Lembar 24; Kenangan Semu

8.7K 571 97
                                    

Jenggala tersenyum puas melihat maha karya di depannya yang baru saja ia selesaikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jenggala tersenyum puas melihat maha karya di depannya yang baru saja ia selesaikan. Ruang belajar yang dulu digunakan sebagai ruang kerja Nuraga, kini sudah Jenggala sulap menjadi sebuah ruangan bernuansa romantis. Karena hari ini, adalah hari ulang tahun pernikahan Nuraga dan Dayita.

Melirik jam dinding, Jenggala memutuskan untuk bersiap-siap. Sebentar lagi pasti keduanya akan pulang. Sebelum itu, Jenggala memang meminta Nuraga serta Dayita untuk langsung ke ruangan ini setelah sampai. Untung nya saja, keduanya langsung menyetujui tanpa banyak bertanya.

Di tengah langkahnya, Jenggala tak sengaja berpapasan dengan Daksa yang sepertinya baru saja pulang. Baju basket masih terpasang di tubuh anak itu, serta keringat yang masih sesekali menetes di pelipisnya.

"Habis ngapain lo?" Daksa bertanya, seraya mendudukkan dirinya pada sofa.

"Nggak ngapa-ngapain."

"Oh? Lo mulai rahasia-rahasiaan sama gue?" Sudut bibir Daksa naik, tersenyum remeh pada Jenggala yang acuh di sana. "Jangan aneh-aneh, inget, lo cuma numpang di sini."

Jenggala membuang pandangannya pada vas bunga kesayangan Dayita. "Gue tahu. Nggak perlu lo ingetin, gue akan selalu inget sampai mati."

"Baguslah," Kedua tangan terlipat di depan dada, Daksa nampak puas dengan jawaban Jenggala. "Jangan pernah lupa lo itu siapa di sini. Sekalipun kita sepupu, tapi lo bukan anak kandung Mama sama Papa. Jangan bertindak sebagai penguasa, karena sampai kapan pun juga, posisi gue nggak akan pernah bisa lo ganti gitu aja."

Atas ucapan itu, kali ini, Jenggala akhirnya menjatuhkan pandangannya pada Daksa. "Segitu nggak maunya lo terima gue? Iya, gue memang bukan kakak kandung lo, tapi, kita masih saudara. Apa yang buat lo benci banget sama gue?"

"Lo nanya?" Sorot mata Daksa begitu dingin saat bertemu dengan kedua mata Jenggala. Lalu, anak itu kembali bersuara, "Dari awal lo dateng ke rumah ini, gue nggak suka. Gue memang nggak begitu inget kenapa lo bisa jadi bagian dari keluarga gue, tapi, walau demikian, rasa benci dan nggak suka itu hadir gitu aja. Hati gue nggak mungkin salah. Kehadiran lo memang cuma beban. Dimana, awal-awal kehadiran lo, bikin Mama sama Papa selalu berantem. Lo kaget, 'kan? Lo inget Mbak Ani? Gue tahu semuanya dari Mbak Ani."

Jenggala terdiam, sembari mengingat kembali sosok yang baru saja Jenggala sebutkan. Sebuah nama yang tak asing di telinga. Dan, seketika Jenggala ingat siapa sosok Mbak Ani itu. Perempuan itu adalah perawat yang sempat bekerja di sini. Sebagai pengasuh Daksa sampai usia Daksa menginjak sepuluh tahun.

Setelah itu, Mbak Ani memutuskan untuk keluar dan pindah ke luar kota. Sejak saat itu, Jenggala tak tahu lagi bagaimana kabar Mbak Ani. Dan hari ini, Daksa kembali menyebutkan nama perempuan itu, sembari membawa fakta yang juga baru ia ketahui.

Melihat Jenggala terdiam, Daksa kembali berkata. "Kenapa lo harus hadir? Dunia nggak mau terima lo, nyatanya, semesta bikin takdir ini buat lo. Jenggala, dari awal, kayaknya lebih bagus lo nggak perlu lahir. Dengan begitu, nggak akan ada yang menderita di sini."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 27, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

|✔| Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang