B E R P U L A N G

1.6K 190 38
                                    

Detik berikutnya, suasana yang awalnya penuh dengan ketenangan berubah menjadi kepanikan setelah Andin melihat napas Aldebaran mulai tersengal-sengal, genggaman itu bahkan semakin lama semakin kuat sampai Andin merasa kesakitan, namun kesakitan itu tak ada rasanya bila melihat sang suami dalam keadaan seperti ini. Diikuti oleh bunyi suara monitor ekg yang sudah tak beraturan, Andin langsung memanggil suster dan dokter untuk menangani Aldebaran.

Padahal baru saja Andin merasa sedikit lega melihat suaminya membuka mata, melepas rindu antara keduanya. Namun mengapa kini keadaan berubah 180°? Mengapa ketakutan itu menghantuinya lagi bahkan saat ini jauh lebih besar.

 Namun mengapa kini keadaan berubah 180°? Mengapa ketakutan itu menghantuinya lagi bahkan saat ini jauh lebih besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat ini dokter terus berusaha menolong Aldebaran, setelah Andin berteriak meminta pertolongan. Andin hanya bisa menangis disamping ranjang yang Al tiduri, tangannya masih menggenggam erat, meski matanya sudah terlihat sedikit tertutup. Sakit sekali rasanya harus menyaksikan ini semua didepan mata.

"mas capek banget yaa?"

"mas mau istirahat? Iya? Aku izinin kok kalo kamu mau istirahat"

Dokter masih terus berusaha menstabilkan kondisi aldebaran, namun sayangnya grafik ekg masih sama dengan sebelumnya. bulir-bulir keringat itu terlihat di wajah sang dokter, memperlihatkan bahwa ia amat berusaha menyelamatkan pasiennya.

"Aku kuat kok mas, kamu gausah mikirin aku"

"A–ku ikhlas––"

sungguh amat berat sebetulnya bagi Andin untuk mengatakan ini semua, entah kekuatan dari mana ia bisa mengatakannya. jika selama ini ia selalu meminta Aldebaran untuk kuat dan bertahan, namun kali ini tidak. rasanya begitu egois jika memaksanya untuk selalu kuat, dengan rasa sakit yang selalu ia rasakan setiap detiknya.

Tak lama setelah kata 'ikhlas' keluar dari mulutnya, mata sayunya kini semakin lama semakin  menutup sempurna, tangan yang awalnya menggenggam erat tangan Andin terkulai begitu saja.

TIIIIIIIIITTTTTTTT

Suara monitor itu menjadi pelengkap bahwa ia sudah tertidur damai disisi Tuhan.

"Maaf Bu, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun pak Aldebaran tidak bisa diselamatkan. Sekali lagi kami memohon maaf dan turut berbelasungkawa" ujar dokter

Hancur, mungkin itu kata-kata yang Andin rasakan saat ini. Tak bisa dijelaskan sehancur apa dirinya saat ini, tak dapat diutarakan sedalam apa kesedihannya saat ini, yang pasti dunianya hancur.

Andin mendekati ranjang yang ditiduri oleh pria yang jantungnya sudah tidak berdetak lagi, ia belai wajahnya dengan penuh kehancuran, lalu ia merebahkan kepalanya di dada bidang milik suaminya.

"Mas lelah banget yah? Maafin aku yah selalu maksa kamu untuk bertahan, pasti itu menyakitkan sekali untuk kamu"

"Hancur aku mas, ingin aku berteriak kencang untuk melampiaskan kehancuranku saat ini, namun rasanya percuma karena itu tak akan mengubah keadaan. Kenapa, kenapa kamu harus pergi secepat ini? Kenapa kamu ninggalin aku sendiri disini? Aku gabisa, aku gabisa mas" ucap Andin dengan deraian air mata yang membuat suaranya bergetar. Bahkan detik berikutnya ia hampir tak bisa menopang tubuhnya, ia langsung memegang pinggir ranjang agar tubuhnya tak jatuh ke lantai.

ALDEBARAN: MY HAPPINESS AND MY SADNESS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang