02. Titipan Tuhan

1.6K 306 15
                                    

Disclaimer!

• Cast akan bertambah seiring berjalannya cerita.
• Perhatikkan setiap latar cerita.
• Komentar sesuai alur cerita.

Happy Reading!

***

Hari ini, Reinal sudah bersiap-siap untuk mengantar Ael kembali ke panti asuhan. Gara juga ikut merapikan mainan Ael dan ia masukin ke dalam tas.

“Mas, Ael udah sarapan?” tanya Gara.

“Udah, tadi suster bawain dia bubur, terus gue suapin karena gak mau disuapin sama si suster.”

Gara mengangguk paham. Lalu, sudah selesai membereskan mainan Ael dan menenteng tasnya.

Come on, kita pulang!”

Ael tertawa kecil dalam gendongan Reinal. Ketiganya berjalan menyusuri lorong dan keluar dari rumah sakit. Sepanjang perjalanan menuju parkiran, Reinal tak henti-hentinya jadi pusat perhatian orang-orang.

“Besok beli car seat.” Celetuk Reinal tanpa sadar.

Gara yang sedang fokus menyetir pun menoleh sekilas, “Buat apa? Mas kan belum punya anak.”

Sial, benar juga. Kenapa Reinal harus keceplosan memerintah Gara untuk membeli car seat yang biasa sebagian orang tua sediakan untuk anaknya di dalam mobil agar terhindar dari bahaya.

“Ga? Tidur, ya?” tanya Reinal pelan dan Gara mengangguk. Ael tertidur nyenyak di atas dada bidang Reinal. Lucu sekali, pikirnya.

Mobil Reinal sudah berhenti tepat di pekarangan panti. Ada yang mengganjal, tapi Reinal tidak tau apa itu. Perasaannya bingung, sekarang.

Kebetulan Ael sudah bangun, Reinal masih menggendongnya dan masuk ke dalam teras panti. Gara tadi sudah memanggil dan tinggal menunggu ibu pantinya keluar.

“Gavra? MasyaAllah, Nak. Ibu nyari kamu kemana-mana kemarin,” ujar Ibu panti bernama Bu Ratih.

“Maaf, Bu. Saya yang menemukan Ael di pinggir jalan, dekat kampus Derlangga, kemarin. Perkenalkan saya Reinal.”

Bu Ratih menghembuskan napasnya lega, “Saya Bu Ratih, Mas. MasyaAllah, terima kasih banyak ya, Mas. Saya kemarin sampai pingsan karena Gavra hilang.”

“Sama-sama, Bu. Saya kesini berniat baik untuk memulangkan Ael.”

Bu Ratih tersenyum lalu mengulurkan tangannya, agar Ael pindah ke dalam gendongan Bu Ratih. Namun, Ael justru memalingkan wajahnya dan memeluk ceruk leher Reinal, memilih untuk menenggelamkan wajahnya di sana.

“Loh, sayang? Gav, ayo sama Ibu. Nanti kita main lagi sama Kak Adam, ya?”

Tidak ada respon dari Ael. Anak itu terlihat sudah begitu nyaman dengan Reinal. Bu Ratih pun sama bingungnya dengan Reinal.

“Ael, kamu sama Om Gara dulu, ya?”

Ael merenggangkan pelukannya dan menatap Reinal, “Ael gak mau di cini, Papa. Ael mau cama, Papa aja.”

Bu Ratih cukup terkejut bukan main. Kenapa bisa anak asuhnya memanggil Reinal dengan sebutan Papa?

“Iya iya, tapi Papa boleh ngobrol dulu sama Bu Ratih?” Ael kemudian melirik Gara karena pria itu mengulurkan tangannya untuk menggendong Ael.

Setelah Gara berhasil membawa Ael menjauh dan bermain di pekarangan panti, Bu Ratih pun menyuruh Reinal untuk duduk lebih dulu.

“Duduk, Mas Reinal. Sembari nunggu minum.” Kata Bu Ratih. “Saya kaget, Gavra manggil Mas dengan sebutan Papa.”

Our Home [PINDAH KE FIZZO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang