Lalisa melihat cover buku itu satu persatu. Lalu melemparnya ke lantai. Semua buku yang ingin ia baca tidak ada.
"Ssaem! Aku memintamu membawa buku kedokteran, bukan buku biologi kelas SMP! Bagaimana sih?!"
Lalisa menatap gurunya dengan tatapan galak. Tangannya ia silangkan diatas dada dan dagu sedikit terangkat.
Sehun dengan sabar memungut buku tersebut lalu meletakkannya diatas nakas. Pandangannya menatap lurus kearah mata Lalisa.
Laki-laki itu mengurung tubuh Lalisa dengan kedua tangan diletakkan pada kedua sisi samping Lalisa.
Sehun menundukkan kepalanya hingga wajah mereka berdua berdekatan.
Jantung Lalisa berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Apa yang Sehun ssaem lakukan padaku? Apakah dia marah padaku? Pikiran aneh mulai muncul lagi.
"Apa motivasimu hingga kau ingin menjadi seorang dokter?"
Pertanyaan itu mengembalikan kesadaran Lalisa.
"Ne?" Motivasi? Motivasi apa? Memangnya menjadi seorang dokter harus punya motivasi? Yang benar saja!
"Apa yang membuatmu ingin menjadi seorang dokter?" Memberi pertanyaan yang berbeda namun memiliki makna yang sama.
Berarti Lalisa harus menjawab dengan benar. Ia menjadi dokter karena ingin lebih baik dari si dokter Joy itu. Tapi tidak mungkin Lalisa mengakuinya begitu saja. Ia harus memberi jawaban yang membuat gurunya ini percaya.
"Aku menjadi dokter karena aku ingin membantu orang-orang! Memangnya apa lagi?"
Sehun terkekeh.
"Tidak. Bukan itu jawabannya. Pasti ada sesuatu 'kan yang membuatmu ingin menjadi dokter?"
Memangnya dia siapa bertanya seperti itu. Padahal tinggal menuruti permintaannya yaitu memberikan buku-buku dokter lalu urusan selesai. Mau ada atau tidak ada motivasi itu jelas bukan urusannya.
"Ssaem, aku ingin menjadi dokter karena aku ingin membantu orang-orang yang butuh pertolongan. Bukan hal lain. Memangnya kau bisa baca pikiran orang?"
Apa? Pikiran orang? Jangan-jangan Ssaem benar-benar bisa membaca pikirannya? Lalisa terkejut dengan pikirannya sendiri.
Matanya bergerak melihat kearah gurunya yang mana gurunya itu menatapnya dengan serius.
"Tidak ada ketulusan didalam matamu. Tidak ada rasa tulus dihatimu saat kau mengatakan ingin membantu orang-orang. Aku tidak melihat ketulusanmu didalam matamu. Dan itu———" Sehun menunjuk kearah buku-buku yang Lalisa buang tadi, hingga gadis itu mengikuti arah pandangan sang guru.
"Kau tidak akan mungkin membuang buku-buku itu jika kau memang ingin menjadi dokter."
"Tapi itu buku SMP——"
"Justru jika kau ingin menjadi seorang dokter kau harus mempelajarinya dari dasar. Kau harus mengenal bagian mata terlebih dahulu. Bagian hidung, bagian otak, lalu bagian telinga. Setelah kau mempelajari hal dasar tersebut kau boleh belajar belajar lagi dengan level yang lebih tingga yaitu pelajaran SMA. Kenapa aku memberimu pelajaran SMP, alih-alih pelajaran SMA? Karena nilai pelajaran penting biologi, fisika dan matematika-mu tidak ada nilai yang tinggi. Maka dari itu aku sengaja memberikan buku itu agar kau bisa mempelajarinya ulang jika kau memang benar-benar ingin menjadi dokter."
Lalisa tertegun dengan ucapan sang guru yang ada dihadapannya saat ini. Dia kehabisa kata, semua yang gurunya katakan memang benar adanya.
"Apa kau ingin menjadi Joy?" Tanyanya tepat sasaran yang membuat Lalisa tersentak ditempatnya.