☀️ Azam's Heartbreak

74 10 10
                                    

Kekuatan Azam hilang lenyap begitu saja kala dia tiba di rumah sakit dan melihat kondisi Rachel. Tangan kanannya terdapat selang infus yang nggak cuma satu sedangkan tangan kirinya pun sama. Belum lagi beberapa alat penunjang kehidupan yang menempel di beberapa bagian tubuhnya.

Azam nggak bisa bayangin gimana kondisi Rachel saat itu sampe membuat perempuan bermata bulat itu bener-bener mirip mayat ranjang rumah sakit.

Azam yang kala itu udah kehilangan energi makin lemes waktu dokter sama Juna bilang kalo tim medis nggak bisa bantu apa-apa lagi untuk mahluk kecil yang ada di perut Rachel sebelumnya. Bayi itu udah hilang karena cukup lama nggak dapet suplai oksigen yang cukup dari Rachel, apalagi Rachel juga sempet kehilangan banyak darah akibat luka goresan yang ada di pergelangan tangannya.

"Jun? Mereka lagi ngerjain gue kan?" Tanya Azam memastikan lagi pada Juna. Baginya semua ini terlalu tiba-tiba sampek semua yang udah terjadi dianggap lelucon nggak berarti sama Azam.

Juna menggeleng dengan tatapan sendunya. "Enggak. Mereka nggak ngerjain lo."

Azam masih sok kuat dan tertawa hambar padahal daritadi kakinya udah lemes ngalahin permen yupi. "Katanya dokter pinter, masa nggak bisa nolongin bayi?"

Juna segera menarik pelan Azam menjauhi ruang dokter yang pintunya kebuka sedikit, Juna takut kalo dokternya baperan terus kesinggung sama kalimat Azam sebelumnya. "Sepinter-pinternya dokter masih kalah sama takdir Sang pencipta Zam."

"Ya ya gue tau, tapi mereka harus lebih berusaha lagi buat nyelamatin bayi gue!" Kali ini air mata Azam nggak bisa dibendung lagi dan mengalir deras nggak peduli sama orang-orang yang berlalu lalang ngeliatin dia bingung.

Juna mengusap pelan bahu Azam berusaha menenangkan sobatnya ini. "Gue tau, gue ngerti dan gue juga pernah ada di posisi lo. Lo yang sabar, lo harus kuat demi Cel. Lo nggak mau kan kalo pas dia bangun malah liat lo nangis kayak gini?"

"Cel bentar lagi dipindahin ke ruang ICU, gue juga udah ngabarin mami sama papi. Bentar lagi mereka nyampe, lo harus tenang Zam." Lanjut Juna lagi.

Azam hanya diam berusaha mengatur napasnya yang tak beraturan sebelumnya.

Selang beberapa saat beberapa tim medis bergegas memindahkan brankar Rachel menuju ruang ICU yang ada di lantai 4. Azam dan Juna mengekori di belakang, tanpa sadar air mata kedua laki-laki itu merembes keluar. Siapa emang yang tega liat orang yang mereka sayang jadi kayak gini? Nggak ada pasti.

☀️☀️☀️

Terhitung udah tiga hari lamanya Rachel masih nyaman dengan tidur panjangnya, hingga pada pukul 05 pagi kala itu sebuah harapan kembali menyapa orang-orang di sekitar perempuan bermata bulat itu.

Seperti sebuah keajaiban Rachel membuka matanya pelan seolah bangun dari tidur malamnya seperti biasa. Meski merasakan sedikit pening yang menyerang, Rachel masih bisa ngenalin beberapa orang yang ada pada saat itu.

Mami yang kala itu baru aja selesai dari sholat shubuhnya menangis tersedu-sedu. Nggak bisa bohong kalo mami kangen berat sama anak perempuan satu-satunya itu.

Mendadak terbersit rasa bersalah di hati Rachel karena telah membuat orang-orang di sekitarnya khawatir. Apalagi Azam yang keliatan lebih kurus dari terakhir kali Rachel liat sebelum laki-laki idaman semua orang itu pamitan mau terbang ke Korea.

"Kamu kok udah pulang? Udah selesai disana?" Tanyanya di sela kegiatan makan siang disuapin sama Azam di siang hari yang terik kala itu.

Azam mengangguk pelan sebagai jawaban. "Udah selesai." Azam bohong, nggak mungkin juga dia bilang kalo semua urusannya belum selesai dan dia harus terbang mendadak pulang gara-gara Rachel.

[ii] A S M A R A L O K ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang