Suara pekikan histeris dari Jenggala membuat Sahmura menarik Daksa dengan paksa. Membawa adiknya keluar dari ruangan Jenggala. Di dalam, Jenggala sedang berusaha di tenangkan oleh sang mama. Sedangkan papanya mencari dokter.
"Lihat! Ini hasil dari perbuatan lo!" Telunjuk Sahmura menekan dada Daksa. Memojokkan anak itu ke dinding.
Tatapan Daksa kosong. Wajah ketakutan Jenggala masih ia ingat dengan jelas. Bahkan Jenggala tak segan melempar barang-barang ke arahnya. Daksa belum pernah menyaksikan titik terlemah dari seorang Jenggala.
"Secara fisik, lo bukan pembunuh. Tapi secara mental, lo itu pembunuh, Daksa!" ucap Sahmura lagi.
Air mata Daksa menetes tanpa disadari. Beradu dengan isakan Sahmura. Sahmura merasa sakit kala mengingat kondisi mental Jenggala yang tidak baik-baik saja. Mental anak itu sudah kacau, semenjak kakek meninggal.
Belum lagi Jenggala harus mendapat tekanan dari keluarganya sendiri. Sungguh, Sahmura merasa marah pada dirinya sendiri saat ini. Marah, karena merasa tidak bisa melakukan apa-apa.
"G-gue cuma takut, Bang. Takut Jenggala merebut semuanya dari gue." gumam Daksa. Namun Sahmura masih menangkap suara anak itu dengan jelas.
"Ini salah satu sifat yang paling gue benci dari lo. Lo egois, selalu mau menang sendiri. Gue, dan Jenggala itu kakak lo. Anak-anak Mama dan Papa juga. Kami berhak mendapat kasih sayang yang sama. Lo egois, Daksa."
"Gue tau! Gue memang egois! Itu semua karena gue takut Mama dan Papa nggak sayang gue lagi!"
"Konyol! Setiap orang tua punya kasih sayang untuk anak-anak nya. Pemikiran lo terlalu bodoh!"
"Stop! Coba gue tanya, sebelum Jenggala dateng ke rumah, siapa yang paling keras menentang? Siapa yang berantem sama Papa, hanya karena nggak setuju adiknya pulang ke rumah? Gue?"
Sahmura telak bungkam. Ia dan Daksa memang tidak ada bedanya. Sama-sama takut kehadiran Jenggala akan merenggut semuanya. Mereka sudah biasa hidup tanpa Jenggala selama sepuluh tahun ini.
Jadi ketika papa mengatakan akan membawa pulang Jenggala, Sahmura ketakutan. Benar-benar takut jika kasih sayang mama dan papa akan terbagi. Ia belum siap.
Sampai dua tahun tinggal bersama Jenggala, Sahmura begitu banyak merasakan perbedaan. Bukan tentang sikap mama atau papanya, tapi tentang bagaimana Jenggala menjaga jarak dari mereka.
Jenggala tak suka memulai pembicaraan terlebih dahulu. Anak itu akan diam, bila tidak ada yang memintanya untuk bersuara. Jenggala juga tak suka mencari perhatian pada mama dan papanya. Anak itu mandiri dengan berusaha sendiri. Melakukan semuanya sendirian.
Sampai akhirnya, Sahmura luluh. Dan mulai menerima kehadiran Jenggala, walau pun belum bisa memperbaiki hubungan mereka. Dan disaat ia mencoba untuk belajar, Daksa justru menghancurkan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Kedua
Teen FictionKetika anak pertama merasa memiliki beban karena selalu di tuntut untuk menjadi yang terbaik, anak bungsu mengeluh karena merasa harus menuruti setiap perintah kakak-kakaknya. Namun di sisi lain, ada anak kedua yang kehadirannya sering kali dilupaka...