stigma

2.6K 285 17
                                    

Sudah satu tahun Boruto berada di panti asuhan ini. Tetapi meskipun ia sudah mulai bisa hidup lebih baik, Boruto tetap tak bisa mengembalikam senyum ataupun emosi dalam dirinya.

Hari ketika ia dilecehkan adalah hari dimana perasaannya mati. Ia mencoba membuang semua emosi yang ia miliki. Marah, senang, sedih, kecewa, smuanya.

Boruto menyadari satu hal. Bukan kejadian buruk yang paling menyiksanya. Tapi justru kehadiran emosi dari hal yang menimpanya itu sendiri.

Delta membuka pintu kamar Boruto. Membuat keempat anak menoleh was-was. "Boruto, ikut aku."

Boruto menghela napas lelah. Ia tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Tetapi mau bagaimana lagi? Ini adalah takdir yang harus ia jalani. Berkali-kali otaknya mengingatkan, bahwa tak akan ada pertolongan yang datang. Jangan berharap, karena justru harapan itu yang membuatnya makin sakit.

Sampai di depan pintu ruangan menyeramkan itu. Delta meminta Boruto untuk masuk terlebih dahulu sembari menunggu kostumer yang akan datang beberapa menit lagi.

Boruto mengangguk dan masuk ke dalam. Ia hanya berdiri di samping kasur kaku.

Lima menit berlalu. Sang kostumer tak kunjung datang. Boruto menatap kaca jendela. Ia melangkah melihat kebawah dari lantai dua.

Otaknya berkata untuk kabur saat ini juga. Jantungnya mulai berdegup memikirkan rencana itu. Untuk apa ia takut lompat dari lantai dua? Hidup dan mati sama saja baginya. Apapun asal tidak di panti ini.

Akhirnya setelah mengumpulkan tekad, Boruto mengunci kamar dari dalam. Ia mengikat seprai kasur hingga membuat utas panjang untuk membantunya turun.

Setelah siap, ia mengambil napas untuk mengumpulkan tekad. Kemudian, tangannya melempar vas bunga pada jendela hingga kaca jendela pecah dan menyebabkan bunyi nyaring.

Boruto melempar ikatan seprai dengan cepat. Ia kini berpacu dengan waktu. Suara gedoran pintu mengejutkannya hingga Boruto terjatuh di tengah pegangannya.

Tangannya terasa patah, sakit luar biasa. Kaki kirinya juga terkilir hingga ia harus berjala terseok-seok. Tetapi ia tak boleh menyerah, akan habis kalau sampai mereka menangkapnya.

Ia terus berjalan menuju gerbang dan memanjat gerbang besi cepat. Kakinya sempat tergores besi tajam yang ada di bagian atas pagar. Namun, lukanya tak seberapa mengingat Boruto berhasil keluar dari neraka itu.

Ia terus berlari, sampai ia menemukan jalan raya. Kakinya yang terkilir sempat membuatnya jatuh dan tak mampu berdiri beberapa saat. Tetapi Boruto terus memaksakan diri dengan menyeret kaki menggunakan kedua tangannya.

Ia terus berjalan ingin menyebrang jalan raya. Namun, ketika di tengah jalan Boruto melihat mobil besar yang berjalan dengan kecepatan penuh.

Cahaya mobil yang menyilaukan membuat Boruto menutup kedua matanya. Mungkin ini akhirnya, ia sempat memikirkan akan jadi apa dia di kehidupan selanjutnya setelah ia mati.

Boruto harap, ia tidak lahir kembali. Dunia ini terlalu kejam untuknya. Berapa kalipun ia hidup kembali, trauma masa lalu akan terus menghantuinya.

Sampai ketika suara mobil semakin mendekat, Boruto merasa tubuhnya diangkat dan menggelinding di tanah berumput.

Kepalanya pusing, ia mencoba membuka mata. Maniknya membola melihat seorang pria memeluknya dan melindungi kepalanya agar tidak terbentur.

Pria itu membuka mata. Matanya berwarna safir indah yang berkilau dan menenangkan. Membuat Boruto mengerjap beberapa saat.

"Kau baik-baik saja?" Tanya pria itu.

Boruto mengangguk kemudian terkejut, karena kepala pria itu mengeluarkan darah. Tangannya juga lecet dimana-mana.

Parasite [Borunaru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang