Man Talk

738 85 6
                                    

Masih segar diingatan bagaimana Jeno bersama teman-temannya melewati masa SMP dan SMA bersama, seperti pertemanan pria pada umumnya, dulu mereka lebih banyak melakukan kenakalan bersama daripada bergotong-royong untuk berbuat kebaikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Masih segar diingatan bagaimana Jeno bersama teman-temannya melewati masa SMP dan SMA bersama, seperti pertemanan pria pada umumnya, dulu mereka lebih banyak melakukan kenakalan bersama daripada bergotong-royong untuk berbuat kebaikan.

Kenakalan di masa remaja mereka tidak jauh dari tindakan bandel di sekolah, masih Jeno ingat kala mereka memecahkan kaca kelas sepuluh saat bermain bola di koridor dan mendapat hukuman membersihkan toilet selama seminggu. Juga tingkah usil mereka memetik buah mangga tetangga sekolah hingga mendapat keluhan, padahal uang jajan mereka cukup untuk membeli sepuluh kilo buah mangga.

Dulu mereka berkumpul setiap istirahat di kantin sekolah karena perbedaan kelas, bermain batu gunting dan kertas untuk menentukan siapa yang harus membayar makan siang hari itu, kini mereka semua bahkan tanpa sungkan mengeluarkan kartu masing-masing dan berebut untuk membayar.

Dulu mereka berkumpul di kantin, sekarang setelah dewasa mereka sesekali bertemu di bar jika memiliki waktu luang, mereka semua orang sibuk sekarang.

Jeno mendapat pesan dari Haekal untuk berkumpul di club sepulang bekerja, Jeno sebenarnya bukan orang yang suka clubbing, tetapi jika pikirannya sedang suntuk, dia tidak akan menolak untuk memasuki tempat itu, bertemu teman-teman dan sedikit minum mungkin bisa meringankan beban pikiran.

Jadwal Jeno hari ini sangat padat, dia meeting sana-sini dengan client dari luar kota, belum lagi tumpukan berkas yang harus dikerjakannya. Jika pikirannya tidak terganggu, biasanya Jeno bisa menghandle segalanya dengan mudah, dia menyukai pekerjaan, tak ada yang lebih utama selain pekerjaan bagi dirinya yang seorang CEO.

Akan tetapi akhir-akhir ini Jeno sedang tidak fokus, pikirannya terbagi ke tempat lain, dia setengah hati berada di kantor dan menyibukkan diri dengan pekerjaan, biasanya tidak pernah seperti ini, masalah apapun itu, Jeno tak pernah menelantarkan pekerjaan. Mungkin karena perasannya bimbang, hatinya gelisah dan tak tenang, melakukan segala sesuatu pun rasanya tak mantap.

Belasan berkas ada di mejanya, hasil kerja sekretarisnya dan harus segera Jeno tinjau agar bisa ditindaklanjuti. Jam berada di pukul setengah tujuh malam dan Jeno masih berada di kantor, membuat sekretarisnya pun ikut lembur, dan betapa tidak bertanggung jawabnya Jeno karena justru memandangi hiruk pikuk Jakarta dari ruang kerjanya yang ada di lantai enam belas.

Tatapan Jeno tertuju pada satu titik itu, tetapi pikirannya melayang jauh, berpencar dengan tidak terkontrol, membawa gambaran seseorang yang tak Jeno sangka akan menghantui pikirannya, Jeno kebingungan dengan situasi ini.

Dia jelas tidak kenal dekat dengan orang itu, Jeno tak tahu bagaimana karakter orang itu, dia tak tahu apa kebiasaan orang itu, dia tak tahu apa-apa selain nama dan senyumannya yang membekas begitu kuat pada hati Jeno yang tergelitik. Senyum itu membuat Jeno ingin menjumpainya lagi dan dia kepalang pening memikirkan alasan yang tepat kenapa ia ingin menemui wanita itu, Jeno tidak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya.

Can We Be Friend? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang