[ SIXTEEN ]

90 20 2
                                    

🏰👸🏻

Di tengah kekacauan yang sedang terjadi, Macario memutuskan untuk mengajari Thea menggantikan Jedrej yang sedang tidak baik-baik saja. Istana Ratu selalu tentram bahkan ketika Ratu masih hidup. Bunga-bunga yang bermekaran serta tertata rapi, berbeda sekali dengan istana utama yang ditempati dirinya, Jedrej dan juga Jeffrey. Langkah Macario semakin mendekati sebuah padang rumput luas dimana Thea selalu berlatih.

"Kakak!" Teriakan seorang gadis terdengar begitu menyejukan hati Macario yang juga segera membalas lambaian tangan Thea dengan senyuman hangat. Beberapa langkah menuju jarak yang semakin dekat, Thea membungkukan tubuhnya sebagai tanda sapaan sopan kepada sang Kakak yang notabene adalah Putra Mahkota Aftokratoria. Tawa tak bisa Macario tahan, dia segera memeluk Thea dengan erat dan mengangkat tubuh sang adik agar tidak perlu membungkuk lagi, "tidak perlu seperti itu."

Tak banyak yang bisa Macario ajarkan pada Thea terlebih hal-hal berbau fisik karena Jedrej lebih handal darinya. Jadi kali ini Macario dan Thea hanya mengasah kembali apa yang sudah Thea pelajari agar semakin bisa dia kuasai, Macario bertugas untu' mengawasi saja. Selama memperhatikan Thea berlatih bela diri, sang Kakak semakin menyadari bahwa Thea sudah tumbuh hingga hendak memasuki usia remaja-dewasa dengan tinggi memcapai 156cm. Hanya dalam kurun waktu 10 tahun saja adiknya kini sudah tumbuh menjadi seorang gadis yang mengingatkannya pada kecantikan sang ibunda. Benar, Thea menerima anugerah fisik sempurna dari sang Ratu. Kulit putih bercahaya, rambut panjang nan sehat, tubuh mungil namun kokoh, wajah cantik serta mata teduh menyejukan namun terdapat sorot tegas yang menusuk ketika dia sedang fokus memukul bantalan di hadapannya.

Merasa cukup untuk pelatihan hari ini, Macario melangkah mendekati Thea sembari bertepuk tangan. "Kau sudah menjadi lebih baik adik-ku. Lihat lah bantalan itu, bagaimana cara Kakak Kedua mengajarkanmu menjadi sangat kuat seperti sekarang?" Tanya Macario setelah melihat hasil pukulan Thea yang sudah membuat 3 (tiga) bantalan rusak akibat pukulannya. "Tentu saja itu semua karena usahaku berlatih dengan giat! Dan juga sedikit ilmu dari Ka Jedrej yang aku terapkan." Jelas Thea dengan bangga. Satu usapan hangat mendarat di puncak kepala gadis kecil tersebut, "apa kau yakin hanya sedikit?" Tanya Macario menggoda sang adik dan disambut cemberut lucu di wajah Thea. "Ka Jedrej lebih banyak menjahiliku daripada memberikan aku ilmu untuk kupelajari Ka!" Adu Thea masih dengan wajah yang menggemaskan. Macario pun terpancing untuk mencubit pipi putih Thea, "dia pasti tidak bisa menahan diri untuk tidak menjahili adik gemas kami ini." Ditepisnya tangan sang Kakak dengan pelan, "ah Kak Macario sama saja! Aku kan sudah besar!"

Pandangan Macario mengikuti langkah Thea yang berjalan mendekati bangku taman. Dia mendudukan dirinya disana yang segera diikuti para pelayan. Sang putri Aftokratoria menerima minuman yang disodorkan dan juga mulai membersihkan peluh akibat latihan fisiknya hari ini. "Karena kau sudah berlatih sangat keras dan memerapkan ilmu dari Ka Jedrej yangbhanya sedikit itu dengan baik," ucap Macario sembari duduk di samping Thea, "aku akan meminta izin pada Daddy untuk membawamu ke pusat kota."

Mendengar kalimat yang terlontarkan Macario beberapa saat lalu, mata cantik Thea terbelalak dan segera menoleh menghadap sang Kakak. "Apa kau serius Ka?" Ragu terdengar di suara Thea yang juga menatap Macario dengan tatapan curiga. Senyuman hangat Macario berikan pada Thea sembari mengangguk sebagai tanda bahwa dia serius hendak mengajak Thea keluar istana, untuk pertama kalinya. Mendapati kejutan seperti ini, Thea pun segera melompat ke dalam pelukan Macario. "Kakak sudah berjanji padaku! Aku sangat senang! Terimakasih Ka Macario!!" Teriak Thea gembira sembari memeluk erat Macario. Sang Kakak sudah pasti tau akan mendapati respon baik seperti ini dari Thea namun dia tidak menyangka bahwa Putri Aftokratoria tersebut sangat bahagia hingga Macario mengusap punggung sang adik agar bisa lebih tenang. Namun ketika pelukan mereka hendak terlepas, Macario secara tiba-tiba melihat bayangan kabur, seperti sebuah keramaian di pusat kota. Belum sempat bayangan tersebut menjadi lebih jelas, lepasnya pelukan Thea pun membuat Macario tersadar dan kembali pada dunia nyata. Apa yang baru saja terjadi?

"Kakak!"

Panggilan Thea menyadarkan Macario yang ternyata sempat tidak fokus. "Jangan bilang kau hanya menjahiliku?" Tanya Thea dengan nada kecewa. Tau bahwa Thea kini sedang merasa sedih, Macario segera mengusak rambut sang adik. "Tidak. Maaf, aku hanya sedikit memikirkan kondisi Ka Jedrej yang masih belum pulih. Setelah mengantarmu kembali ke istana Ratu, aku akan meminta izin pada Daddy." Senyum kembali terpampang di wajah cantik Thea yang kini mulai melanjutkan ocehannya tentang perjalanan mereka nanti.

Setelah mendapati tidak ada seorang pun di Throne Room, Macario segera berjalan menuju ruang kerja pribadi milik sang Elder. "Dad?" Panggil Macario di balik pintu kokoh tersebut. Dia tak mengetuk pintu karena tau bahwa Jefrey mampu mendengar serta mengenal suaranya. Benar saja, tak lama Jeffrey mempersilahkan Macario masuk tanpa beranjak dari kursi. Mendapati wajah sang ayah yang begitu serius dan juga gusar, Macario memilih untuk mengurungkan niatnya datang kesana. "Apa terjadi sesuatu Dad?"

Tersadar seseorang tengah menunggu jawabannya, Jeffrey menghela nafas panjang dan menatap wajah wajah Macario yang sedang berdiri tegap di sisi lain meja kerja. "Sejak kapan kau merasa curiga pada adikmu?" Pertanyaan yang sudah Macario duga namun tetap membuatnya terkejut. Sosok Putra Mahkota tersebut membalas tatapan dalam milik Raja Aftokratoria di hadapannya. "Ada apa Dad?" Mendapati Macario yang membalas pertanyaan dengan tanya, membuat Jeffrey memutuskan untuk menceritakan segala keanehan Jedrej, terlebih apa yang terjadi ketika Miles mengambil alih tubuh sang putra. Mendengar apa yang dialami sang ayah dan juga adiknya, Macario mematung, tak menyangka apa yang dia prediksikan akan benar terjadi sejauh ini. Penyesalan pun menyeruak di antara relung dadanya mengingat dia yang tidak segera memberitahu sang ayah akan perubahan Jedrej hingga sang adik harus kebingungan sendiri seperti saat ini.

"Kau tau apa yang membuatku takut?" Tanya Jeffrey yang tentu saja tak mampu Macario jawab. Rasanya tenggorokan lelaki tersebut seperti tercekat. "Aku takut, Jedrej tidak menerima takdirnya."

Bagaikan tersambar petir. Mengetahui bahwa Jeffrey juga memiliki kecurigaan yang sama dengannya membuat jantung Macario seperti berhenti berdetak dalam hitungan detik. Bukan rasa takut akan kehilangan posisinya sebagai calon pengganti Raja, hanya saja dia merasa takut jika Jedrej harus menerima limpahan tanggung jawab besar secara tiba-tiba. Sadar akan sulitnya menjalani persiapan sebagai penerus raja membuat Macario merasakan khawatir akan nasib adiknya, sang Pangeran Kedua yang selama ini tak pernah dipersiapkan sebagai seorang pemimpin Aftokratoria.

Langkah berat sang Putra Mahkota ambil untuk semakin dekat dengan Jeffrey. Sang Putra Mahkota menaruh tangan kanannya tepat di dada kiri pertanda janji setia anggota kerajaan. "Aku bersaksi bahwa Jedrej adalah Raja Aftokratoria selanjutnya." Ucap Macario.

🏰👸🏻

The Shining Star, TheaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang