"Alden, bangun. Udah pagi." Terdengar suara Abi dari luar membangunkanku. Meski sudah jam 7 lewat, aku masih enggan untuk bangun. Aku masih enggan menerima kenyataan apa yang disaksikan mataku semalam. Kenyataan itu terlalu pahit hingga bekasnya masih terasa sampai sekarang.
"Alden, bangun sayang." Panggil Abi sekali lagi yang mau tak mau, aku harus bangun.
Huftt.... Aku menghela nafas panjang, anak macam apa aku ini yang membalas kasih sayang yang diberikan seorang ayah dengan perasaan cinta.
Aku langsung masuk ke kamar mandi, mencuci muka dan menyikat gigi kemudian bergabung dengan Abi dan om Julian di meja makan.
"Pagi Alden." Sapa om Julian terdengar ceria. Aku tak membalasnya, hanya menarik kursi di samping Abi.
"Gimana tidurnya Den?" Tanyanya yang masih tak kujawab. Aku hanya mengangkat bahu. Lagian, apa coba maksud dia menanyakan itu, ingin agar aku menanyakan pertanyaan yang sama gitu.
"Ah om Julian nyenyak banget tidurnya semalam. Ternyata tidur di desa emang bisa membuat tidur nyenyak yah?" Ucapnya tanpa ada yang tanya.
Yang buat sarapan pagi ini masih dia. Ada nasi goreng, pan seared ayam dan telor rebus. Untuk kedua kalinya, aku memakan masakan orang yang paling aku benci di dunia ini.
Dibanding dengan kemarin, hari ini om Julian jauh lebih menjengkelkan. Ia bercerita banyak hal tentang kehidupan yang kami tinggalkan, bercerita banyak hal tentang pencapaian dia yang semuanya ia tujukan untuk mendapat perhatian Abi. Sedang Abi sendiri terlihat dingin dan terlihat berusaha menghindari om Julian.
"Eh astaga, liat Abi lu tuh Alden, makan masih kek kecil aja." Ucap om Julian menarik lembaran tissue dan mengusap mulut Abi yang di ujung bibirnya tersisa saos sambel. Itu cuman secuil doang ladahal.
Abi menepis tangan om Julian, tanpa berkata-kata, Abi menarik tissue lagi di depan kami dan mengelap mulutnya sendiri. Kulihat ekspresi kekecewaan om Julian, tetapi bukan berarti ia menyerah mendekati Abi.
Melihat adegan itu pagi-pagi, aku langsung kehilangan selera makan, aku hanya memasukkan dua sendok nasi goreng ke dalam mulutku kemudian meninggalkan meja makan. Hatiku akan makin sakit jika harus lama-lama di meja makan dan harus menyaksikan apa lagi yang akan mereka pertontonkan. Coba saja aku bisa melenyapkan si Julian dari muka bumi ini.
"Kenapa sayang?" Tanya Abi melihatku berdiri, sedang nasi goreng di piringku belum habis setengahnya.
"Udah kenyang." Jawabku lalu meninggalkan meja makan.
Aku masuk ke kamar, mengganti bajuku kemudian pergi ke rumah nenek. Aku tak sanggup bertahan di rumah ini jika hanya melihat kemesraan mereka berdua. Abi memang terlihat dingin, terlihat menghindari om Julian tetapi sikap dinginnya itu tidak akan mengubah fakta hubungan yang mereka lakukan semalam di depan mataku.
Aku mengayuh sepedaku yang seharusnya tujuanku ke rumah nenek, tapi entah, aku tak punya tujuan. Aku hanya mengayuh sepedaku sejauh mungkin yang aku bisa, berharap ingatan itu bisa terhapus dari kepalaku. Aku berhenti di sebuah jembatan penghubung antara kampungku dan kampung sebelah. Tak ada rumah penduduk di dekat jembatan itu. Aku bisa melakukan apapun yang aku mau tanpa ada orang yang melihatku.
Aku tak segila itu untuk mengakhiri hidupku, yang kulakukan hanyalah berteriak sekencang-kencangnya, kemudian tangisku pecah yang tanpa bisa kubendung lagi.
"I hate you, Bi. I hate you." Umpatan itu yang terus kuteriakkan sambil terus terisak.
Meski tak sepenuhnya lega, tetapi paling tidak, rasa sesak di dadaku sedikit berkurang. Aku pulang ke rumah, aku harus bisa menerima kenyataan dan kembali ke kenyataan lainnya bahwa aku ini hanya anak Abi. Apa yang kuharap lebih dari itu?
![](https://img.wattpad.com/cover/303833783-288-k702541.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
StepFather
RomanceSetelah ibunya meninggal, Alden memilih mengikuti Abi, ayah tirinya, untuk pindah ke kampung. Hidup Alden berubah setelah ia pindah ke kampung halaman Abi. Ia yang dulunya tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu apalagi ayah kini ia bisa dapat...