"Kak, mengalah ya sama adiknya!"
Tapi aku yang membeli mainan itu dengan tabunganku. Sementara adik sudah merusaknya tanpa sepengetahuanku.
"Iya, nanti ayah belikan yang baru."
Bohong. Buktinya sampai detik ini mainan itu tak kembali padaku.
"Jangan main terus Kak, belajar supaya pintar!"
Padahal aku baru saja menyelesaikan PR dan membaca buku beberapa menit yang lalu.
"Kak, nanti kalau sudah besar jadi contoh yang benar ya!"
Tapi mereka terus saja bertengkar di hadapanku dengan suara lantang.
"Kak, besok harus bisa dapat nilai 100, agar bisa jadi panutan."
Aku sudah belajar setiap malam, namun aku hanya bisa dapat nilai 98.
"Kak, harus dapat gelar sarjana, biar jadi orang sukses nantinya."
Lantas setelah itu apa aku bisa bahagia?
Bunda, jadi anak pertama dan dipaksa siap untuk dewasa ternyata berat ya?
Tiap malam harus penuh drama, untuk bisa damai dengan semuanya.Jadi panutan dan harus bisa dibanggakan seolah jadi hal penting untuk terlihat baik di depan semua orang.
Lantas, bahuku harus sekuat apa? Dadaku harus selapang apa?
Kenapa semuanya menuntutku untuk selalu sempurna?Perasaan marah, kecewa, dan lelah selalu aku pendam sendirian setiap harinya.
Bahkan, sampai sekarang aku masih tidak mengerti apa itu bahagia?Bunda.
Izinkan Kakak istirahat sebentar.
Kakak juga ingin bernapas tanpa beban.-Athena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jurnal Catatan Luka.
ŞiirBerisi celotehan seorang Puan yang mendeklarasikan emosinya lewat sebuah tatanan Aksara untuk memperindah Luka.