19. Happier : Sekarang

1K 149 8
                                    

"KENAPA UNCLE TERUS MENDESAKKU, KENAPA?"

Taecyeon melipat bibirnya seketika, mendengar dan melihat Sinb seperti ini bak sedang bercermin pada dirinya sendiri. Betapa dia tidak pernah menyangka Jessica akan mempertahankan kandungannya serta sempat mempertaruhkan karir hanya demi melahirkan seorang putri.

"Apakah Uncle pernah perduli kepadaku? Tidak, Uncle bahkan mengklaim aku sebagai anak angkat Mommy, dan itu sangat membuatku tersinggung!"

"S-sinb yya."

"Kenapa? Uncle akan marah lagi?"

"Dengar, aku Ayahmu."

"Tentu, kau pembohong. Dan ... aku tidak akan mau menerimanya!"

Taecyeon terpaku membisu seketika, lalu Sinb datang dengan tatapan lebih tajam serta penuh peringatan.

"Urusi istri dan putramu, biar aku bersama Mommy. Anggap saja aku tak pernah mendengar pengakuan darimu, dan anggap saja aku putri angkat Jessica Jung, mengerti?"

Setelah mengatakan itu Sinb berbalik, mungkin dia terlihat begitu kuat ketika menghadapi pria Ok. Namun, ia berubah menjadi sangat rapuh sesaat setelah ia berbalik untuk pergi dari hadapan pria Ok.

Sesosok ayah yang selama ini ia nantikan rupanya sering ditemui dan sering ia panggil dengan sebutan paman. Kedua tangan Sinb meremas celana panjangnya sendiri, melampiaskan rasa sesak di dada karena harus menyembunyikan keterkejutan ini agar Sang ibu tak ikut larut dalam keterkejutannya.

Pada akhirnya Sinb berlari menjauh dari pria Ok, bahkan sebelum dia mengetahui tentang tidak diinginkan hadirnya oleh pria Ok, dia sudah membencinya. Dia hanya tahu, seberapa kerasnya Sang ibu mengurus dan melindungi dirinya dari segala bahaya.

Sinb juga tak pernah merasa kekurangan kasih sayang seorang ayah, ada Yuri dan Krystal yang terkadang mampu berperan seperti seorang ayah untuknya. Masa kecil Sinb penuh dengan kasih sayang, apalagi sejak ancaman hadir menghantui Jessica hari itu.

Memasuki ruangan dan langsung saja ke toilet, Sinb harus membasuh wajahnya agar tak kelihatan sedang bersedih. Begitu ia berkaca dan melihat cerminan dirinya yang rapuh, ia menyadari bahwa ibunya tak akan melihatnya menangis. Senyuman getir menghiasi wajah cantiknya, betapa ia larut dalam luka begitu mengingat Sang ibu telah kehilangan beberapa fungsi indera di tubuhnya.

Selesai dengan wajahnya yang kini dibasahi oleh air, Sinb mengusap wajah itu dengan handuk yang tersedia. Ia keluar dari toilet dan menarik napas dalam-dalam hanya untuk membentuk sebuah senyuman saja.

"Sinb yya, kau sudah pulang?"

"Ya, Mommy."

"Makanlah, Sunny datang membawakan makanan tadi, katanya untuk keponakan lintas darahnya."

Sinb terkikik. "Mommy sudah makan?"

"Sudah, Sunny juga menyuapi Mommy tadi."

Sinb manggut-manggut paham, ia menunda untuk makan dan memilih duduk di kursi dekat brankar rumah sakit milik ibunya. Dia meraih lengan Sang ibu untuk digenggam, tentu saja hal itu membuat Jessica mengerutkan dahi.

"Kenapa? Kenapa? Ada apa, Sinb?"

"Mom, kenapa ketika aku menyadari, Mommy harus sampai separah ini?"

"Tidak apa-apa, Sayang," ucap Jessica melembut. "Setidaknya Mommy masih di sini untukmu, iyakan?"

"Tapi, ini tidak adil, Mom."

"Apanya yang tidak adil, hm?"

"Sementara Mommy dalam kegelapan, Sinb masih bisa melihat segalanya. Apakah itu adil?"

HappierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang