PROLOG

2.2K 384 70
                                    

Disclaimer!
• Cast akan bertambah seiring berjalannya cerita.
• Perhatikkan setiap latar cerita.
• Komentar sesuai alur cerita.

Happy Reading!

***

Ada dua hal yang paling menyedihkan menurut Sarah. Pertama, keluarganya hancur berantakan. Lalu, yang kedua, Sarah harus terpaksa melepaskan, pria yang selama ini ia sebut sebagai rumah, tempat dia pulang.

Kosong adalah salah satu kata yang dapat menggambarkan hidup Sarah selama lima tahun ke belakang. Ia seperti kembali ke titik terendahnya dulu. Di mana, tidak ada satu orang pun yang berada disisinya, kala itu.

Tidak ada kata lelah dalam menjalani hidup. Sarah selalu optimis jika hari itu akan tiba. Hari di mana semua rasa sedihnya terbayar oleh kebahagiaan yang tak terhingga.

Untuk saat ini, Sarah percaya, akan kata pepatah yang mengatakan bahwa akan ada pelangi setelah hujan reda. Benar saja, lima tahun setelah semua masalah selesai. Untuk pertama kalinya, Sarah menerima dekapan hangat Papanya yang benar-benar menenangkan.

Perihal kasus sang Papa atas penipuan dana investasi dan juga sang Kakak—Jordan yang justru terjerumus memakai dan mengedarkan obat terlarang. Sarah sudah memaafkannya.

Terutama perihal kekecewaan yang kembali Sarah dapatkan di hari itu. Hari yang mungkin tidak akan pernah Sarah lupakan seumur hidupnya, yaitu hari di mana Sarah memutuskan untuk melepaskan Reinal—laki-laki yang tidak akan pergi dari ruang kecil di dalam hatinya.

Kini, perempuan dengan tatapan paling teduh itu sedang memandang langit gelap di atas sebuah jembatan. Tempat ini adalah tempat favoritnya dan Reinal.

Dan, di tempat ini pula, perpisahan itu terjadi.

Wajahnya tersenyum namun air matanya sudah bergumul lalu satu persatu mulai menetes. Tempat ini, tempat yang paling sering Sarah datangi, ketika sedang rindu dengan sosok Reinal.

“Seharusnya aku udah gak punya hak untuk terus menerus datang kesini dengan alasan rindu sama kamu, Reinal.”

Tiap kali Sarah datang, selalu terselip kata rindu di setiap kalimat yang ia lontarkan pada alam semesta. Berharap, Reinal akan mendengarnya. Iya terlihat gila, tapi kenyataannya Sarah gagal menolak perasaan rindunya pada laki-laki yang selalu ia sebut sebagai ‘rumahnya’.

Tak berniat menghapus air matanya. Tangan Sarah digenggam oleh sebuah tangan kecil dan diselipkan sebuah sapu tangan bergambar beruang cokelat sedang tersenyum di sana.

Sarah tersadar dan ikut mensejajarkan tingginya dengan anak laki-laki itu. Tampan, cerdas dan Sarah menyukai itu. Ulasan senyum di wajah sembabnya terbit kala anak itu dengan inisiatif dirinya, menghapus air mata Sarah menggunakan sapu tangan miliknya yang berada di genggaman Sarah.

“Jangan sedih,” ujarnya dengan suara khas anak kecil yang lucu dan menggemaskan membuat Sarah justru kembali mengeluarkan air matanya.

“Kok Kakak nangis lagi?” Sarah secengeng itu, memang. Akhirnya, sapu tangan itu tergantikan dengan tangan mungil yang kini berhasil menyentuh permukaan wajah Sarah.

“Kakak gapapa, sayang.” Hanya alibi yang dapat keluar dari bibir Sarah, yang mungkin belum bisa anak itu cerna dengan baik.

Aktivitasnya berhenti, anak itu memperhatikkan wajah Sarah dengan serius. Mencoba mengingat wajah seorang wanita yang sebelumnya pernah ia lihat.

“Kenapa, sayang? Kok kamu liatin Kakak kayak gitu, hm?” tanya Sarah dengan begitu lembut.

Kedua bola mata anak itu berbinar. Sepertinya ia mulai mengingat, di mana ia pernah melihat wanita dengan bola mata yang begitu cantik di hadapannya ini.

Our Home [PINDAH KE FIZZO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang