Hari Dimana Kecelakaan Terjadi

28 7 0
                                    

Ken, mengendarai roda empat di Jalan Tol Jakarta-Cikampek untuk menemui kedua orang tuanya yang tinggal di Cikampek. Ken selama ini memang hidup terpisah dari keluarganya. Dia sudah memiliki hunian sendiri dan mempunyai bisnis di ibukota. Bisnisnya berkembang pesat, bukan karena bantuan dari kedua orang tuanya yang kaya raya. Dia merintis bisnis tersebut dari nol.

Hari itu Ken seperti sudah memiliki firasat buruk. Entah kenapa tubuhnya merasa tidak kurang sehat. Dia pun sempat ingin membatalkan perjalanannya menuju hunian orang tuanya. Namun, Ken akhirnya memutuskan untuk tetap ke sana karena sudah sekian lama dia belum bertemu Ayah dan Ibunya. Sebelumnya, kedua orang tua Ken meminta anaknya untuk tidak datang. Ibu dan ayahnyalah yang hendak pergi ke apartemen laki- laki berparas oriental tersebut. Tentu saja Ken menolaknya dengan alasan tidak mau merepotkan kedua orang tuanya.

"Hallo, Mama?" Ken berbicara lewat telepon genggam dengan ibunya.

"Ya, Sayang? Kamu di mana? Jadi mau ke sini, Nak?" tanya Bu Mutia.

"Iya, mam.... Ini aku lagi di jalan," jawab Ken.

"Ya udah, kamu hati-hati, ya. Jangan ngebut," ujar Bu Mutia.

"Oke, Mam... See you." Ken menutup teleponnya lalu kembali fokus membawa roda empatnya.

Di kendaraan lain, suami istri dan satu anak perempuannya sedang membicarakan topik dengan hangat. Mereka tertawa riang dan beradu canda tanpa memiliki firasat buruk apapun.

"Bu, kalau aku jadi kuliah di luar negeri, nanti Ibu sama Ayah kangen enggak sama aku?" tanya Riana yang duduk di belakang kedua orang tuanya.

Ibunya tersenyum, lalu menengok ke arah belakang. "Eumm, enggak kayaknya." Ibunya terkekeh.

"Ayah pun enggak kayaknya," sambung sang ayah.

"Hmm, jadi begitu? Kalian justru bahagia kalau anak satu-satunya jauh. Begitu?" Riana memasang wajah cemberut.

"Hahaha, ya enggaklah, masa sih Ibu sama Ayah gak rindu. Kamu itu kalau nanya suka aneh," cetus wanita berpakaian modis itu.

"Abisnya, belum berangkat aja aku udah kangeeeen banget sama Ibu dan Ayah. Apa Riana kuliah di sini aja, Bu?" celetuk Riana.

"Lho, kok begitu?" tanya Bu Sania—Ibunya Riana—sementara ayah Riana masih fokus mengendarai mobilnya.

"Boleh, kan? Ayah?" Riana melayangkan pertanyaan kepada ayahnya.

"Terserah kamu, Ayah pasti mendukung keputusan kamu, Nak." Ayahnya tersenyum.

"Jangan dong, kamu harus tetep berangkat dan melanjutkan di luar negri. Tinggal selangkah lagi, Riana. Masa mau mundur," ujar Bu Sania.

Mendengar ucapan ibu dan ayahnya, Riana hanya tersenyum tipis. Dia kembali ke posisi duduknya. Menyandarkan diri pada kursi dan memandang ke arah kaca spion.

****

Senja hari, momen menyakitkan itu pun terjadi. Kejadian nahas yang tidak terelakkan. Lamborghini Veneno yang Ken kendarai ditabrak dari belakang oleh truk bermuatan besar dengan kecepatan tinggi. Truk tersebut mengalami rem blong sehingga sopir tidak bisa mengendalikan laju mobilnya sehingga menabrak roda empat yang berada di depannya. Sebelumnya, truk tersebut mampu menghindari beberapa mobil. Namun, tidak dengan mobil yang dikendarai Ken.

Ken yang saat itu mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang terpental dan menabrak mobil di depannya. Mobil tersebut adalah roda empat yang dikendarai keluarga Riana.

Alphard silinder yang dikendarai Pak Dewanto—ayah Riana—terpental setelah ditabrak dengan kencang oleh mobil Ken. Mobil yang berisi tiga orang tersebut awalnya berputar, lalu terpental ke sisi kiri dan terbalik, kemudian bergesekan dengan aspal yang membuat mobil tersebut hancur. Nahasnya, kejadian kecelakaan beruntun tersebut menewaskan dua orang yaitu kedua orang tua Riana. Sopir truk selamat tanpa luka. Anehnya, meski mobil yang ditumpangi Riana hancur, dia hanya mengalami luka ringan. Sementara itu, Ken mengalami luka berat yang menyebabkan dirinya koma.

Riana yang masih berada di dalam mobil yang terbalik, terjebak tidak bisa keluar karena tubuhnya masih terikat safety belt. Matanya berkunang-kunang. Cairan merah mengucur dari dahinya. Dia melihat Ayahnya tergeletak di aspal. Tersungkur dengan kepala penuh darah. Sementara itu, Ibunya terjepit di dalam mobil dengan kondisi mengenaskan.

"Bb—bu. Ii—b—bu." Riana berusaha memanggil ibunya. Suaranya lirih. Matanya mengedip dan beralih menengok ke segala arah.

Beberapa menit mereka dibiarkan tanpa pertolongan. Hingga akhirnya polisi datang. Beberapa polisi menghampiri mobil Riana. Namun, Riana merasa kepalanya begitu berat. Pandangannya mulai menghilang.

"Hallo, Nak. Kamu mendengar saya?" tanya salah satu laki- laki berseragam cokelat. Dia memastikan bahwa Riana masih bernapas. Namun, Riana tak mampu menjawab pertanyaan tersebut. Bibirnya menutup dan terasa kaku. Semua yang dia lihat mulai pudar dan menghilang. Dia hanya bisa mendengar beberapa orang berteriak meminta bantuan. Lalu, suara sirine mobil polisi dan ambulance datang semakin dekat.

"Di sini, ada dua orang terjepit. Cepat segera kemari!" perintah salah satu polisi.

Beberapa orang datang. "Apakah dia masih hidup?" tanya seorang laki-laki kepada polisi yang memanggilnya.

"Iya, sepertinya gadis ini masih bernapas. Segera angkat dan pindahkan ke ambulance!" pinta Polisi.

"Dan tolong segera keluarkan ibu itu, saya sudah mengecek tadi, sepertinya beliau tidak bernapas," jelasnya.

"Baik, Pak!" Dua orang mendekati Riana untuk mengangkatnya ke ambulance. Beberapa orang lagi menghampiri Ibunya Riana yang masih terjepit di dalam mobil.

"Komandan, sepertinya bapak itu juga sudah tidak bernapas." Satu orang lagi datang menghampiri polisi tersebut dan melaporkan kondisi ayah Riana.

Suara pluit bahkan masih terdengar saat mata Riana tertutup rapat. Riana pun masih mendengar semua percakapan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dia terkejut dengan ucapan beberapa orang tersebut. Tubuhnya begitu lemas dan terkulai tanpa sedikitpun tenaga. Bahkan, dia tak mampu menjerit dan menangis. Hanya air mata yang keluar dari pelipis matanya.

COMATO GHOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang