[ SEVEN ]

146 25 3
                                    

🏰👸🏻

Kericuhan di acara Debutante beberapa waktu silam tergantikan oleh perbincangan mengenai keberhasilan sang Putra Mahkota dalam menangani gagal panen di beberapa wilayah Aftokratoria. Tersebar luas melalui surat kabar dan juga mulut ke mulut bagaimana sigapnya istana dalam membantu rakyat yang kesulitan. Perkiraan Macario mengenai keputusan yang dia ambil benar-benar terjadi tanpa ada celah sedikit pun. Rakyat begitu memuja kemurahan hati istana yang memberikan mereka asupan pokok sehingga tetap mampu bekerja meski di bawah sinar terik mentari, mereka yang bermata pencaharian selain petani pun sangat terbantu dengan dikuranginya biaya pajak, dan untuk para bangsawan, tentu saja tak ada keluhan karena mereka tetap mendapatkan hak mereka.

Selain membantu dalam bentuk barang, istana pun terus menunjukan rasa empati dengan melakukan kunjungan ke setiap desa. Membantu mereka dengan penuh kehangatan juga keramahan, membuat rakyat semakin luluh akan pemerintahan Jeffrey. Berjalan sesuai rencana, 3 (tiga) bulan sudah terlewati, bantuan dari istana pun berakhir hari ini. "Bagaimana jika kau ikut mengunjungi desa di hari terakhir?" Suara Macario berhasil memecahkan fokus Jedrej dan juga pasukannya yang langsung berlutut hormat atas kedatangan Putra Mahkota di tempat pelatihan prajurit. Setelah memberikan sapaan hormat, Jedrej menatap sang kakak dengan penuh tanya. Seingatnya, Putra Mahkota sangat mengetahui ketidaksenangan Jedrej akan kegiatan tersebut. Mengapa kali ini sang kakak memilih untuk mengajaknya?

Jedrej melangkah melewati Macario tanpa mengatakan satu patah kata pun. Mengambil sebuah handuk kering yang sudah disiapkan pelayan, Jedrej berjalan menjauh dari lapangan. Begitu pula Macario yang mengikuti sang pemimpin prajurit istana. Tak lupa dia memberikan gestur pada kepala pelayan untuk tidak mengikuti mereka berdua. Kedua bersaudara tersebut sampai di sebuah lorong tak jauh dari tempat prajurit berlatih namun pencahayaan yang terhalang dinding tinggi membuat mereka tak begitu terlihat oleh keramaian. "Kakak tau aku tidak menyukai hal-hal seperti itu bukan?" Ucap Jedrej sedikit merengek yang mengundang senyum di wajah tampan Macario. Sungguh berbeda dengan Jedrej yang dia lihat beberapa saat lalu, tubuh kekar nan tegas yang kini berubah menjadi adik kecil manja yang sedang duduk di tembok rendah istana. Macaraio pun berjalan mendekati Jedrej, mengusap puncak kepala sang adik, "Ini adalah kunjungan terakhir, aku ingin lebih santai dengan tidak membawa pengawal bersamaku. Jika aku pergi bersamamu, keselamatanku akan sangat terjamin bukan meski hanya kita berdua?" Bujuk sang kakak. Benar ucap Macario, berdua saja dengan Jedrej tidak akan menempatkan dirinya di dalam bahaya. Semua orang tau betapa mengerikannya kekuatan Jedrej meski dia hanya seorang diri, belum lagi Macario pun mendapat keuntungan sebagai keturunan Elder dan Luna, dia pasti sedikitnya memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan werewolf biasa. Melihat sang kakak nya berharap pergi bersamanya membuat Jedrej sedikit mempertimbangkan ajakan Macario. "Kau tau Jidzik bisa melindungimu seorang diri, ajak saja dia." Ucap Jedrej masih berusaha menghalau bimbangnya. Macario mulai gemas, dia merangkul tubuh besar sang adik dan mencekiknya sebagai bentuk gurauan. "Oh ayolah Adik-ku! Apa kau tidak bosan melihat wajah-wajah berkeringat itu? Berhentilah berlatih sebentar dan nikmati masa muda kita di luar istana!"

Sang pangeran berusaha melepaskan diri tanpa berniat menyakiti sang kakak, namun tanpa Jedrej sadari, kekuatannya cukup besar sehingga Macario sedikit terhuyung. Sempat heran mendapati perlakuan Jedrej karena sejatinya sang adik tidak mendorong dia, tapi mengapa rasanya ada angin besar yang membuat tubuhnya hilang keseimbangan. Macario termenung sesaat memikirkan keganjalan sang adik yang terus menerus muncul akhir-akhir ini, "sejak kecil aku berjanji mengabdi pada istana dengan menjadi seorang prajurit, wajar jika hiburanku adalah latihan." Bela Jedrej sembari mencibirkan bibirnya gemas. "Kalau kau terus menolak, aku akan meminta Daddy untuk memaksamu. Selamat bertemu di Throne Room Adik-ku tersayang."

Salah satu sifat yang Jedrej tidak suka dari sang kakak adalah kecerdasannya yang cenderung licik, sehingga dia selalu mendapatkan apa yang dia mau, termasuk permohonan kecil seperti ini. Benar saja, tak lama dari kepergian Macario dan kembalinya Jedrej ke tempat pelatihan, Jidzik menghampiri pangeran kedua dan menyampaikan pesan bahwa Raja Jeffrey mencari putra keduanya. Menolak permintaan Macario adalah sesuatu hal yang sia-sia, Jedrej segera memberikan perintah pada Jidzik untuk menggantikannya memantau latihan hari ini lalu melangkah memasuki istana. Tak langsung menuju Throne Room dimana Jeffrey berada, Jedrej berjalan memasuki ruangannya untuk sedikit membersihkan diri dan memakai pakaian layak. Meskipun dia akan bertemu sang ayah, tetap saja Jeffrey adalah seorang raja. Tidak layak jika Jedrej datang menghadap seorang Elder dengan kaus penuh keringat.

The Shining Star, TheaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang