Cangkir 8

277 26 1
                                    

I'm Not the Only One

"Tidak ada perasaan yang salah, hanya saja kita yang terlalu berharap pada orang yang salah."

***

"Jangan senyum-senyum sendiri, nanti gue dikira bawa orang gila lagi," lontarnya sambil terus mendengarkan musik di earphone-nya.

"Gue nggak peduli sama orang lain. Lo gemesin banget di semua foto," balasku sambil terus menggeser layar smartphone-ku dan terus terpesona melihatnya dalam berbagai gaya.

Aku dan Kin sekarang naik bus ke Kota Tua. Sebenarnya, aku yang maksa, sih. Katanya kompleks bangunan kuno itu membosankan. Aku setuju, tapi semua pasangan anak muda pernah kencan di sana. Jadi apa salahnya mengikuti tren? Aku yakin ada hal yang menyenangkan nanti.

"Hahahaha..." aku tertawa keras hingga nyaris seluruh penumpang melihat kami.

Di foto, Kin tampak melotot dan mengerucutkan bibirnya mengetahui tiba-tiba hiu karang berenang di bawah kakinya saat asik mengelus ikan pari. Sangat lucu. Di foto lain dia juga membuat ekspresi lucu saat ikan badut dalam aquarium menatapnya. Dan, juga saat foto keluarga bersama anak berang-berangnya, dia tersenyum lebar yang membuat mata sipitnya semakin kecil.

"Udah, ah!" dia merampas hp-ku. Mungkin dia nggak mau aku membuat kegaduhan di tempat umum, atau wajahnya yang tersipu itu malu saat aku memperhatikan fotonya.

"Kenapa, sih? Lucu, tau!" celetukku. Tapi, dia tak menggubrisku dan tetap asik mendengarkan musiknya.

"Dengerin apa? Khotbah di akhir pekan?"

Dia diam saja, lalu melepas sebelah earphone-nya dan memberikannya padaku.

"If You're Not the One" dari Daniel Bedingfield. Aku langsung tahu lagunya sedetik setelah earphone terpasang. Itu lagu favorit gadis kami, Freya. And always be our favorite song. Bus tetap melaju, dan lagu itu membawa lagi kenangan sekolah dulu. Tentang gelak tawa kami bertiga, sebelum aku menghancurkan segalanya.

"Gue nggak pernah dengar kabarnya lagi setelah pindah," gumam Kin sambil menunduk. Raut mukanya suram, matanya penuh dengan penyesalan. Dan, penyesalan itu menular padaku.

"Gue juga nggak tau kabarnya setelah lulus. Terakhir gue dengar dia kuliah di Jogja. Seni Rupa."

Seribu kata maaf pun tak akan pernah cukup kuberikan ke gadis itu. Dulu aku begitu bodoh dan naif, hingga melukai banyak orang.

"I miss her."

Ya, aku juga kangen. Tawanya yang selalu meneduhkan, kebaikannya yang tak pernah habis, dan lukisannya yang seindah wajahnya.

I miss her too... so much.

Hening. Kenangan berlahan mengisi hati kami, dan penyesalan menghancurkannya seketika. Kami hanya diam hingga lagu berakhir dan terulang lagi sampai dua putaran.

"Apa lo pernah pacaran setelah gue minggat?" tanya Kin setelah sekian menit.

Aku balik menatapnya sebentar, mengerti dia tak mau lagi bersedih apalagi di saat begini. Kualihkan pandangan ke langit-langit bus. Mengingat kembali.

"Lima atau enam kali..."

Dia terlonjak. "Lo emang bajingan, Re!" makinya yang diakhiri tawa kecil.

Aku juga ikut tertawa mengingat betapa konyolnya diri ini.

Setelah lulus aku masih terpuruk akan kepergian Kin, dan masalah di sekolah, serta orang-orang sekitarku. Arfan selalu menguatkanku, tetap berada di sisiku untuk memberi dukungan. Hingga suatu hari aku memutuskan untuk bangkit dan menjalani hidup normal lagi. Aku berkomitmen dengan hati ini untuk melupakan Kin.

[BL] Stay With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang