Cangkir 27

178 21 4
                                    

Cinta yang Diperjuangkan

"Aku yakin telah menemukan cinta sejatiku. Karena itu aku nggak akan melepaskanmu, apa pun yang terjadi."
~Unknown

***

Asap mengepul, lalu terbawa oleh angin malam yang dingin. Entah berapa batang rokok yang sudah kubakar. Kekhawatiran ini tetap saja menyelimutiku. Seperti awan yang sedang menyelimuti langit saat ini, menutupi jutaan bintang yang berpendar indah tadi saat bersama Kin. Hatiku sangat senang, namun nyokapnya Kin seperti menangkap basah kami. Merusak segalanya. Menghancurkan angan dan impian yang akan kami bangun.

Bau tembakau memenuhi balkon, asbak sudah penuh dengan abu dan putung rokok. Kalau saja tanaman dalam pot kecil di sudut pagar itu bisa bicara pasti sudah protes sedari tadi. Kursi rotan yang kududuki menderik tiap kali aku membuat gerakan kecil, seolah mengerti kegusaran di setiap gerakanku. Aku benar-benar cemas akan keadaan. Pasti Kin dan Nyokapnya sedang bersih tegah saat ini. Apa yang terjadi bila Bokapnya tau? Apa yang akan terjadi aku hadapi berikutnya? Aku takut. Benar-benar takut.

Tuhan, tolong jangan pisahkan aku dan Kin lagi.

"Ngapain? Belum tidur?" suara Mas Agil mengagetkanku.

"Belum, Mas. Masih mau ngerokok dulu."

Mas Agil berjalan ke tepi balkon, lalu bersandar di pagar, menggunakan sikut kanannya sebagai tumpuan. Matanya menangkap asbak di meja. Pasti dia langsung tahu kalau aku sedang banyak pikiran saat ini.

"Gue dengar suara dari lantai bawah, sepertinya Arfan juga belum tidur." Mas Agil menatapku. "Kalian berantem sampai dia harus tiba-tiba pindah?"

Kuhisap lagi batang rokokku. Kubiarkan darahku membawa nikotin ke otak dan menghilang stres yang menggelayut layaknya mendung. Lalu kuhembuskan berlahan asap dari mulutku. Rokok selalu membuatku tenang. Walau benar-benar tak tenang.

"Mas... Bagaimana lo bisa tau bahwa yang lo lakukan semua ini adalah benar? Bagaimana gue tau yang gue lakukan benar?"

Mas Agil tak buru-buru menjawab. Dia mengulurkan tangannya. Aku sudah cukup peka untuk itu, kuberikan kotak rokok yang tinggal dua batang dan korekku. Dia mengambil satu dan menyalakannya. Udara makin sesak dengan aroma tembakau dan cengkeh.

"Sebenarnya gue juga nggak tau. Benar atau salah. Hidup akan memiliki arti jika kita lihat adalah apa yang perlu dilihat, jika yang kita dengar adalah apa yang perlu didengar, jika yang kita bicarakan adalah apa yang perlu dibicarakan, dan jika yang ingin dicari tau adalah apa yang perlu diketahui."

Mas Agil diam sejenak, memperhatikan bara merah di rokoknya.

"Sayangnya dunia tak hanya memperlihatkan apa yang perlu kita lihat, kita sering kali mendengar hal yang menyakitkan, kadang kita juga membicarakan hal buruk, dan kadang apa yang kita cari tak pernah didapat. Kita tak pernah bisa memahami dunia. Yang kita lakukan benar atau salah... memang siapa yang tau? Kita hanya perlu melakukan apa yang hati kecil kita inginkan. Selama muncul dari hati kecilmu, itu adalah benar," lanjut Mas Agil diakhiri senyum kecut. "I guess," imbuhnya lagi.

Aku menunduk, merenungkan apa yang barusan aku dengar.

"Gue selalu menuruti apa kata hati. Tapi, ujungnya selalu berakhir pada kehilangan. Menyakiti banyak orang. Gue takut kehilangan orang-orang yang gue sayangi. Dan, sebelum gue sadar mereka benar-benar pergi," gumamku lesu.

Mas Agil mengisap rokoknya lagi. Nasehat bijak akan keluar sebentar lagi.

"Kehidupan adalah bagaimana kita memandang dan merenungkan untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup yang seutuhnya. Melakukan sesuatu dari hati adalah benar. Tapi... jangan terlalu memaksakan karena itu tidaklah baik. Tidak apa-apa memohon bahkan mengemis pada orang yang kita sayangi, tapi sekali lagi jangan terlalu memaksakan. Keterpaksaan adalah ketidaknyamanan."

[BL] Stay With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang