Kejanggalan

24 4 0
                                    

Pukul sepuluh pagi, Riana sudah bersiap untuk meninggalkan rumah sakit. Clara dan Siska—adik dan sepupu mendiang ayah Riana—datang menjemput, dan membawakan perlengkapan pakaian untuknya.

"Sayang, kita tunggu di bawah, ya," ujar Tante Clara.

"Iya, Tante," sahut Riana sembari menyisir rambutnya. Merapikan dan mengikatnya dengan karet rambut.

Kedua perempuan yang usianya lebih dari empat abad itu meninggalkan Riana di kamarnya. Mereka pergi menuju lantai bawah. Menunggunya di sana sambil lebih dahulu mengambil obat-obatan yang diresepkan dokter untuk Riana.

****

Lantai bawah, ruang tunggu.

Kursi berjejer memenuhi ruang besar khusus pengunjung yang hendak menjenguk pasien. Clara dan Siska berjalan menuju kursi yang masih kosong. Hari itu, memang tidak banyak pengunjung yang datang sehingga kursi masih banyak yang terlihat kosong.

Dari arah berlawanan, Ken berjalan santai menuju lantai bawah. Rupanya, sedari tadi Ken berkeliling rumah sakit. Saat berpapasan dengan kedua wanita yang masih kerabat Riana, Ken mendengar percakapan yang mengejutkan.

"Ah, sial! Kenapa Riana gak ikut mati juga, sih? Kalau seperti ini rencana kita bisa gagal," cetus Siska.

"Aku juga heran, kenapa cuma dia yang selamat? Padahal kondisi mobil hancur seperti itu," tegas Clara.

"Apa? Riana?" Ken menghentikan langkah kakinya. Mendengar nama tersebut, Ken akhirnya mengikuti kedua perempuan tersebut kemudian duduk di kursi belakang mereka.

"Riana ... tapi, Riana yang mana ya?" gumam Ken dalam hati.

"Tapi tenang aja, sekarang dia sendirian, kan? Tanpa kedua orang tuanya. Dia pasti tidak bisa apa-apa, sekarang tidak akan ada lagi orang yang mendukungnya," Kedua perempuan tersebut melanjutkan pembicaraannya.

"Bener juga. Setidaknya, kita jadi lebih mudah menghadapi dia yang sekarang menjadi yatim piatu. Ha ha ha." Clara tertawa terbahak-bahak, tatapan matanya sinis.

"Lalu, apa rencana kita selanjutnya?" tanya Siska.

"Eumm, nanti saja kita bicarakan di rumah. Yang pasti, kita harus mencari cara dulu supaya Riana angkat kaki dari rumah," papar Clara. Dia memelankan nada bicaranya.

"Benar-benar jahat mereka!" Ken merasa geram dengan kedua perempuan yang duduk di depannya.

"Tapi, apa yang mereka maksud itu Riana .... " Ken menghentikan ucapannya karena melihat seorang gadis datang dari arah lift.

Riana memandang ke segala ruang. Mencari keberadaan kerabatnya. Gayanya yang casual membuatnya terlihat semakin fresh. Ken yang memandangnya dari jauh terlihat terkagum-kagum dengan penampilan Riana yang berbeda. Dia tersenyum tanpa mengedipkan mata sekalipun.

"Riana, di sini!" teriak Siska.

"Apa? Jadi, yang mereka maksud itu Riana yang ini? Jadi, mereka adalah kerabat Riana?" Ken terkejut dan mulai mencium kejanggalan dari kejadian kecelakaan yang dialami Riana dan orang tuanya. Ken pun tidak menyangka jika kerabatnya mempunyai rencana jahat kepada Riana.

"Apa Riana selama ini tidak tahu?" gumamnya dalam hati.

"Ah, tapi apa urusanku dengannya? Bahkan dekat saja tidak." Ken menggelengkan kepalanya.

Mereka berdua beranjak dari tempat duduk dan menghampiri Riana. Menggandeng tangannya seolah hubungan mereka selama ini baik-baik saja. Riana pun melangkah dengan ceria. Aura positif terpasang di wajahnya.

Sebelum dia keluar menuju pintu. Riana menolehkan wajahnya ke arah Ken yang masih duduk di kursi tunggu. Dia memandang wajahnya, seseorang yang mengalami kejadian nahas bersamaan. Ken pun melambaikan tangan ke arah Riana. Senyumannya mengantarkan Riana pergi.

"Hati-hati di jalan, Riana!" teriak Ken. Riana hanya membalas senyum tipis tanpa berucap satu kata pun.

"Kamu liat apaan, sih. Riana?" tanya Tante Clara. Dia penasaran karena sedari tadi keponakannya tersebut melihat ke arah kursi tunggu. Sementara di sana, tak terlihat seorang pun duduk atau berdiri di dekatnya.

"Oh, enggak, Tante," tampik Riana. Mereka kemudian melanjutkan langkahnya untuk pergi meninggalkan rumah sakit.

COMATO GHOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang