Garis Terdepan

4 1 0
                                    

Barangkali kalau kursi taman bisa berbicara, kurasa ia akan merutuk setiap harinya. Menyaksikan seberapa sering aku terduduk disana, menghabiskan satu cup es krim dengan tatapan nelangsa.

Iya, aku masih menunggumu bahkan jika langit mulai berubah warna menjadi abu-abu.
Aku masih disitu, membasuh bilur-bilur pilu yang tertinggal kala kepergianmu.
Bahkan jika taman mulai mengeluh bosan atas kunjunganku yang tidak tau waktu.
Aku masih disitu.

Bila kau butuh telinga untuk mendengarkan.
Bahu untuk kau jadikan sandaran
Atau bahkan raga untuk kau jadikan perlindungan.
Aku tidak pernah keberatan.

Sudah kubilang, aku akan selalu ada di garis terdepan.
Menunggumu dengan sabar, meski sendirian.
Bahkan jika harus tetap dalam status pertemanan.

Sama seperti hari dimana duniamu terasa luluh lantak, hancur berantakan.
Kamu kebingungan, hilang arah dan tujuan.

"Aku belum siap kehilangan. Kenapa Tuhan secepat itu menjemput Ayah untuk pulang? Kamu tahu kan? Bahkan Bunda sudah tidak dapat lagi diharapkan. Aku sendirian sekarang."

Aku masih disitu.
Menerima kedatanganmu.
Mendengarkan ceritamu.
Merengkuhmu dalam peluk terhangatku.
Mengusap kepalamu, kemudian berkata;

"Kamu tidak sendiran, kamu masih punya aku. Temanmu."

Jurnal Catatan Luka.  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang