"Kamu beneran nggak keberatan, Nak?" Andika yang kini duduk di tepi ranjang Jenggala, dan bersebelahan dengannya, menggenggam tangan anak itu erat.
"Sama sekali enggak, Pa. Ayo kita pergi jauh dari sini. Kita buka lembaran baru, yang seharusnya kita buka dari dulu." katanya yang membuat Andika tersenyum yakin.
"Hari ini mau ke rumah Mama dan Papa? Kamu nggak apa-apa ketemu dia?"
"Aku nggak apa-apa. Sejahat apa pun masa lalu, dia tetap keluarga aku, Pa. Daksa tetap sepupu aku. Nggak ada alasan untuk benci sama dia selamanya. Lagian, dia udah dapat pelajaran dari semua hal yang dia lakuin. Cukup dengan sanksi sosial, itu udah membahayakan mental dia."
Andika bangga. Maka ditarik tubuh kurus itu ke dalam pelukan. Sesekali memberi kecupan kecil di puncak kepala Jenggala.
Memang benar. Setelah berita itu menyebar, sekolah terpaksa mengeluarkan Daksa. Belum lagi, teman-temannya yang kini ikut mengucilkan Daksa.
Sudah hampir seminggu. Dari berita yang Andika tangkap, Daksa telah berubah menjadi pribadi yang pendiam dan gampang tersulut emosi. Anak itu akan mengamuk dan tak segan melukai diri sendiri.
Keadaan mental Daksa tak baik-baik saja akhir-akhir ini. Demikian, Jenggala masih rutin menjenguk tanpa sepengetahuan Daksa.
Jenggala hanya akan berdiri di luar pintu kamar Daksa, selagi mendengar anak itu berteriak histeris. Atau mendengar suara lirih Dayita yang menangis.
Tak ada yang menginginkan ini semua terjadi. Jika boleh dikata, Jenggala merasa menyesal. Namun saat mengingat apa yang sudah Daksa lakukan, penyesalan itu sedikit berkurang.
Dan lusa, Andika berencana akan pindah ke Jepang bersama Jenggala. Mereka akan meninggalkan kota penuh luka ini. Disana, mereka akan membuka lembaran baru, hanya berdua.
Kini Andika dan Jenggala sudah berada di rumah Nuraga dan juga Dayita. Sepasang suami-istri itu hanya mampu tersenyum dalam diam. Andika tak buta, dia menyadari betul perubahan drastis yang terjadi pada keluarga kakak dari mendiang ibunya Jenggala tersebut.
"Saya dan Jenggala datang, bermaksud untuk pamitan." ucap Andika membuka pembicaraan.
Dayita tersentak. Wanita itu menatap Andika dan Jenggala bergantian, lalu bertanya. "Pamitan? Maksud kamu apa?"
Untuk sejenak, sebelum memberi penjelasan, Andika melirik ke arah sang putra. "Saya dan Jenggala akan pindah ke Jepang. Kami akan tinggal di sana, dan tak akan pernah kembali ke sini."
Penjelasan Andika membuat Dayita berpindah duduk. Kini wanita itu sudah berada di samping Jenggala, meraih tangan anak itu yang terasa dingin.
"Itu benar, La? Jenggala mau pergi ninggalin Mama?"
"Maaf, Ma." Jenggala menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Dulu, saat ia harus berpisah dengan mamanya, rasanya tak se-menyakitkan ini. Namun mengapa sekarang rasanya tak rela?
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Kedua
Teen FictionKetika anak pertama merasa memiliki beban karena selalu di tuntut untuk menjadi yang terbaik, anak bungsu mengeluh karena merasa harus menuruti setiap perintah kakak-kakaknya. Namun di sisi lain, ada anak kedua yang kehadirannya sering kali dilupaka...