Ahkam berlari kecil menuju ruang Kyai hendak memberitahu keadaan Azmi yang sakit selama dua hari ini. Sebenarnya Ustadz sudah memberikan obat pada Azmi, namun penyakitnya tak kunjung menghilang.
Sementara Azmi yang berada di kamar ditemani dengan Aban dalam kondisi wajahnya yang pucat pasi. Tubuhnya sudah dua hari ini panas sejak hari di mana para santri dijenguk oleh keluarganya. Memang siang harinya ketika Ummi dan adiknya berkunjung ke pesantren keadaannya memang sudah tidak enak badan, lalu saat malam harinya entah kenapa tubuh Azmi semakin panas hingga detik ini.
Aban sesekali mengomperes Azmi. "Mana sih Kak Ahkam lama banget," monolognya serta memandangi pintu berharap Ahkam segera datang bersama Ustadz atau Kyai.
"Assalamu'alaikum." Suara bass laki-laki membuat Aban kembali menengok ke arah pintu yang matanya mendapati sosok Ahkam bersama Ustadz beserta Kyai.
Aban beranjak berdiri dari tepi ranjang dan mempersilakan Kyai Fathur duduk di samping Azmi sekaligus memperiksa tubuh Azmi yang memang sangat tinggi demamnya.
"Azmi." Kyai Fathur mencoba membangunkan Azmi dari tidurnya.
Perlahan mata Azmi terbuka dan membalas tatapan sang Kyai. Tangan Azmi terangkat dan terulur bermaksud untuk menyalami tangan Kyai Fathur. "Ada apa Pak Kyai?"
"Kita ke rumah sakit ya? Biar kita tahu penyakit kamu apa," saran Kyai Fathur.
Azmi menggeleng pelan. "Nggak perlu Pak Kyai, saya cuma sakit demam biasa aja, nanti juga sembuh kalau minum obat sama di kompres," tolaknya secara halus.
"Tapi, daripada terlambat lebih baik sekarang, Azmi." Ustadz Ridwan turut memberikan saran sekaligus membujuk agar Azmi bersedia dibawa ke rumah sakit.
"Saya cuma demam biasa."
"Kalau begitu, kita hubungi saja orang tuanya, Pak Kyai," saran Ustadz Ridwan.
"Maaf. Kalau saya yang pulang sementara boleh, Pak Kyai?"
"Kamu ingin pulang?"
"Kalau diizinkan, Pak Kyai."
Kyai Fathur menatap Ustadz Ridwan sekejap, lalu kembali menatap Azmi dan menganggukan kepalanya. "Boleh. Nanti Ustadz Ridwan dan supir dari pondok yang mengantar kamu."
"Terima kasih banyak, Pak Kyai."
Sepanjang perjalanan Azmi hanya tertidur di dal mobil. Perjalanan cukul jauh, memakan waktu sekitar dua setengah jam. Azmi memang tipekal laki-laki yang sulit bila diajak ke rumah sakit. Baginya, obat penyembuh luka yang paling mujarab adalah berada di sisi sang Ummi.
Memang tak bisa dipungkiri bahwa Azmi sangatlah dekat dengan sang Ummi dibandingkan adiknya. Dia memang jauh lebih dekat dengan Umminya daripada dengan sang Abi. Selain tubuhnya yang demam tinggi dia juga batuk-batuk dan tak nafsu makan. Setelah melewati perjalanan yang cukup lama, akhirnya sore harinya, Azmi beserta Ustadz Ridwan tiba di rumah Azmi.
"Assalamu'alaikum." Tangan Ustadz Ridwan juga mengetuk pintu agar sang penghuni mendengar salamnya.
"Wa'alaikumussalam." Ketika Ummi Dina membuka pintu, ekspresi pertama kali yang dia tampilkan adalah terkejut. "Azmi. Ustadz Ridwan."
"Maaf, sebelumnya. Saya diminta oleh Kyai Fathur untuk mengantar Azmi pulang ke rumah atas keinginan Azmi. Maaf, jika pihak pondok tidak mengabari Ibu sebelumnya," jelas Ustadz Ridwan.
Pandangan Ummi Dina tak lepas dari wajah sang putra sulung yang tampak pucat dan sesekali batuk-batuk. Seketika tangan Ummi Dina mendarat di kening Azmi. "Panas banget. Kamu demam, Azmi."
Ummi Dina langsung menyambar tubuh Azmi yang awalnya dipegang oleh Ustadz Ridwan. Ummi Dina memapah Azmi dan membawanya masuk ke kamar, sementara Ustadz Ridwan menunggu di ruang tamu. Tak berselang lama kemudian Ummi Dina kembali menemui Ustadz Ridwan sembari membawa secangkir teh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Istikharah [On Going]
RomanceSemua berawal dari seorang santri yang jatuh cinta kepada santriwati.