☀️ The Truth (End)

114 15 21
                                    

Suara tangisan di rumah mewah yang sudah terdapat berbagai macam rangkaian bunga dengan ucapan berbela sungkawa itu saling bersautan. Berbagai macam manusia dengan pakaian serba hitam memenuhi setiap sudut rumah besar itu.

Suara riuh tangisan yang semula saling bersautan perlahan teredam begitu peti mati dengan ukiran cantik itu terangkat siap diberangkatkan menuju pemakaman setempat.

Dengan mata sembab Azam hanya bisa memandang kosong ke arah peti berwarna putih tersebut. Entahlah Azam nggak tau gimana lagi caranya dia jalanin hidupnya tanpa hadirnya dunianya, Rachel.

Rachel udah ninggalin dia, bukan untuk sehari atau dua hari tapi selama-lamanya. Rachel udah nggak bisa balik lagi walaupun dia memohon dan mempertaruhkan segalanya yang dia punya.

Perlahan di kepala Azam terputar beberapa moment bersama pujaan hatinya selayaknya film dokumenter jaman kuno. Perlahan senyum tipisnya terbit mengingat masa-masa kasmarannya. Sampai hingga senyum tipis itu luntur untuk kesekian kalinya kala Azam tersadar akan kenyataan pahit yang Azam sendiri sulit untuk menerimanya.

Kemudian Azam berjalan pelan dituntun oleh Bayu menuju mobil yang membawa jenazah Rachel bersama Ersya yang enggan untuk menghentikan tangisnya sejak semalam suntuk.

Azam mengusap pelan punggung tangan Ersya yang duduk di sebelahnya lalu menatap mata sembab itu sembari berkata. "Gue tau lo kuat, lo pasti bisa Sya."

"Hati gue sakit banget asal lo tau. Gue beneran nggak pernah bayangin ditinggal secepat ini sama mbak Cel." Balas Ersya masih dengan air matanya yang mengucur deras seperti hujan akhir-akhir ini.

Azam menghela napasnya dalam. Nggak cuma Ersya aja, Azam juga. "Kalo boleh jujur, gue nggak pernah siap ada di posisi ini."

"Gue nggak bisa Sya, dan nggak akan pernah bisa." Lanjut Azam dilanjut dengan cairan bening yang terjun bebas dari pulupuk matanya. Bahkan saat itu Azam udah nggak tau gimana bentukan wajahnya yang kusam dengan mata sembab serta rambutnya yang acak-acakan nggak karuan.

Bayu yang berada di samping sang kakak hanya bisa mengusap bahu lebar Azam, berusaha menenangkan Azam sedari tadi tapi tetep sama. Azam cuma tenang sebentar abis itu nangis lagi sampe Bayu ikutan sedih bahkan nggak sekali dua kali Bayu ikut tenggelam dalam kesedihan kakaknya.

Berbeda dengan kondisi di dalam mobil, di luar justru lebih kacau karena sempat beberapa kali mami Bina pingsan terus bangun lagi berusaha buka peti putri sulungnya lalu pingsan lagi. Sampai apa yang dilakuin mami Bina turut membuat orang-orang yang hadir cukup prihatin bahkan mengucurkan air matanya.

"Pi anak kita masih ada, kamu kok diem aja Cel dibawa sama mereka?" Ucap Mami Bina setengah teriak kala mobil pengantar jenazah Rachel berjalan pelan meninggalkan pekarangan rumah mereka.

Papi masih berusaha menahan tubuh mami yang hendak mengejar mobil pengantar jenazah dan memeluk tubuh ringkih istrinya. "Cel udah nggak ada mi...kita harus ikhlas ya?"

"Pi? Papi kok bilang gitu? Mami nggak mau tau pokoknya Cel harus balik sekarang juga!!" Balas Mami sebelum akhirnya kembali menangis histeris dan tidak sadarkan diri.

"Cel, jangan tinggalin gue..." Juna bersuara pelan tanpa bisa menahan tangisnya lagi. Lalu dengan langkah pelan Juna masuk kedalam mobil Kana menyusul ke tempat pemakaman beserta teman-teman yang lain.

Juna mungkin nggak seterpukul Azam, tapi Rachel punya tempat sendiri di kehidupan Juna. Rachel seperti adik kecilnya Juna yang dari kecil sama dia, tumbuh bareng dia, lalu gimana mungkin Juna nggak akan sedih kalo ditinggal adiknya?

"Lo yang sabar Jun, kalo kayak gini kita malah bikin langkah Cel berat disana." Ucap Kana mencoba menenangkan saudara sepupunya.

"Kita doain Cel supaya tenang disana, lo jangan kayak gini terus. Kasian Rachelnya." Sambung Abin yang lagi-lagi berperan sebagai supir abang-abang sepupunya.

[ii] A S M A R A L O K ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang