Chapter 9 - "Shit."

279 49 0
                                    

Cowok yang masih memakai seragam sekolah itu terlihat baru saja keluar dari garasi. Tampaknya cowok itu baru saja memarkirkan motornya. Kakinya mulai berjalan keluar dari tempat itu, namun tiba-tiba langkahnya terhenti ketika rintik hujan mulai turun.

Cowok itu sedikit memundurkan langkahnya, lalu bersiap menerobos hujan dengan tas sebagai pelindung untuk menutupi kepalanya. Ia berlari kecil menuju teras rumah, saat sampai disana tangannya menepuk-nepuk tasnya yang sedikit basah terkena air.

Kemudian, cowok itu masuk kedalam rumah dan langsung berjalan menuju kamarnya di lantai atas. Mahesa melempar tasnya asal ketika sampai di dalam kamar. Lalu menghempaskan tubuhnya kasar di atas kasur.

Matanya terpejam, nafasnya terasa sedikit berat. Kain seragam masih setia membalut tubuhnya pun dengan sepatu yang masih di pakainya.

Terdengar helaan nafas keluar dari mulut Mahesa. Cowok itu merasa tubuhnya sangat lelah. Rasanya ia tidak mau bangun hanya untuk sekedar mengganti pakaian.

Namun, cowok itu tetap bangun dan duduk di pinggiran kasur. Lalu perlahan melepas sepatunya, kemudian beranjak dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Mahesa sedikit merasa lebih baik setelah membersihkan diri. Cowok itu telah berganti pakaian yang lebih santai, hanya kaos hitam dan  celana oblong panjang yang sering ia pakai di rumah.

Kini Mahesa sudah duduk di meja belajarnya, satu tangannya menyugar rambutnya ke belakang, masih sedikit basah karena baru saja keramas.

Kemudian, cowok itu membuka laptopnya untuk memeriksa sesuatu. Jarinya sangat lihai ketika mengetikkan sesuatu di atas keyboard. Tangannya berpindah menggerakkan mouse untuk memilih sebuah opsi di layar laptop.

Wajahnya terlihat fokus mengamati layar, kedua alisnya sampai berkerut seperti sedang memikirkan sesuatu. Cowok itu sedikit membasahi bibirnya. Kemudian menyandarkan punggungnya di kursi yang ia duduki.

Saat sibuk memikirkan sesuatu, tiba-tiba pikiran itu di buyarkan oleh suara notifikasi dari ponselnya. Mahesa pun meraih ponselnya di atas meja lalu membukanya.

Cowok itu mengerutkan keningnya ketika melihat ada sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal.

"Datang ke tempat ini sekarang, gue mau bicara."

Pesan itu dikirim bersamaan dengan sebuah tautan lokasi.

Mahesa mulai berpikir siapa yang mengirim pesan ini. Namun ada satu orang yang langsung muncul di pikirannya. Mungkin saja memang benar, tapi kenapa mendadak seperti ini. Dan setahunya tempat itu lumayan sepi, sedikit orang yang berlalu-lalang lewat jalan itu.

Hal penting apa yang mau di bicarakan malam-malam begini. Dan darimana dia mendapatkan nomor Mahesa.

Cowok itu pun menutup laptopnya, lalu beranjak mengambil sebuah jaket dan segera memakainya dengan cepat. Memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket kemudian meraih kunci motor dan bergegas keluar.

Di tengah udara malam, Mahesa mengendarai motornya di jalanan yang sepi. Hanya ada suara deru motornya dan angin sepoi-sepoi yang menerpa kulitnya.

Saat sudah tiba di tempat tujuan, cowok itu berhenti dan mematikan mesin motornya. Matanya menatap sekeliling namun tidak menemukan apapun disana. Tidak ada orang, hanya ada suara aliran air sungai di bawah jembatan.

Mahesa sempat berpikir, apa ia di bodohi oleh seseorang. Cowok itu berdecak, tangannya bersiap menyalakan motornya kembali namun kegiatan itu terurungkan.

Ada kilatan cahaya yang mengenai wajah Mahesa membuat cowok itu menyipitkan matanya. Cahaya itu semakin dekat dan semakin terang. Di depan sana terdengar suara deru motor yang baru saja di matikan, cahaya itu pun ikut menyusut.

Mahesa Byantara | HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang