BAB 11 : Nana tahu

266 70 2
                                        

.-.

Gemuruh petir saling bersautan menambah ketakutan di dalam hati gadis belia yang baru berusia lima belas tahun. Di bawah hujan ia berlari menghindar dari cowok yang selama ini ia anggap baik bahkan setiap perilakunya tak pernah sedikitpun berlaku kasar padanya.

Namun, semua asumsinya saat ia terjebak di bawah hujan bersama cowok itu.

"LO GAK BISA JAUH DARI GUE, PRILLY."

"Akh!"

Prilly tersungkur, ia semakin histeris saat dia menarik kakinya kasar serta menyeret tubuh Prilly. "LEPASIN GUE! GUE MAU PULANG!" teriaknya histeris.

Namun, dia bak kesurupan melihat paha Prilly terekspos dengan jelas. Prilly menendang Arta. Tetapi, Arta menjambak rambut Prilly lalu menamparnya beberapa kali.

"Ikuti permainan gue sekarang!"

"Lo jahat, Ar!"

Arta menarik paksa Prilly masuk ke dalam gubuk tua di pinggir jalan. Prilly berontak. Namun, tetap saja Arta selalu berlaku kasar. "GUE PENGEN PULANG, AR. LEPASIN GUE!" teriak Prilly.

Bukannya menuruti permintaan Prilly, Arta memukul wajah Prilly beberapa kali membuat Prilly terdiam dengan tangisan yang terus-menerus turun. Arta meletakkan ponsel di sudut gubuk lalu memvideo Prilly.

Senyuman Arta berubah menyeringai, ia membuka celana dan pakaiannya membuat Prilly langsung beringsut ketakutan.

"Ar, gue mohon jangan!"

"Ar, masa depan gue masih panjang, Ar. Gue mohon lepasin gue!" Prilly memeluk kaki Arta, memohon ampun agar membiarkan pulang. Arta berjongkok, menatap Prilly dengan seringaiannya.

"Lo udah harga diri gue hancur. Sekarang giliran lo!" Arta menendang Prilly, merobek pakaian Prilly, memperlakukannya dengan kasar.

Malam itu ia tandai sebagai malam paling menyeramkan, di bawah hujan Prilly berhasil merenggut mahkota yang selama ini ia jaga dengan baik. Namun, dengan seenaknya Arta merenggut semua kebahagiaannya .

.-.

Suara monitor mendominasi di ruangan khusus untuk Prilly. Tak ada memulai pembicaraan antara kedua keluarga yang saling memandang dingin. Untuk keadaan Prilly, dia dinyatakan koma walau kondisinya stabil.

Hermawan menunduk malu saat Rieta tak segan-segan menatapnya dengan tatapan menusuk.

"Kenapa kalian tidak berbicara sejujurnya?"

Rieta menghapus air matanya. "Saya cukup kecewa dengan kebohongan kalian. Sebusuk apapun itu, seharusnya kalian jujur, bukan seperti ini." Rieta menarik nafasnya. "Lebih baik perjodohan ini dibatalkan, saya tidak mau anak saya menanggung malu atas apa yang menimpa anak Anda. Saya mengerti masa lalunya adalah kecelakaan. Namun, itu aib bagi saya, saya tidak sudi mempunyai menantu wanita kotor!"

Shaina maju menampar pipi kanan Rieta, Shaina menatap Rieta. "Anda boleh menghina kami, asalkan jangan menghina putri saya. Sehina apapun dia, dia adalah korban pelecehan!" balas Shaina bergetar.

MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang