Disclaimer!
• Cast akan bertambah seiring berjalannya cerita.
• Perhatikkan setiap latar cerita.
• Komentar sesuai alur cerita.
• Narasinya ikut dibaca ya, biar ngefeel.Happy Reading!
***
Pandangan Sarah menatap lurus ke depan. Iris matanya tak lepas menatap lampu-lampu temaram dari gedung-gedung pencakar langit di dekat gedung apartemennya. Duduk di lantai balkon membuat Sarah dapat merasakan hembusan angin malam. Beruntung papanya sudah tertidur dari pukul tujuh tadi setelah menyantap sepuluh tusuk sate ayam.
Terpaan angin malam membuat Sarah tahu betapa hampa hidupnya. Kehadiran papanya kembali, seharusnya jadi alasan untuk Sarah merebut kembali kebahagiaannya. Tapi rasanya, ada satu kekurangan yang Sarah sendiri tidak tahu apa itu.
Mengamati Ael di hari itu yang terlelap di atas ranjangnya, membuat rasa penasaran Sarah sedikit demi sedikit terjawab. Ada perbedaan yang mencolok ketika melihat Ael dari dekat. Memang ketika ia melihat Ael dari jauh, wajah mungil itu akan terlihat sangat begitu mirip dengan Reinal. Bahkan seingat Sarah, warna asli rambutnya pun sama seperti Reinal—hitam kecokelatan.
Tapi di malam itu, dari jarak kurang dari setengah jengkal Sarah melihat perbedaan garis rahang yang jelas sangat berbeda dari milik Reinal. Hidung dan bibirnya pun, tak begitu mirip dengan Reinal. Seketika, Sarah menyadari kebodohannya. Sampai harus sebegininya kah, Sarah mengetahui setiap detail lekuk wajah Reinal, hingga membandingkannya dengan wajah Ael?
Kalau bukan mirip Reinal, bisa saja mirip ibunya.
Hal yang baru sempat terpikirkan oleh Sarah, detik itu. Tidak semua anak akan mengikuti bentuk wajah ayahnya, bisa saja ibunya. Sarah yang sudah kelewat penasaran, mulai merasa tindakannya menganalisa wajah Ael bukan lah hal yang patut ia lakukan.
"Sarah kamu terlalu penasaran."
Benar, dia terlalu penasaran. Bahkan dengan hal yang belum tentu terjadi, Sarah sudah ketakutan. Ketakutan jika dirinya akan kembali hancur. Sebab, sudah tidak lagi ada yang bisa diperbaiki dari dirinya.
Memangnya kenapa kalau dia sudah menikah? Bukannya bagus?Jelas tidak untuk Sarah. Berita tentang pernikahan Reinal belum ia dapatkan dan masih simpang siur. Tapi walau belum sepenuhnya benar, Sarah sudah kembali dihadapkan oleh kehancuran. Mata indahnya berhasil bertemu dengan netra tajam milik Reinal waktu itu sudah Sarah klaim sebagai hari bahagianya. Namun, ketika sebuah gandengan tangannya dilepas oleh seorang anak kecil dan memanggil Reinal dengan sebutan papa, hari itu adalah kedua kalinya Sarah merasa dunianya kembali hancur tak tersisa. Bahkan, untuk berpikir kembali menjalin hubungan dengan Reinal pun tidak ada dalam otaknya.
Suara helaan napas dan tapak kaki seseorang membuat lamunan Sarah buyar. Papanya terbangun dan duduk tepat di samping Sarah. Merasakan dinginnya lantai balkon apartemen yang juga dirasakan oleh putrinya. Handoko ikut menatap lurus ke depan, namun sesekali menatap putrinya yang menaikkan rahangnya agar terlihat kuat.
Handoko tahu betul, sesulit apa hidup Sarah. Meskipun pria paruh baya itu tidak tahu betul bagaimana rasa sakit yang dialami Sarah sedari dulu, karena kejadian itu. Luka yang Sarah dapatkan dulu, tak sebanding dengan luka yang pernah Handoko terima saat berada di dalam tahanan.
"Lagi apa, hm?" tanya Handoko pada putrinya.
"Lagi mandangin langit malam aja. Ini spot favorit Sarah kalau lagi sendirian." Balasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Home [PINDAH KE FIZZO]
Romance[PINDAH KE FIZZO DENGAN JUDUL: GRAZIE A TE] [SEQUEL REINALSARAH] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Nama, karakter, tempat, dan peristiwa dalam cerita itu adalah fiksi. Cover: [Cr: Pinterest] Definisi rumah bagi Sarah itu adalah Reinal. Satu-satunya yang sed...