerna perkataan tidak masuk akal dari Edna.

Jika bisa dikatakan, ini adalah momen yang benar langka disaat spirit yang tidak terikat kontrak dengan orang tersebut malah meminjamkan kekuatannya, mengingat sifat para spirit yang sombong dan angkuh tetapi malah membantu. Itu jarang sekali terjadi, bahkan hampir tidak pernah terjadi.

Aku Antagonisnya kan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang