Chapter 7 - Secrets

306 64 2
                                    

Malam ini udaranya cukup dingin, membuat seseorang yang sedang tidur itu semakin mengeratkan selimutnya.

Napasnya terdengar teratur dengan matanya yang terpejam rapat. Namun raut wajahnya tidak terlihat tenang, berulang kali wajah itu mengerutkan keningnya. Di sertai keringat yang tanpa di ketahui menetes di pelipisnya.

Kini napasnya tidak lagi teratur, terengah-engah seperti habis lari maraton mengelilingi satu lapangan yang luas. Selang beberapa detik mata itu terbuka, dengan ekspresi wajah yang seperti sedang ketakutan.

Napasnya memburu tak karuan, dadanya pun mulai terasa sesak. Cowok itu langsung bangun dari tidurnya, dan berusaha mengatur napasnya sambil memejamkan mata.

Tangan kanannya berusaha meraba meja nakas di samping tempat tidurnya, dengan kondisi kamar yang gelap cowok itu meraih teko yang berisi air lalu menuangkannya ke dalam gelas.

Cowok itu meminum sesuatu yang sempat ia ambil tadi di atas nakas, lalu meraih gelas dengan tangan yang gemetar dan meminum airnya hingga tak tersisa. Namun dadanya masih terasa begitu sesak, membuat dirinya sulit untuk bernapas.

Kemudian, cowok itu pun langsung beranjak dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi dengan langkah yang terseok-seok, sambil terus memegangi dadanya yang terasa di himpit sesuatu.

Sesampainya di depan wastafel, cowok itu langsung membasuh wajahnya dengan air. Kemudian ia terlihat berusaha mengatur napasnya yang belum teratur. Setelah dirasa cukup, cowok itu mengangkat kepalanya. Menatap pantulan wajahnya di kaca, wajah itu terlihat kelelahan dan sedikit pucat.

"Huh.." desah cowok itu sambil mengusap wajahnya.

Setelah keluar dari kamar mandi, cowok itu menyalakan lampu kamar. Lalu berjalan menuju nakas dan mengambil ponsel, menyalakannya dan melihat jam yang menunjukkan pukul satu dini hari.

Mahesa melempar ponselnya ke sembarang arah di atas kasur. Lalu mendudukkan dirinya di tepi kasur, kedua tangannya meremas rambutnya dengan perasaan kesal. Tiba-tiba kepalanya terasa pusing sekali, tangannya pun masih sedikit gemetar dan berkeringat dingin.

Cowok itu memutuskan beranjak dari duduknya, kemudian berjalan dan menggeser sebuah pintu kaca yang tertutup tirai besar. Melangkahkan kakinya menuju balkon kamarnya, tidak mempedulikan hawa dingin yang semakin terasa.

Rupanya hujan baru saja reda, masih ada sisa tetes air hujan yang membasahi bumi. Bersama angin malam yang berhembus menerpa wajah tampan itu. Dengan kedua mata yang terpejam menikmati suasana setelah hujan dan menghirup udara malam.

Masih tetap sama, dari dulu tidak ada yang berubah. Di kamar ini, di balkon ini, dan suasana ini. Sekaligus, Mahesa yang menjadi saksi atas dirinya sendiri.

Memang melelahkan, tapi semesta tidak lelah untuk menyaksikan penderitaan. Setiap detik merasakan luka yang tak di ketahui siapa-siapa. Diri itu berjuang sendiri untuk membuktikan bahwa dia bisa melewati semuanya.

Tak di pungkiri, ada kalanya rasa ingin menyerah. Ada kalanya rasa ingin mengakhiri karena hidup terasa tak berarti. Namun jauh di lubuk hati, ada harapan kecil yang memberi kekuatan pada diri.

Mungkin saja, di luar sana ada banyak insan yang sedang terluka malam ini, sama seperti Mahesa yang sedang menatap langit dengan tatapan kosong. Entah hal apa yang di renungkan, pikirannya terlalu berisik.

Saat hari sudah gelap, itulah waktu ketika diri yang sebenarnya terlihat. Namun ketika pagi tiba, diri itu kembali memakai topeng seolah tidak terjadi apa-apa.

- Mahesa -

Hari ini sama seperti hari biasanya, tidak ada yang spesial. Suasana sekolah yang tak pernah berubah. Seorang gadis dengan rambut sepunggung yang tergerai itu sedang menopang dagunya.

Mahesa Byantara | HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang