Run With Me

808 115 64
                                    

[Credit on pict]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Credit on pict]

Jeno mencoba untuk menenangkan hatinya sendiri, menyembuhkannya sebisa mungkin, meskipun sulit, mau tidak mau, Jeno memang harus melupakan Lia pada akhirnya, karena wanita itu sebentar lagi akan berstatuskan istri orang.

Setelah itu, bahkan memikirkan wanita itu adalah larangan bagi Jeno, tidak etis memikirkan wanita milik orang lain, Jeno tahu itu, akan tetapi pikirannya tidak bisa mengenyahkan sosok Lia.

Kebersamaan mereka yang singkat sungguh sangat membekas di ingatan Jeno, dia ingat saat-saat mereka menghabiskan waktu bersama sepulang Karina dari les.

Hanya makan bersama, jalan-jalan dan berbincang, setiap nada bicara dan senyum wanita itu melekat di ingatannya hingga setiap Jeno tertampar kenyataan, dia merasa sakit lagi dan nyaris sekarat.

Rasanya sungguh menyiksa, sampai-sampai Jeno harus menarik nafasnya berkali-kali karena rasanya sangat sesak, dia merasa seluruh Dunia menyempit dan meneriakkan kata pecundang padanya.

Dia tahu jika wanita itu tidak bahagia akan tetapi tetap diam dan berdiri di tempat. Dia justru mencari alasan untuk terus sibuk seperti mencoba untuk menghindari fakta yang ada, Jeno berlari, bersembunyi, dia takut, tapi ingin berlagak berani, ingin mengulurkan tangan tetapi kembali gentar karena takut tidak disambut dengan baik.

Yang paling menyakitkan bagi Jeno adalah lubuk hatinya terus berkata jika semuanya belum terlambat, dia sudah menyerah, akan tetapi sesuatu dalam dirinya masih meronta-ronta, dua keinginan yang berlawanan, hati dan pikiran, mana yang harus Jeno turuti?

Dulu, setiap dia gagal mendapatkan sesuatu dan merasa kecewa, dia selalu punya pikiran jika masih ada hari esok dan akan ada gantinya untuk hal yang tidak bisa diraihnya.

Akan tetapi kali ini, dia merasa tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya jika dia tidak bersama Lia, seolah masa depan tidak akan bisa terus berlanjut jika wanita itu tidak di sampingnya, Jeno benar-benar tidak punya plan B.

Wanita itu menjelma menjadi opsi satu-satunya, mengirim Jeno pada sebuah perasaan yang menyenangkan dan mengenalkannya pada rasa patah hati.

Jeno memutuskan untuk keluar makan siang pada jam istirahat kantor, setelah ini akan ada rapat untuk tender di New Zealand, Jeno akan mengadakan rapat besar setelah jam makan siang, dia pun mampir ke hotel tempat Javin bekerja untuk makan siang.

"Saya pesan iga bakar, minumnya mojito, sekalian sama chef-nya, saya ingin bertemu dengan chef kepala di hotel ini!" Kata Jeno pada pelayan yang mencatat pesanannya.

Karena dia adalah tamu kalangan atas, keinginannya terkabul setelah dia mengatakannya, seporsi iga bakar, mojito dan saudara kembarnya yang ikut duduk di kursinya.

Can We Be Friend? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang