Chapter 11 - Comfortable

228 42 5
                                    

Dalam hidup tak semuanya berjalan dengan lancar, tak semuanya berjalan mulus dengan apa yang di harapkan. Tak semua orang bisa mendapatkan apa yang mereka mau, mereka yang berhasil mendapatkan itu pasti di jalannya melewati rintangan yang berliku-liku.

Semua orang di semesta ini pasti memiliki seseorang yang sangat berharga di hidupnya. Seseorang yang sangat berarti, seseorang yang sangat di sayangi.

Namun, dari banyaknya manusia di muka bumi ini tak semuanya beruntung. Tak semuanya bahagia, juga tak semuanya bersedih. Tapi untuk mencapai kebahagiaan pasti ada masa-masa dimana ada kesedihan yang mendalam.

Dunia itu terus berputar, dan waktu terus berjalan. Seseorang di hidup kita pasti akan datang dan pergi. Yang pergi menjadi kenangan dan yang datang mungkin akan menjadi takdir baru di masa depan.

Manusia tidak akan pernah selesai jika membicarakan tentang lika-liku kehidupan. Namun manusia tidak pernah merasa lelah membicarakannya, karena itu termasuk upaya menemukan jawaban dari masalah mereka.

Seseorang yang berharga dan sangat berarti, kini sudah tidak ada lagi di samping Mahesa. Sosok itu sudah pergi menemui sang pencipta alam semesta.

Ketidakhadirannya sangat terasa, selama 5 tahun terakhir hari-harinya terasa kosong seperti tidak ada kehidupan. Ia merindukan sosok itu, sangat.

Mahesa rindu kasih sayangnya. Mahesa rindu masakannya. Mahesa rindu peluk hangatnya. Mahesa rindu senyum tulusnya. Mahesa rindu Ibunya.

Kini Mahesa hanya bisa memeluk batu nisan ketika sedang merindukan sosok Ibunya. Bersama doa-doa yang tak lupa ia panjatkan.

Setiap seminggu sekali Mahesa selalu datang ke makam Ibunya. Bercerita tentang hari-hari yang ia lalui tanpa sang Ibu. Juga berkeluh kesah tentang kesulitan yang sedang dihadapi.

Mahesa hanya punya Ibunya untuk di jadikan tempat bercerita, meskipun dia tahu tidak akan mendapat respon apa-apa. Tapi rasanya begitu lega setelah menceritakan semua masalahnya di makam Ibunya.

Hari sudah semakin sore, Mahesa pun perlahan beranjak pergi dari makam. Waspada jika tiba-tiba turun hujan. Cowok itu mengendarai motornya dengan kecepatan sedang.

- Mahesa -

Terlihat banyak orang yang berlalu-lalang di koridor rumah sakit. Mahesa sedang duduk di kursi menunggu nomor antriannya di sebutkan.

Tak lama kemudian, akhirnya giliran Mahesa untuk masuk ke ruangan. Cowok itu menggeser pintu dan mendapati seorang dokter laki-laki yang duduk di kursinya.

"Halo Dok," sapa Mahesa ketika sudah memasuki ruangan.

"Halo Mahesa," balas dokter itu sambil tersenyum lalu sebelum melanjutkan perkataannya, "silahkan duduk."

Mahesa mengangguk, lalu duduk di sebuah kursi yang berhadapan dengan dokter itu, namun terhalang oleh sebuah meja.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Dokter yang bername-tag Doni itu.

"Baik Dok."

"Ada keluhan?" tanya Dokter Doni sambil melipat tangannya di atas meja.

"Nggak ada sih Dok." Mahesa menggeleng samar.

"Tapi?" sambung Dokter Doni yang seakan mengerti dari ucapan Mahesa yang terdengar ambigu.

Mahesa mengangkat kepalanya, "akhir-akhir ini sering kambuh, itu aja sih Dok."

Dokter Doni memiringkan kepalanya, "sering kambuh?" tanyanya.

Mahesa mengangguk.

"Kamu ada masalah? Atau ada yang lagi di pikirin?" tanya Dokter Doni hati-hati.

Mahesa Byantara | HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang