BAB 2 - Pertemuan

324 63 3
                                    

Dengan kasar, gadis berkuncir satu melempar ponsel iphone ke lantai hingga pecah. Apa-apaan mereka, mengambil keputusan tanpa jawaban darinya.

"Pa, aku gak mau dijodohin!"

"Ini keputusan yang terbaik buat kamu, Illy. Ini buat hidup kamu!"

Prillysia Illya Hermawa atau kerap disapa oleh orang-orang Prilly. Prilly terduduk di lantai, bagaimanapun ia tak mau berhubungan dulu dengan yang namanya cowok. Prilly menatap berani pada papanya. "Aku gak mau, Pa. Papa pasti tau alasannya," ujar Prilly lirih.

Bagaimanapun alasan itu cukup kuat membuatnya trauma dengan cowok dimanapun, bahkan untuk sekolah pun ia terpaksa harus home school memilih untuk menghindar dari sekolah biasa.

Namun, papa malah seenaknya mendaftarkan ia sekolah di SMKN 1 Cakrawala serta .........

Menjodohkannya.

"Percaya sama papa, semua ini terbaik buat kamu, Nak. Papa sayang sama kamu, mana mungkin papa buat kamu menderita." Prilly menangis di pelukan Hermawan, bagaimana ia harus menolak semua itu, sedangkan papa malah mengambil keputusan sendiri.

"Kalian gak akan langsung menikah, kami akan menjodohkan kalian secara bertahap, kalian tunangan dulu saat ini, dan setelah sama-sama menempuh dunia perkuliahan, papa serta keluarga dari dia bakalan nikahkan kalian," tutur Hermawan.

Prilly mendongak. "Bagaimana kalo mereka tau? Papa pikir mereka gak bakalan keberatan? Papa seharusnya bilang sama aku, Pa!" timpal Prilly.

Hermawan tersenyum tipis. Keputusan ini sudah ia pikir matang-matang sebelum mengiyakan perkataan mendiang sahabatnya satu tahun yang lalu.

"Gak akan ada yang tau."

"Bagaimanapun kamu akan menolak. Perjodohan itu akan tetap ada, kamu dan dia ditakdirkan untuk bersama dengan pelantara kami." Prilly terdiam, bagaimana pun ia bingung dengan kedepannya nanti.

Waktu itu, Prilly kira papa menyuruhnya ke SMKN 1 Cakrawala hanya untuk mengantarkan salah satu dokumen pada satu satu guru yang bekerja di sana. Namun, kenyataannya, papa malah mendaftarkan ia sekolah di sana.

Menyebalkan.

Padahal ia sendiri sudah nyaman berada di dalam rumah, tanpa ada yang ganggu sama sekali.

..

Ali melihat penampilannya yang jauh dari kata rapi, rambut acak-acakan, belum mandi, dan jangan lupakan bau ketiak yang masih menempel. Ali tersenyum bangga, penampilannya kali ini ia rencanakan untuk membuat si cewek itu ilfeel dan membatalkan perjodohan gelo ini. Lagian ya, mana ada cewek yang mau dekat-dekat dengannya melihat tampangnya yang seperti ini.

Semua akan bubar dan kembali ke tempat.

Pagi yang membuat mood berantakan tentunya, bahkan dari jam lima sang bunda sudah mewanti-wanti agar menjemput cewek yang dijodohkannya itu.

Padahal sendiri-sendiri juga bisa.

Kalo ketahuan sama Nana gimana?

Bisa-bisa dia ngamuk.

"Ini gembel mau sekolah?" sindir bunda.

Rieta melotot melihat penampilan putra semata wayangnya yang jauh dari sangat sempurna. Bahkan upilnya saja masih mengerak di sisi hidung.

"Mandi! Jangan malu-maluin bunda!" titah Rieta seraya menunjuk ke atas alias kamar atas.

Ali tersenyum jahil lalu menyalami Rieta. "Udah gini aja, bun. Biar calon menantu kesayangan Bunda terkelepek-kelepek sama aku," timpal Ali. Rieta menoyor kepala Ali. "Kamu pagi-pagi udah bikin kepala bunda pusing. Yaudah sana! Awas bawanya jangan ngebut-ngebut, kalo dia kenapa-kenapa, bunda bakalan potong kalo anu kamu!" ancam Rieta sambil menunjuk milik Ali.

MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang