Bayangan kejadian semalam membuat pipi Lalisa memerah dan panas disaat yang bersamaan. Gadis itu memegang kedua pipinya yang terasa seperti terbakar.
Masih teringat dengan jelas perlakuan dan ucapan Sehun semalam.
Ditengah ciuman panas mereka, Sehun melepaskan ciuman mereka secara sepihak. Sehun mengusap bibir Lalisa dengan lembut.
"Kenapa kau tidak marah?" Tanya Sehun.
"Harusnya kau marah karena menciummu dengan lancang."
"Aku—" Lalisa kehabisan kata. Dia tidak tahu harus menjawab apa, faktanya gadis itu juga menginginkan pria yang ada didepannya itu.
"Aku.....mau pulang." Itu adalah ucapan paling bodoh saat ini.
Lalisa segera membereskan buku-bukunya untuk pulang. Gadis itu terlalu malu.
"Hei.." Sehun menahannya.
"Aku—" Lagi, Lalisa tidak tahu kenapa menjadi orang lebih bodoh saat ini.
Sehun menarik gadis itu dan membawanya kedalam pelukannya. Sehun menenangkan gadis itu yang terasa bergetar. Gadis itu gemetaran ternyata.
"Kau takut?"
Lalisa menggeleng.
"Tapi kau gemetar Lalisa." Bisik Sehun lagi membuat Lalisa merasa sensasi aneh disekitar tubuhnya.
"Aku hanya gugup." Jawabnya pada akhirnya. Ya, dia memang gugup karena ini adalah pertama kali baginya.
Sehun terkekeh lalu mengusap punggung gadis itu, sekedar memenangkannya. "Maaf karena tidak bisa menahan diri Lalisa."
"Maafkan aku. Lain kali aku akan meminta izin terlebih dahulu." Ujar Sehun.
Lalisa hanya diam saja.
Gadis itu melepaskan dirinya dari pelukan Sehun lalu menatap Sehun dengan wajah yang ingin mengatakan sesuatu.
"Ada apa?"
"Ssaem, jika nanti nilai matematika-ku 9 aku ingin kau mengabulkan permintaanku?"
"Permintaan apa? Kenapa tidak minta sekarang?"
"Karena aku yakin kau akan menolaknya. Apapun yang terjadi kau harus mengiyakannya."
Sehun merapikan poni Lalisa yang terlihat berantakan.
"Jika itu kemauanmu, maka aku akan mengabulkannya."
Lalisa tersenyum.
"Terima kasih ssaem. Aku harus pulang." Ujarnya lalu kembali merapikan buku yang sempat ia rapikan sebelumnya.
Sehun menarik Lalisa kembali saat gadis itu mau keluar dari rumahnya.
Sehun memeluk gadis itu dengan erat, seolah tidak ingin melepaskannya begitu saja.
Kau sudah gila Sehun. Ingat, dia masih anak-anak. Jaga batasanmu. Serangkaian kalimat untuk mengingatkan dirinya berputar dikepalanya.
"Rasanya berat jika berpisah denganmu."
Lalisa pasti bermimpi. Gurunya tidak mungkin mengucapkan kalimat seperti itu.
"Kau tau betapa gilanya aku saat kau mengabaikan aku? Rasanya setengah hidupku hilang begitu saja saat kau memutuskan untuk tidak berbicara denganku. Malam dimana kau tidak pulang saja, sungguh membuatku hampir gila Lalisa. Ku mohon jangan pernah mengabaikanku lagi." Ucapan panjang tersebut membuat Lalisa merinding sendiri.
"Ssaem, yang kau ucapkan itu benar 'kan? Kau tidak sekedar membuatku senang 'kan?"
"Tidak. Ini benar-benar tulus dari dalam hatiku yang paling dalam."