Jenggala dan Tama sampai di arena yang telah Lino katakan pada Sena. Malam ini, baik Tama dan Jenggala, keduanya tidak mengijinkan Sena untuk turun. Terlalu bahaya. Mereka takut tidak akan bisa melindungi cowok itu.
Tangan Jenggala sudah cukup membaik. Sudah cukup bisa untuk di gerakkan dengan bebas. Kini Jenggala hanya terduduk di atas motor, selagi menunggu Tama melihat sekeliling arena.
Sosok Lino muncul dari balik kerumunan menghampiri Jenggala yang masih berada di atas motornya. Lino tidak menaruh curiga pada sosok Jenggala yang masih mengenakan helm.
Malam ini, Jenggala sengaja memakai pakaian milik Daksa, bahkan diam-diam membawa motor anak itu. Ah tidak, motornya yang saat ini sudah menjadi milik Daksa.
"Siap?" tanya Lino dengan seringai tipis di bibirnya.
Jenggala mengangguk. Lalu mengetik sesuatu di ponselnya. Begitu suara notifikasi terdengar, Lino meraih ponselnya yang berada di saku jaket. Membaca deretan pesan dari nomor tak dikenal.
Lalu Lino menatap sosok yang masih duduk di atas motor. "Nomor baru? Ah, gue tau, supaya nomor lo nggak dilacak sama bokap? Cih! Anak mami." ucap Lino kemudian.
Tak ada tanggapan apa pun. Jenggala menyalakan mesin motor, lalu melaju meninggalkan Lino yang juga beranjak pergi ke arah motornya sendiri.
Kini Lino dan Jenggala sudah berada di garis start dengan mesin motor yang mereka derukan. Sorakan penonton menjadi pemecah hening di malam yang mendung itu.
Saat perlombaan di mulai, kedua motor tersebut melaju membelah jalanan. Memangkas jarak dengan kecepatan. Di arena, Tama hanya bisa melihat siluet Jenggala yang perlahan menghilang.
Seraya berdoa, semoga tidak terjadi apa-apa. Semoga Lino tidak berbuat curang, yang justru akan membahayakan Jenggala nantinya.
Hampir dua puluh menit menunggu, Tama mulai gelisah saat tak ada satu pun dari sosok Jenggala dan Lino yang terlihat di jalanan. Bisik para penonton yang keheranan membuat Tama semakin gelisah.
Baru saja langkah kaki Tama hendak berjalan ke arah motornya, sosok Lino datang dengan kecepatan penuh. Ketika cowok itu membuka helm, raut wajah marah bercampur emosi menjadi satu-satunya hal yang Tama tangkap.
"Brengsek!" umpat Lino begitu sampai dihadapan Tama.
Mengabaikan umpatan dari Lino, Tama justru mengedarkan pandangannya ke sekitar. Lalu saat tak juga mendapati tanda-tanda keberadaan Jenggala, Tama kembali menatap Lino tajam.
"Dimana temen gue?"
"Argh, sial! Bisa-bisanya lo berdua jebak gue? Siapa dia? Siapa orang yang baru aja balapan sama gue?"
Merasa tak ada gunanya lagi menutupi hal ini, Tama berkata. "Jenggala. Dia Jenggala, kakaknya Daksa."
"Shit!" Lino membuang ludah kasar, seraya mengacak rambutnya frustasi. "Sekarang ikut gue!" Tangan Tama di tarik dengan kasar oleh Lino.
KAMU SEDANG MEMBACA
|✔| Kedua
Teen FictionKetika anak pertama merasa memiliki beban karena selalu di tuntut untuk menjadi yang terbaik, anak bungsu mengeluh karena merasa harus menuruti setiap perintah kakak-kakaknya. Namun di sisi lain, ada anak kedua yang kehadirannya sering kali dilupaka...