BAB 10 - Di bawah hujan

273 70 6
                                    

Jika takdir sudah berhendak, untuk apa lagi kita menentangnya.

-.-

"Dia siapa?"

Prilly mencubit gemas pipi bapau Aily. Aily memang selalu berhasil membuatnya merasa iri dengan pipi bersih nan gemas ini.

"D---dia ad---dek gue." Prilly melihat sekilas lalu kembali bermain dengan Aily. Ali menyangga dagu dengan tangannya seraya menatap Prilly yang tampak sangat aneh, gerak-gerik dia seperti orang yang sedang mengalihkan pembicaraan. "Kedua orang tua lo gak pernah tuh ngomongin tentang dia, bahkan yang gue tahu lo itu gak punya adik, Bunda pun tahu lo gak punya adek," ujar Ali membuat Prilly langsung fokus sama Ali.

"Keluarga kita udah pernah lost contact selama beberapa tahun, mungkin Mama belum sempet cerita, lagian untuk masalah di KK, Aily belum sempet dimasukin, makanya lo masih gak tau," balas Prilly tanpa melihat wajah Ali.

Ali kembali menatap Prilly intens. "Kalo orang lagi ngomong, liat matanya! Lo kayak orang yang bohong," sergah Ali.

"Sok tahu!" cetus Prilly.

Nafas Prilly terasa sesak saat Ali terus-menerus menatapnya dengan tatapan yang ahkkkk---- mungkin kalian tahu. Ali tertawa renyah melihat tingkah tunangannya ini yang mungkin saja tengah salah tingkah. Sudahlah dia sangat menggemaskan akhir-akhir ini.

Buru-buru Ali menggeleng, seharusnya pikirannya hanya tertuju pada Nana, ini malah memikirkan Prilly, si gadis aneh yang baru saja menjadi tunangannya tepat beberapa menit yang lalu.

Mendengar suara sang mama yang memanggilnya, Prilly langsung lergi dari hadapan Ali. Tentu hal itu semakin membuat Ali mencurigai tingkah laku Prilly yang terbilang aneh. Ali menggeleng, seharusnya ia tak memikirkan itu, lebih baik ia memikirkan bagaimana cara agar bisa terlepas dari perjodohan gila ini walau ia sendiri terbilang menikmati.

Shaina menyeret tangan Prilly kasar secara diam-diam, setelah merasa aman Shaina menatap Prilly tajam. "Berikan anak itu ke Baby sitter, Mama udah bilang dari awal acara, jangan sampai kamu sentuh dia dulu, Prilly. Kamu ngerti, 'kan maksud mama?" ujar Shaina menekan.

Prilly meringis saat kuku-kuku Shaina menggores pada tangannya. "Aku gak sengaja, Ma. Awss, sakit," ringis Prilly.

Shaina melepaskan, lalu mengambil alih Aily. Namun, balita itu malah menangis terlepas dari gendongan Prilly.

"Diem kamu!" bentak Shaina.

"Ma! Dia masih bayi!" ujar Prilly tak terima.

Shaina kembali mencengkram tangan Prilly. Namun, sebuah tangan segera menepis tangan Shaina membuat Prilly terkejut atas apa yang ia lakukan. Ali menarik Prilly agar sedikit bergeser.

"Dia anak Tante, kenapa Tante malah berlaku kasar sama Prilly ataupun?" Shaina membuang muka, walaupun ia sangat menyukai calon menantunya ini, untuk masalah ini Shaina cukup kesal pada Ali yang mulai ikut campur akan masalahnya.

"Ini urusan keluarga saya, Ali. Lebih baik kamu jangan ikut campur tentang Prilly. Sekarang kamu bawa Prilly!"

Setelahnya Shaina pergi membawa Aily yang terus menangis di gendongan Shaina.

Prilly menepis tangan Ali. "Udah cukup ya, Li. Lo ikut campur sama keluarga gue, iya emang kita udah tunangan, tapi lo terlalu ikut campur. Kita tunangan tanpa ada perasaan, otomatis masalah lo ya masalah lo, masalah gue ya masalah gue, jangan ikut campur!" sentak Prilly.

MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang