[ FIVE ]

133 23 0
                                    

🏰👸🏻

Kesejahteraan rakyat Aftokratoria memang tak luput dari kontribusi kedua Pangeran Kerajaan, Macario dan juga Jedrej. Sang Elder pun merasa bangga dibuatnya. Begitu banyak hal yang kedua saudara tersebut lakukan demi Aftokratoria hingga menjadi pilar utama kerajaan, mendampingi sang ayah, Jeffrey. Hari demi hari berganti, tahun demi tahun silih beralih, Macario dan Jedrej semakin menjadi perbincangan hangat dikalangan rakyat Aftokratoria, dari kalangan biasa hingga kalangan bangsawan. Bahkan di acara besar yang kini sedang berlangsung pun kedua Pangeran masih menjadi topik yang tak henti dibicarakan dari mulut ke mulut.

Malam ini adalah malam Debutante, dimana istana Aftokratoria membuka pintu utama dan membuat pesta dansa terbuka bagi seluruh rakyat. Terutama para wanita yang baru menginjak usia 20 tahun. Acara ini merupakan tempat mereka melakukan debut kalangan atas, saling berkenalan tanpa memandang status, tempat mencari pertemanan baru hingga mencari pasangan. Semakin petang, pesta pun semakin ramai, orang-orang selalu menikmati Debutante yang diadakan setahun sekali ini. Namun tidak semua orang.

Tanpa sang ayah ketahui, sang Putra Mahkota tidak suka dengan keramaian seperti malam ini. Namun apalah daya, Macario begitu pandai menyembunyikan isi hatinya, alhasil disinilah dia berada. Di antara para tamu undangan yang terus berusaha mendekatinya. Memasang wajah ramah serta bercakap dengan mereka yang memandangnya dengan penuh pujian. Jedrej memperhatikan sang kakak dari samping kursi takhta Jeffrey. Tak hanya untuk sang ayah, kesigapan Jedrej pun berlaku untuk menjaga Macario. Karena dia tau, sang kakak tidak baik-baik saja.

"Salam hormat pada matahari Aftokratoria, Putra Mahkota"

Suara lembut seorang wanita muda menyapa Macario yang tentu saja diterima hangat olehnya. "Jika berkenan di hati Yang Mulia, perkenalkan saya Yeri, putri dari keluarga Bringstone." Mendengar nama tersebut, Macario kini mengetahui bahwa dia sedang berbicara dengan putri salah satu menteri sang ayah. "Musiknya begitu indah, sayang jika Yang Mulia tidak berdansa menikmati musik seindah ini. Apakah saya diizinkan menjadi pasangan dansa Yang Mulia malam ini?"

Seketika tatapan hangat Macario berubah menjadi begitu dingin. Langkah yang wanita itu ambil begitu mengganggunya, terlebih jarak mereka menjadi sangat dekat. Macario tidak menyukai hal tersebut, bahkan dapat dibilang dia membencinya. Sebelum ada yang menyadari perubahan sikap Macario, satu langkah mundur pun dia ambil, tersenyum hangat menatap wanita bernama Yeri di hadapannya. "Maaf, saya tidak pandai berdansa. Silahkan nikmati pestanya tanpa saya." Macario sedikit membungkukan tubuhnya sebagai tanda permintaan maaf, membuat Yeri pun kelabakan dan menunduk lebih dalam, menghargai kesantunan sang Putra Mahkota yang kini sudah pergi menghilang di tengah keramaian.

Entah mengapa, alunan musik yang sedari tadi memenuhi pendengaran Macario kini mulai terdengar samar. Beberapa percakapan serta bisikan-bisikan entah darimana mulai merasuki indera-nya. Suara yang saling bersautan mulai tidak beraturan memaksa masuk, mengganggu Macario. Kepalanya kini pening, semakin terasa pening ketika satu kata berhasil dia dengar dengan jelas. Ratu.

Lagi dan lagi mereka membicarakan sang Ibunda meskipun sudah 10 tahun berlalu sejak Ratu meninggalkan dunia. Semakin memburuk karena Jeffey yang memilih untuk tidak mencari pasangan baru, membuat rakyat bertanya-tanya alasan sebenarnya dibalik kematian Ratu. Elder memiliki kewenangan memilih mate nya jika hubungan takdir bersama sang Luna dipisahkan oleh kematian, namun Jeffrey memilih untuk terus menyendiri tanpa mencari pengganti sang Ratu. Kesendirian Jeffrey tak luput dari mereka yang ingin memanfaatkan hal tersebut sehingga terus menuntut putri-putri mereka agar mencari perhatian Raja Aftokratoria tersebut. Percakapan tentang posisi Ratu yang kosong sungguh membuat Macario muak dengan topeng bangsawan-bangsawan ini, dengan penuh usaha, Macario mengalihkan atensi-nya agar dia berhenti mendengar isi pikiran orang-orang busuk.

Seorang pelayan menghampiri Macario sembari membawa nampan yang dipenuhi champagne. Lelah bekerja seharian mungkin akan terasa lebih ringan jika dia salurkan melalui segelas alkohol, begitulah pikir pemuda tampan tersebut. Gelas cantik yang bertengger di tangan Macario terus dia putar, berdiri tegap dengan rasa bosan yang terus menghantui hingga dia kembali mencium aroma yang memabukkan. Begitu manis, terasa bagaikan tertumpah madu tepat di ujung hidungnya, membuat Macario mulai kehilangan kendali. Dia terus bergerak gelisah, Nox di dalam dirinya mulai meronta, memaksa mencari sumber aroma tersebut, namun Macario tetap berusaha menguasai tubuhnya hingga pergelutan batin tersebut membuat sang Putra Mahkota kehilangan kendali.

Pendengarannya terhadap isi pikiran orang lain berhasil masuk dengan jelas, memukul gendang telinganya dengan kencang, terus bergantian, terus bersautan, hingga kepala Macario seperti akan meledak. Jedrej menyadari sang Kakak tengah kesulitan karena dia dapat mendengar degup jantung Macario yang semakin tidak beraturan. Tanpa berpikir panjang, dia pun melangkah meninggalkan Jeffrey dan mulai mencari Macario di tengah keramaian. "Mau kemana kau Pangeran Jedrej?" Panggil sang ayah, berhasil menghentikan langkahnya. Tak ingin terlihat panik, Jedrej menarik nafas dan berbalik menghadap Jeffrey. "Izinkan saya menikmati pesta malam ini King." Ucapnya santai namun santun. Kerutan di dahi Jeffrey pun terlihat, heran mendapati Jedrej yang hendak masuk ke tengah keramaian, tak seperti biasanya. Namun setelah Jeffrey renungkan, dia tak boleh melarang perubahan Jedrej ini karena Jedrej perlu mengenal bangsawan lain.

Tak mendapatkan respon larangan dari sang ayah, Jedrej membungkukan tubuhnya sebagai tanda pamit meninggalkan Jeffrey untuk kembali mencari sang Kakak. Pangeran Kedua mulai menajamkan pendengaran serta penglihatannya, terlihat Macario yang cukup jauh disana mulai terhuyung meskipun sedang berusaha tenang. Macario sadar bahwa dirinya tak boleh terlihat lemah terlebih di tengah keramaian seperti saat ini. Namun tiba-tiba dia mendengar sesuatu yang berhasil merenggut kewarasannya.

"Saya yakin Ratu mati karena kutukan, ingatkah kalian tentang ramalan kuil mengenai keluarga kerajaan? Exousia dikutuk, dan Ratu adalah tumbalnya."

*prang!!*

Gelas champagne di tangan Macario terjatuh. Berpencar menjadi kepingan-kepingan kecil di atas lantai. Dalam sekejap, semua suara yang memenuhi kepalanya pun hilang. Sunyi. Hening. Tak ada lagi orang saling bersaut. Tak ada lagi musik saling mengalun. Semua mata kini tertuju pada sang Putra Mahkota yang berdiri kaku.

Dengan sigap para prajurit yang juga tengah menikmati pesta langsung berlari hendak melindungi Putra Mahkota. Barisan pun terbentuk melingkari tubuh Macario yang masih mematung, menutupi cahaya Aftokratoria agar redupnya tak terlihat. Tepat saat itu pula Jedrej datang, langkah besar dan wajah dingin, ikut menelusup pada barisan yang tengah melindungi sang Kakak. Aura dominasi Jedrej membuat semua orang yang menatap ke arah mereka kini merasa ketakutan dan memilih untuk menghiraukan apa yang terjadi.

"Bisakah kau mendengarku Ka?" Tanya Jedrej dengan nada sedikit cemas. "Bawa kami menjauhi keramaian, jangan sampai ada celah mereka melihat kondisi Putra Mahkota seperti ini!" Titah Jedrej segera dipatuhi para Guards yang tengah menutupi mereka. Pasukan semakin banyak berbaris menutupi akses orang-orang yang menatap mereka penasaran. Jeffrey yang melihat dari atas sana sama sekali tak bergeming. Tatapannya begitu dingin, tak suka atensi tidak menyenangkan ini tertuju pada putranya.

*blam!*

Kini Macario dan Jedrej sudah berada di lorong istana, tepat di luar ballroom dimana Debutante diadakan. Wajah panik Jedrej mulai terlihat jelas, "Apa kau baik-baik saja Ka? Tolong jawab aku! Dibagian mana kau merasa sakit?" Pertanyaan demi pertanyaan Jedrej lontarkan, berusaha menyadarkan sang Kakak yang masih membisu. Tak biasanya Macario bersikap seperti ini terutama di tengah keramaian. Sebenarnya apa yang baru saja terjadi? Apa yang sang kakak dengar di dalam sana?

"Aderphos?"

Tubuh Jedrej dan Macario menegang, mata mereka membulat dan langsung menoleh mencari sumber suara. Tak jauh dari posisi mereka berdiri, seorang gadis kecil cantik muncul dibalik gelapnya lorong. Netra mata yang jernih, kulit putih seperti milik Macario dan Jedrej, rambut panjang bercahaya, dan pipi merah merona, sosok yang begitu indah kini berdiri menatap kedua pangeran yang menatap gadis tersebut kaku. Dia adalah Thea.

🏰👸🏻

Keterangan :
- Aderphos artinya kakak laki-laki

The Shining Star, TheaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang