Naruto terbangun dari tidur panjangnya. Tangannya mengusap kepala pelan, Ia baru tersadar bahwa tangan kanannya terhubung dengan selang infus untuk mengalirkan cairan resutasi pada pembuluh darahnya.
Tubuhnya berusaha bangkit, Ia juga memegang leher dan kaki kirinya yang terlingkar semacam besi dengan setitik lampu berwarna hijau yang tak Naruto ketahui fungsinya.
Perlahan ia turun dari ranjang yang menjadi tempat terakhirnya bergelut dengan Boruto, susah payah Ia berjalan menentang tiang infusnya.
Kaki Naruto melangkah pelan keluar kamar, menemukan aroma nikmat makanan yang sedang dimasak. Kakinya bergerak menuruni tangga, beruntung ia berhasil ke lantai dasar tanpa luka, mengingat tubuhnya yang masih belum sembuh seutuhnya.
Naruto dapat melihat punggung belakang Boruto yang sibuk memasak makanan di dapur. Merasakan kehadiran sang ayah, Boruto menengok. "Ah, akhirnya kau bangun juga, ayah. Duduklah." Matanya menilik meja makan yang tak jauh dari tepatnya memasak.
Banyak pertanyaan yang ingin Naruto tanyakan, berapa lama ia pingsan, kemana Boruto yang mencekiknya kemarin, dan apakah Naruto akan baik-baik saja disini. Tetapi ia memutuskan untuk menurut terlebih dahulu.
Tak lama, Boruto datang dengan membawa dua piring berisi spaghetti berwarna hitam. Ia menaruh satu piring di hadapan Naruto, dan satu lagi untuknya.
"Selamat makan, Ayah!" Boruto menyuapkan spaghetti yang melingkar pada garpu. Matanya sampai terpejam menikmati masakanya sendiri.
Namun, hal itu tak membuat keraguan Naruto hilang begitu saja. Bagaimana jika Boruto menaruh racun pada makanan ini? Tak ada yang tahu jalan pikirnya sama sekali.
Manik Boruto melirik Naruto yang tak bergeming sedikit pun dari posisi sebelumnya. Ia memajukan tubuhnya untuk menatap Naruto lebih dekat.
"Ada apa, Ayah? Kau selalu mengatakan kalau masakanku adalah yang terbaik sebelumnya. Apa kau takut diracuni? Tenanglah, kau melihat 'kan bagaimana aku memasak spaghetti dalam wajan yang sama? Makanlah! Kau sudah pingsan empat hari dan hanya dibantu selang infus." Lanjutnya lagi sembari memakan spaghetti buatannya dengan lahap.
Naruto menatap anak satu-satunya sangsi. Akan tetapi, lilitan di perutnya tak tertahankan, Ia pun memutuskan untuk ikut memakan spaghetti buatan Boruto perlahan.
Boruto benar, rasanya memang enak. Tapi tetap saja, Naruto merasa ingin muntah memakannya. Membayangkan bahwa ia memakan masakan dari orang yang membunuh keluarganya sendiri.
Boruto tersenyum lebar. "Enak 'kan, Ayah? Seperti masakan ibu ya."
Naruto tak menanggapi pertanyaan Boruto sedikit pun. Pandangannya hanya tertuju pada piring, tak ingin menatap Boruto yang ada di hadapannya atau sekadar mengangguk setuju.
"Kau tak ingin berbicara padaku, hm?" Boruto mendelik Naruto sebal. "Baiklah, mungkin pita suaramu ikut rusak ketika aku mencekikmu."
Tangan Naruto mulai bergetar, memorinya kembali pada momen menegangkan yang Ia pikir akan menjadi waktu terakhirnya. Ia tak menyangka Boruto akan sebrutal itu.
Naruto terus memakan lahap spaghetti di piring, tak mengindahkan sedikit pun Boruto yang entah kenapa sedari tadi tersenyum menatapnya.
Suapan terakhir pun habis. Naruto menelan suapan dan menegak air putih di sisi kanannya.
"Biasanya kau selalu bertanya nama masakan atau cara membuat hidangan yang kubuat. Apa kau tak tertarik lagi sekarang, Ayah?" Mulut Boruto tak berhenti mengoceh, walau Naruto bahkan tak menatap matanya.
"Pagi ini, aku sengaja memasak squid ink spaghetti untukmu yang telah membuatku puas walau dalam tidurmu."
Wajah Naruto menampilkan ekspresi tak mengerti, walau pandangannya terus menunduk, tak sudi melihat wajah orang yang mengajaknya berbincang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parasite [Borunaru]
Mystery / ThrillerPernikahan Naruto dan Hinata yang sudah terjalin bertahun-tahun tak membuat Tuhan mengkaruniyai mereka buah hati. Mereka pun memutuskan untuk mengadopsi seorang anak dari panti asuhan bernama Boruto. Pada awalnya kehadiran Boruto memberikan kehanga...