Cangkir 23

177 20 1
                                    

Cinta Segitiga

"Cinta bukan tentang orangnya, tapi perasaan kita."
***

Angin timur mulai berhembus membawa musim hujan ke negeri ini yang sudah sangat kehausan. Bumi mulai basah dan bersuka cita menumbuhkan tanamannya. Seperti hari ini, hujan deras turun di Ibu Kota dan baru reda sore ini, menyisakan aroma layaknya aspal yang dipanaskan. Mungkin karena aku sedang di jalanan, jadi petrichor memiliki aroma yang berbeda.

Aku baru sampai di cafe setelah matahari sudah tenggelam. Beberapa minggu ini aku sangat sibuk, dengan skripsi dan kerjaan. Tabunganku juga hampir ludes buat bayar ini-itu.

Aku butuh duit.

Tagihan uang kos juga menunggak dari bulan kemarin, untung saja aku bisa merayu Ibu Kos hingga nggak diusir. Aku juga harus berterima kasih ke Bos karena mau berbaik hati menambah jam kerja walau ada saja dari rekan kerja yang iri. Ya, aku maklumi. Mau bagaimana lagi?

Setelah parkirin motor, aku berjalan masuk ke cafe melalui tanah berumput yang masih basah. Di sini aku mencium bau tanah yang menenangkan, petrichor di sini membawa kenangan lama. Ini baru aroma hujan.

Aku masih ingat ciuman senja itu. Bibir Arfan yang manis. Aku tahu itu salah. Oleh karena itu sejak Arfan balik ke kos, aku agak menghindarinya, di kampus juga begitu. Entahlah, aku nggak tahu harus berbuat apa. Percakapan kami terasa kaku dan asing. Sebenarnya aku nggak suka situasi begini, tapi aku harus bagaimana menghadapi perasaan ini. Aku sudah punya Kin.

Oh, iya. Kin juga sudah kembali ke Jakarta dari tiga hari yang lalu. Lebih lama dari yang dijanjikan, dia pergi selama tiga bulan lebih enam hari. Ya, aku menghitungnya. Aku nggak bisa menjemputnya di bandara karena dia pulang bersama Bokapnya, dan sampai sekarang aku belum ketemu. Kangen itu pasti. Tapi, dia bilang dia mau kemari malam ini. Itulah mengapa aku sangat rapi malam ini.

Rambut gondrongku sudah kupangkas. Gaya undercut. Sederhana, simpel, segar, dan praktis. Kusisir serapi mungkin biar gantengku makin kece. Celana bahan hitam dan kaos hitam dibalut jaket jeans coklat memberi kesan hits dan modern, serta sneakers putih yang netral mendukung penampilan casual-ku. Aku pengin terlihat jadi cowok paling keren dan ganteng malam ini. Dan itu terbukti, semua mata tertuju padaku saat berjalan masuk. I'm perfect right now.

"Hai, Ganteng! Rapi amat, potong rambut lagi," cetus Tia, cewek pramusaji yang selalu keganjenan.

Aku tersenyum pede. Berlalu begitu saja.

"Wiihh... keren amat lo malam ini! Cewek-cewek di sini bisa dengan mudah lo gaet," celetuk Agus setelah aku sampai di meja bar.

"Bener banget! Tapi, Refo ini cuman ngerayu cewek di sini doang, nggak ada yang dia seriusin," sahut rekan kerjaku yang lain.

Aku lagi-lagi hanya tersenyum tanpa melontarkan komentar apa pun.

"Tapi, akhir-akhir ini lo keliatan ceria banget. Kayak lagi kasmaran. Pasti lo udah punya cewek, kan?" celetuk Agus lagi.

Benarkah aku sekentara itu?

Well, aku nggak pungkiri beberapa bulan ini aku lagi senang karena Kin kembali padaku setelah sekian tahun. Berat badanku juga agak naik. Aku harus nge-gym.

"Senyam-senyum aja lo. Jawab! Pasti udah punya cewek, kan, lo?" tuntut Agus lebih.

Lama kelamaan berisik juga, nih, Agus. Kalau kubilang 'cowok' bakal jantungan nih orang. Tapi tenang, aku nggak bakal 'coming out' di sini, bisa kabur semua pelanggan ntar.

"Udah kerja sana!" selorohku. Bosen mendengar bacotannya.

"Dia udah punya pacar. Jangan ganggu dia," sahut Arfan yang baru muncul.

[BL] Stay With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang