[ TWENTY ]

92 13 0
                                    

🏰👸🏻

Matahari belum menunjukan hadirnya namun Jedrej sudah berada di pekarangan kuda istana untuk menyiapkan keberangkatan dirinya, Macario, dan juga Thea ke pusat kota. Meskipun sebenarnya mereka bisa saja pergi menggunakan wujud wolf mereka, namun Jedrej tak ingin gegabah terlebih Stella yang begitu mencolok hanya akan menarik perhatian orang-orang. Sembari mengencangkan tali kuda, pikiran Pangeran Kedua tersebut kembali melayang, teringat apa yang diceritakan oleh Macario beberapa waktu lalu. Jika benar penglihatan Thea adalah masa depan, apakah dia akan menjadi pengkhianat Aftokratoria? Mengapa Thea melihat sosoknya begitu kejam di tengah kehancuran Aftokratoria? Apa yang sebenarnya akan terjadi kelak?

"Kakak kedua!"

Suara manis milik sang adik menyadarkan Jedrej dari lamunannya. Segera dia memutar tubuh kokh tersbut dan menghadap Thea yang berlari kecil diikuti oleh Macario di belakangnya. "Jangan berlari seperti itu. Kau tau kami berdua sudah berjanji pada Daddy untuk melindungimu." Ucap Macario, sedangkan dia yang diingatkan sedang asik memeluk lengan Jedrej. Menerima tingkah Thea, sang Pangeran Kedua segera melirik Macario yang mematung, namun tak lama, sosok Putra Mahkota tersebut membalas tatapan Jedrej sembari menggelengkan kepalanya. Meskipun sempat terkejut dengan sikap Thea yang secara tiba-tiba memeluk Jedrej, namun tak ada penglihatan yang Macario terima. Sepertinya kemampuan Thea yang satu itu harus Macario pelajari lebih dalam lagi.

"Kita berangkat sekarang saja?" Tanya Macario pada Jedrej. "Ini bahkan belum pagi, mengapa kalian sudah datang? Dan Putri, matahari saja belum terbangun tapi kau sudah sangat bersemangat hahaha." Jawab Jedrej yang juga menggoda Thea. Sang adik yang sedang ditertawai hanya membalas Jedrej dengan wajah cemberut nan menggemaskan. "Kakak Tertua memintaku bersiap sejak dini hari, katanya jauh lebih aman jika kita datang sebelum ramai." Penjelasan Thea membuat Jedrej melemparkan tatapan tanya pada Macario. Pasalnya, pusat kota benar-benar tidak ramai saat pagi hari, mengapa Macario ingin mengajak Thea saat tak ada banyak hal yang bisa dilihat?

Tanpa Jedrej ketahui, kemampuan Thea cukup mengganggu pikiran Macario akhir-akhir ini. Penglihatan yang pertama kali Macario lihat adalah suasana ramai pusat kota. Jika diingat kembali, sepertinya saat itu menunjukan waktu siang menuju sore hari. Demi meyakinkan apakah kemampuan Thea merupakan masa depan atau bukan, Macario mencoba mengubahnya dengan merencanakan keberangkatan mereka lebih cepat. "Pakai ini dulu." Ucap Macario sembari memberikan jubah pada Jedrej dan Thea. "Ini adalah kain pelindung identitas. Kita harus meminimalisir segala resiko bukan?" Lanjut sang Putra Mahkota yang juga tengah memasangkan jubah tersebut pada tubuh Putri Aftokratoria.

Setelah mereka siap, Macario membangu Thea menyamankan diri di atas kuda milik gadis tersebut sedangkan Jedrej sedang berbicara dengan Jidzik untuk mengawal mereka dari jarak jauh. "Kau yakin tak ingin berkuda denganku atau Kakak Kedua?" Macario meyakinkan kembali pilihan Thea yang ingin menunggang kuda sendiri. "Aku bisa sendiri Kak, kau tak perlu khawatir." Jawab Thea menenangkan Kakaknya yang menatap dengan tatapan khawatir di bawah sana, "bukankah Kakak dan Kak Jedrej akan selalu ada di sampingku? Itu sudah menjadi jaminan keamananku bukan?" Lanjutnya yang juga mengelus pipi Macario lembut. Sentuhan Thea memang mampu meringankan hati yang gundah, Macario memejamkan mata, menghela nafas pelan hingga akhirnya mersa sedikit tenang. "Baiklah. Tak perlu terburu-buru, nikmati setiap perjalanan nanti." Jawab Macario yang dibalas senyuman oleh Thea.

Jedrej mengambil langkah mendekati Macario dan juga Thea, "apa kalian sudah siap?" Pertanyaan tersebut dibalas anggukan kedua sosok yang ditanya—tentu saja Thea sangat bersemangat. Sembari membenahi sarung tangannya dan juga menggulung lengan kemeja putih yang dia kenakan hingga ke sikut, Jedrej menatap Thea dengan serius. "Aku akan berjalan lebih dulu dan Kakak Tertua akan mengikutimu dari belakang. Ingat untuk tidak berjalan mendahuluiku, kau mengerti Putri?" Kembali Thea mengangguk tanda bahwa dia mengerti instruksi Jedrej. "Oh satu lagi. Jangan mengeluarkan suara apapun. Jika kau ingin bertanya atau menyampaikan sesuatu, biarkan Stella yang memberitau Miles dan Nox melalui link." Perintah Jedrej kali ini berhasil membuat jantung Thea merasa terpacu, tersadar bahwa perjalanan mereka bukanlah sekedar lobiran keliarga, namun lebih serius dari itu.

Satu tepukan ringan Macario berikan di paha kiri Thea, tersenyum hangat sebagai tanda bahwa semua akan baik-baik saja jika kita mematuhi perintah Jedrej. Setelah menenangkan Thea, Macario melangkah mengikuti Jedrej untuk mengambil kuda mereka. "Jidzik dan pasukan lain akan mengikuti secara tersembunyi karena aku tak mau kita terlihat mencolok. Jika kau merasakan sesuatu, segera beritahu aku." Ucap Jedrej, melompat ke atas kuda hitam nan gagah miliknya. Diikuti Macario yang juga mulai menunggangi kuda putih bersih, tak kalah gagah dengan kuda milik Jedrej. "Tenanglah. Aku yakin tak akan terjadi sesuatu." Jawab Macario berusaha menangkan kekhawatiran Jedrej meskipun dirinya merasa khawatir. "Jangan terlalu serius, aku tak ingin perjalanan pertama Thea menjadi kacau karena kau memgeluarkan aura mengerikan seperti ini." Lanjut sang Putra Mahkota sembari meninggalkan Jedrej dengan santai. Benar kata Macario, dia perlu menurunkan sedikit kekhawatirannya agar Thea bisa menikmati perjalanan mereka.

Tak ada yang terjadi saat perjalanan menuju pusat kota. Jalur yang mereka lalui terbilang cukup sepi dan meskipun berpapasan dengan orang lain, tak ada yang menyadari mereka siapa serta tak ada pula yang menaruh atensi pada mereka. Hingga sampailah ketiga keturunan kerajaan tersebut di pusat kota. Hal pertama yang membuat mereka terkejut—terlebih Macario—adalah pusat kota yang amat sangat ramai. Jedrej menatap Macario yang juga menatapnya heran, apa yang sedang terjadi di pusat kota hingga sudah dipenuhi banyak penduduk di pagi hari? Berbeda dengan kedua putra Aftokratoria, sang putri terlihat begitu terkesima pada pemandangan pusat kota yang baginya sangat luar biasa ini. Begitu banyak orang tertawa, berbincang, bermain musik, hingga menari, seperti ada sebuah perayaan.

Setelah menyimpan kuda-kuda mereka di tempat aman, Jedrej, Macario, dan juga Thea mulai membelah lautan manusia dan menjelajahi toko-toko kecil yang menjajakan begitu banyak barang serta makanan. Ramainya suasana dan juga ekspresi bahagia Thea membuat Jedrej serta Macario larut dalam pesta kecil pusat kota. Mereka tertawa, membeli berbagai makanan, mencoba permainan-permainan kecil seperti adu kekuatan yang dengan semangat Thea mendorong Jedrej untuk mengikutinya. "Ayo Kak! Kau pasti bisa memenangkan ini!" Teriak Thea bersemangat. Tak perduli lawan sang Kakak adalah sosok kekar bagaikan petinju ulung, namun melihat Thea yang mendukungnya, Jedrej pun mengambil tantangan tersebut dan duduk di bangku kayu tepat berhadapan dengan lawan. Senyuman sombong terlihat jelas di wajah lawan serta teman-temannya, membuat Jedrej pun menyeringai dingin. Jika saja Macario tak menekan bahu kirinya, sepertinya Jedrej sudah mengeluarkan aura dominan yang tentu saja bisa membahayakan mereka. Tepat seperti yang sudah diprediksikan, hanya dalam satu detik saja lawan sudah kalah telak bahkan Jedrej tak sengaja merusak meja karena kekuatannya yang tak terkalahkan. Melihat kericuhan yang terjadi membuat Macario menepuk keningnya dan segera menarik kerah Jedrej untuk bangkit dari kursi di tengah perayaan kemenangan Jedrej. Thea yang juga bertepuk tangan senang melihat sang Kakak menang mau tak mau segera dipeluk oleh Macario dan membawa tubuh gadis tersebut keluar dari kerumunan.

"Apa kau gila?!" Bentak Macario frustasi namun tak dihiraukan oleh Jedrej. "Kau lihat tadi? Sebesar apapun lawanku, Kakak-mu ini pasti bisa mengalahkannya!" Bangga Jedrej memperlihatkan otot-otot lengannya yang juga disambut wajah gembira Thea. Mereka tertawa senang ditengah rasa khawatir yang dirasakan Macario, "tenang saja Kak. Hal tersebut sudah biasa terjadi di permainan rakyat. Tak akan ada masalah, aku bersumpah." Ucap Jedrej ketika menyadari bahwa Macario terusik dengan kejadian beberapa saat lalu. Ketika Jedrej berusaha menenangkan Macario, atensi Thea teralihkan kepada orang-orang yang tengah berdansa mengikuti alunan lagu. Tanpa berpikir panjang, sosok Putri Aftokratoria tersebut ,enarik kedua tangan kakaknya dan membawa Macario juga Jedrej menuju kerumunan orang. "Ayo kita berdansa Kak!"

Melihat betapa semangatnya Thea menari kesana kemari membuat Macario dan Jedrej ikut tenggelam dalam senyuman manis Thea. Mereka mulai mengikuti irama lagu, berputra kesana kemari, sesekali Jedrej mengangkat tubuh Thea untuk berputar bersama. Tawa bahagia tak lepas dari wajah ketiga cinta kasih sang Elder dan Luna. Lepas dari beban tanggung jawab. Bebas dari status sosial mereka. Hanya anak adam dan hawa yang tengah menikmati keceriaan hidup. Hingga mereka tak menyadari terdapat satu sosok yang mencium aroma memabukan dari sang Putri Aftokratoria.

🏰👸🏻

The Shining Star, TheaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang